PENDAHULUAN
Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang digunakan dalam operasi perusahaan dan tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan. Aktiva semacam ini biasanya memliki masa pemakaian yang lama dan diharapkan dapat memberi manfaat pada perusahaan selama bertahun-tahun. Manfaat yang diberikan aktiva tetap umumnya semakin lama semakin menurun, kecuali manfaat yang diberikan oleh tanah.
Karakteristik yang membedakan aktiva tetap dari barang dagangan adalah bahwa aktiva tetap dimiliki perusahaan untuk digunakan, sedang barang dagangan tidak untuk digunakan melainkan untuk dijual.
Aktiva tetap juga berbeda dari investasi jangka panjang. Meskipun keduanya dimiliki lebih dari satu periode akuntansi, investasi tidak digunakan dalam operasi perusahaan utama.
Karakteristik yang membedakan aktiva tetap dari aktiva lancar berujud seperti perlengkapan kantor, ialah bahwa perlengkapan dimiliki untuk digunakan dalam waktu satu tahun atau satu siklus operasi normal perusahaan. Aktiva tetap dimiliki perusahaan untuk digunakan dalam jangka waktu yang lebih panjang, biasanya meliputi beberapa periode akuntansi.
A. DEFINISI AKTIVA TETAP BERWUJUD
Aktiva tetap berwujud adalah aktiva tetap yang mempunyai bentuk fisik dan sifat tetap atau permanen, dibeli untuk digunakn dalam kegiatan normal perusahaan, tidak untuk dijual kembali dan nilainya cukup besar atau cukup material. Aktiva tetap mempunyai sifat permanent, artinya aktiva tetap tersebut dapat dipakai berulang – ulang dan umumnya relative panjang, minimum lebih dari satu tahun atau satu siklus operasi normal perusahaan.
Aktiva tetap tersebut dibeli untuk digunakan sendiri dan tidak untuk dijual, jadi bukan barang dagangan. Aktiva tetap dipakai untuk menjalankan kegiatan perusahaan. Jadi, aktiva tetap harus memenuhi empat criteria berikut :
1. Digunakan dalam kegiatan normal perusahaan, artinya aktiva tersebut dimiliki untuk digunakan dan tidak untuk dijual kembali atau untuk investasi.
2. Dapat dipakai atau digunakan secara berulang – ulang.
3. Masa manfaatnya lebih dari satu tahun atau satu siklus operasi normal perusahaan.
4. Mempunyai nilai yang cukup material, artinya nilai atau harga aktiva tersebut cukup tinggi.
Pada umumnya perusahan melakukan investasi yang besar jumlahnya pada berbagai aktiva tetap. Pada perusahaan-perusahaan yang padat modal, aktiva tetap kadang-kadang mencapai 75% dari total aktiva yang dimilikinya. Hal ini disebabkan karena aktiva yang tergolong sebagai aktiva tetap, umumnya mahal harganya. Cobalah lihat aktiva tetap sebuah perusahaan seperti tanah, gedung, mesin-mesin, kendaraan, dan peralatan. Pada umumnya barang-barang semacam itu memiliki harga yang relatif mahal. Oleh karena itu nilai rupiah aktiva tetap dalam neraca jauh lebih tinggi dibandingkan dengan aktiva lainnya.
Dalam laporan rugi-laba, biaya yang berkaitan dengan penggunaan aktiva tetap, seperti biaya depresiasi dan pemeliharaan, juga seringkali merupakan komponen yang cukup tinggi. Jumlah rupiah depresiasi mempunyai hubungan langsung dengan harga perolehan aktiva tetap. Bila nilai rupiah aktiva tetap tinggi, maka dengan sendirinya depresiasi tahunan juga akan menjadi tinggi. Di pihak lain, biaya pemeliharaan aktiva tetap pada umumnya juga cukup tinggi,. Sebagai aktiva yang diharapkan akan digunakan dalam jangka panjang, maka faktor pemeliharaan sangat menentukan keberhasilan operasi perusahaan.
B. KLASIFIKASI AKTIVA TETAP BERWUJUD
Aktiva tetap berwujud biasanya digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu :
- Tanah, seperti tempat berdirinya gedung perusahan.
- Gedung, seperti gedung yang digunakan untuk kantor, toko, pabrik, dan gudang.
- Peralatan, seperti peralatan kantor, peralatan pabrik, mesin-mesin, dan meubel.
- Kendaraan, seperti motor dan mobil.
C. PENENTUAN HARGA PEROLEHAN AKTIVA TETAP
Agar sejalan dengan prinsip akuntansi yang lazim, aktiva tetap harus dicatat sebesar harga perolehannya. Harga perolehan meliputi semua pengeluaran yang diperlukan untuk mendapatkan aktiva tersebut, dan pengeluaran-pengeluaran lain agar aktiva siap untuk digunakan dalam kegiatan normal perusahaan. Yang termasuk harga perolehan antara lain harga beli aktiva yang bersangkutan ditambah biaya angkut, pemasangan, asuransi pengangkutan, percobaan, komisi, balik nama dan lain – lain.
Harga perolehan diukur dengan kas yang dibayarkan pada suatu transaksi secara tunai. Dalam hal aktiva tidak dibayar dengan kas, maka harga perolehan ditetapkan sebesar nilai wajar dari aktiva yang diperoleh atau aktiva yang diserahkan, yang mana yang lebih layak berdasarkan bukti atau data yang tersedia. Apabila harga perolehan telah ditetapkan, maka harga perolehan tersebut akan menjadi dasar untuk akuntansi selama masa pemakaian aktiva bersangkutan. Akuntansi tidak mengakui pemakaian harga pasar atau harga pengganti selama pemakaian suatu aktiva tetap.
Unsur – unsur yang dipertimbangkan dalam perhitungan harga perolehan aktiva tetap mungkin saja berbeda antara jenis aktiva tetap yang satu dengan lainnya. Untuk lebih jelas, unsur harga perolehan suatu aktiva tetap dapat dilihat dalam uraian berikut :
1. Tanah : Harga perolehan tanah meliputi harga beli tunai tanah, biaya balik nama, komisi perantara, dan pajak atau pungutan lain. Semua pengeluaran lain yang diperlukan agar tanah siap untuk digunakan yang bersifat perbaikan permanent didebet ke rekening tanah.
2. Gedung : Harga perolehan gedung meliputi biaya perencanaan oleh arsitek, IMB, asuransi selama pembangunan, bunga selama pembangunan atas uang pinjaman untuk pembiayaan pembangunan gedung, dan semua pengeluaran lainnya yang dibutuhkan sehubungan dengan pembangunan gedung, serta biaya pemilikannya
3. Peralatan : Harga perolehan peralatan meliputi harga peralatan menurut faktur pembelian, biaya angkutan, bea masuk, PPN, bongkar dan angkut ke dalam pabrik, pasang dan pengujian peralatan yang dibeli.
4. Kendaraan : Harga perolehan kendaraan meliputi harga kendaraan menurut faktur pembelian dan bea balik nama.
Contoh:
1. Misalkan sebuah perusahan membeli sebidang tanah dengan harga tunai Rp 100.000.000. diatas tanah tersebut terdapat sebuah gudang tua yang membutuhkan pengeluaran bersih untuk membongkarnya sebesar Rp 6.000.000. pengeluaran lain, biaya balik nama Rp 1.000.000 dan komisi perantara Rp 800.000.
Harga perolehan tanah = Rp. 100.000.000 + 6.000.000 + 1.000.000 + 800.000
= Rp. 115.000.000
Jurnal : Tanah Rp. 115.000.000
Kas Rp. 115.000.000
2. Misalkan PT. Guntur membeli mesin pabrik dengan harga tunai Rp. 50.000.000. pengeluaran lain terdiri dari PPN Rp. 3.000.000, premi asuransi kecelakaan dalam pengangkutan Rp. 500.000, pemasangan dan pengujian Rp. 1.000.000, dan biaya reparasi karena terjadi kesalahan dalam pemasangan Rp. 400.000.
Harga perolehan mesin = Rp. 50.000.000 + 3.000.000 + 500.000 + 1.000.000
= Rp. 54.500.000
Jurnal : Mesin Rp. 54.500.000
Kerugian Pemasangan Mesin Rp. 400.000
Kas Rp. 54.900.000
3. Dibeli tunai sebuah kendaraan seharga Rp. 30.000.000. biaya balik nama, asuransi dan lain – lain Rp. 1.800.000.
Harga perolehan kendaraan = Rp. 30.000.000 + 1.800.000
= Rp. 31.800.000
Jurnal : Kendaraan Rp. 31.800.000
Kas Rp. 31.800.000
D. DEPRESIASI
Depresiasi adalah proses pengalokasian harga perolehan aktiva tetap menjadi biaya selama masa manfaatnya dengan cara rasional dan sistematis. Pengalokasian harga perolehan diperlukan agar dapat dilakukan penandingan yang tepat antara pendapatan dengan biaya, sebagaimana diminta oleh prinsip penandingan. Depresiasi adalah proses pengalokasian harga perolehan, bukan proses penilaiaan aktiva. Perubahan harga aktiva tetap yang terjadi dipasar, tidak perlu dicatat dalam pembukuan perusahaan, karena aktiva tetap dimiliki perusahaan untuk digunakan, bukan unutk dijual kembali.
Selama pemakaian, kemampuan suatu aktiva untuk menghasilkan pendapatan dan jasa biasanya semakin menurun, baik secara fisik maupun fungsi. Penurunan secara fisik terjadi karena pemakaian dan keausan, sehingga secara fisik aktiva tetap terlihat menurun. Penurunan dari segi fungsi adalah karena aktiva jadi tidak memadai dan ketinggalan zaman. Suatu aktiva dikatakan tidak memadai lagi, jika aktiva tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan saat ini dan masa yang akan datang.
1. Faktor – Faktor yang Menentukan Besarnya Depresiasi
Dalam menghitung besarnya beban depresiasi aktiva tetap setiap periode akuntansi, terdapat empat factor yang mempengaruhinya :
a. Besarnya harga perolehan aktiva tetap, harga dan semua pengeluaran biaya yang diperlukan untuk memperoleh aktiva tetap itu sehingga siap dipakai.
b. Jumlah taksiran nilai sisa/residu setelah aktiva tetap tidak dipakai, yaitu taksiran harga jual aktiva tetap yang tidak terpakai lagi.
c. Taksiran umur ekonomis, yaitu lamanya aktiva tetap yang bersangkutan dapat memberikan manfaat secara menguntungkan.
d. Pemilihan metode penyusutan yang digunakan.
2. Metode Depresiasi
Penentuan besarnya beban depresiasi setiap periode akuntansi untuk berbagai jenis aktiva tetap dapat dilakukan dengan beberapa metode berikut ini :
a. Metode Garis Lurus (straight line method)
Penyusutan menurut metode garis lurus adalah suatu cara untuk mengurangi dan mengalokasikan harga perolehan aktiva tetap menjadi beban dengan jumlah yang sama setiap periode akuntansi selama umur ekonomis aktiva tetap tersebut.
Contoh, Tanggal 2 Januari 1998 PT GARUDA membeli sebuah mesin fotocopy merk Xerox dengan harga perolehan Rp 20.000.000. Taksiran umur ekonomis 5 tahun dan taksiran nilai residu Rp 2.500.000. Hitunglah besarnya beban penyusutan mesin fotocopy setiap tahun selama lima tahun
Jawab : Tarif penyusutan tiap tahun : 100% = 20%
5
Besarnya beban penyusutan tiap tahun selama lima tahun adalah sama besar.
Tahun 1998 = 20% x (Rp20.000.000-Rp2.500.000) = Rp3.500.000
Tahun 1999 = 20% x (Rp20.000.000-Rp2.500.000) = Rp3.500.000
Tahun 2000 = 20% x (Rp20.000.000-Rp2.500.000) = Rp3.500.000
Tahun 2001 = 20% x (Rp20.000.000-Rp2.500.000) = Rp3.500.000
Tahun 2002 = 20% x (Rp20.000.000-Rp2.500.000) = Rp3.500.000
Jurnal Penyesuaian ( akhir tahun 1998,1999,2000,2001, dan 2002) adalah sama
Beban depresiasi mesin fotocopy Rp 3.500.000
Akumulasi depresiasi mesin fotocopy Rp 3.500.000
Untuk memberi gambaran pencatatan selama umur ekonomis, di bawah ini disajikan harga perolehan, beban depresiasi pertahun, akumulasi depresiasi, dan nilai buku mesin fotocopy dari tahun 1998 sampai dengan 2002 sebagai berikut :
Tahun | Harga Perolehan Aktiva Tetap | B. Depresiasi Per Tahun | Akumulasi Depresiasi | Nilai Buku Akhir Tahun |
1998 | Rp 20.000.000 | Rp 3.500.000 | Rp 3.000.000 | Rp16.500.000 |
1999 | Rp 20.000.000 | Rp 3.500.000 | Rp 7.000.000 | Rp13.000.000 |
2000 | Rp 20.000.000 | Rp 3.500.000 | Rp10.500.000 | Rp 9.500.000 |
2001 | Rp 20.000.000 | Rp 3.500.000 | Rp14.000.000 | Rp 6.000.000 |
2002 | Rp 20.000.000 | Rp 3.500.000 | Rp17.500.000 | Rp 2.500.000 |
b. Metode Saldo Menurun (double declining balance method)
Penyusutan metode saldo menurun adalah suatu metode untuk mengalokasikan harga perolehan aktiva tetap menjadi beban, penyusutan untuk setiap tahunnya semakin kecil atau menurun.
Contoh, Tanggal 2 Januari 1998 PT GARUDA membeli sebuah mesin fotocopy merk Xerox dengan harga perolehan Rp 20.000.000. Taksiran umur ekonomis 5 tahun.
Jawab : Umur ekonomis 5 tahun, besarnya tarif tetap adalah 100%/5 x 2 = 40% Jadi, besarnya beban penyusutan setiap akhir tahun.
Tahun 1998 = 40% x Rp20.000.000 = Rp 8.000.000
Tahun 1999 = 40% x (Rp20.000.000 - Rp8.000.000) = Rp 4.800.000
Tahun 2000 = 40% x (Rp12.000.000 - Rp4.800.000) = Rp 2.880.000
Tahun 2001 = 40% x (Rp 7.000.000 – Rp2.880.000) = Rp 1.728.000
Tahun | Keterangan | Ref | D | K |
1998
1999
2000
2001
2002 | Beban depresiasi mesin fotocopy Akumulasi depr. Mesin fotocopy Beban depresiasi mesin fotocopy Akumulasi depr. Mesin fotocopy Beban depresiasi mesin fotocopy Akumulasi depr. Mesin fotocopy Beban depresiasi mesin fotocopy Akumulasi depr. Mesin fotocopy Beban depresiasi mesin fotocopy Akumulasi depr. Mesin fotocopy |
| Rp 8.000.000
Rp 4.800.000
Rp 2.880.000
Rp 1.728.000
Rp 1.036.800 |
Rp 8.000.000
Rp 8.000.000
Rp 2.800.000
Rp 1.728.000
Rp 1.036.000 |
Untuk memberi gambaran perhitungan dan pencatatan selama umur ekonomis, di bawah ini disajikan harga perolehan, beban depresiasi per tahun, akumulasi penyusutan, dan nilai buku mesin dari tahun 1998 sampai dengan 2002
Tahun | HP Aktiva Tetap | B. Depresiasi Per Tahun | Akumulasi Depresiasi | Nilai Buku Akhir Tahun |
1998 1999 2000 2001 2002 | Rp20.000.000 Rp20.000.000 Rp20.000.000 Rp20.000.000 Rp20.000.000 | Rp8.000.000 Rp4.800.000 Rp2.880.000 Rp1.728.000 Rp1.036.800 | Rp8.000.000 Rp12.000.000 Rp15.680.000 Rp17.408.000 Rp18.444.800 | Rp12.000.000 Rp7.200.000 Rp4.320.000 Rp2.592.000 Rp1.555.200 |
c. Metode Jumlah Angka Tahun (sum of the year's digit method)
Seperti halnya dalam metode saldo menurun, metode jumlah angka-angka tahun juga akan menghasilkan biaya depresiasi yang tinggi pada tahun-tahun awal dan semakin kecil pada tahun – tahun akhir. Oleh karena itu metode ini juga termasuk dalam metode depresiasi yang dipercepat. Metode ini disebut jumlah angka tahun karena tarif depresiasinya didasarkan pada suatu pecahan yang :
1. pembilangnya adalah tahun-tahun pemakaian aktiva yang masih tersisa dalam tahun ini.
2. penyebutnya adalah jumlah tahun-tahun sejak tahun pertama hingga tahun pemakaian yang terakhir.
Contoh, Tanggal 2 januari 1999 PT Garuda membeli sebuah mesin fotocopy Merk Xerox dengan harga perolehan Rp20.000.000. Takisan umur ekonomis 5 tahun dan taksiran nilai sisa Rp2.000.000
Jawab : Harga perolehan mesin fotocopy Rp. 20.000.000
Nilai sisa Rp 2.000.000
Dasar penyusutan/nilai yang disusutkan Rp. 18.000.000
Umur ekonomis mesin 5 tahun. Jadi, jumlah angka tahun sebagai penyebut adalah 1 + 2 + 3 + 4 + 5 = 15. Perhitungan beban penyusutan per tahun
Tahun 1999 (tahun ke-1) = 5 x Rp18.000.000 = Rp6.000.000
15
Tahun 2000 (tahun ke-2) = 4 x Rp18.000.000 = Rp4.800.000
15
Tahun 2001 (tahun ke-3) = 3 x Rp18.000.000 = Rp3.600.000
15
Tahun 2002 (tahun ke-4) = 2 x Rp18.000.000 = Rp2.400.000
15
Tahun 2003 (tahun ke-5) = 1 x Rp18.000.000 = Rp1.200.000
15
Tahun | Keterangan | Ref | D | K |
1999
2000
2001
2002
2003 | Beban depresiasi mesin fotocopy Akumulasi depr. Mesin fotocopy Beban depresiasi mesin fotocopy Akumulasi depr. Mesin fotocopy Beban depresiasi mesin fotocopy Akumulasi depr. Mesin fotocopy Beban depresiasi mesin fotocopy Akumulasi depr. Mesin fotocopy Beban depresiasi mesin fotocopy Akumulasi depr. Mesin fotocopy |
| Rp 6.000.000
Rp 4.800.000
Rp 3.600.000
Rp 2.400.000
Rp 1.200.000 |
Rp 6.000.000
Rp 4.800.000
Rp 3.600.000
Rp 2.400.000
Rp 1.200.000 |
Untuk memberi gambaran perhitungan dan pencatatan selama umur ekonomis, di bawah ini disajikan harga perolehan, beban depresiasi per tahun, akumulasi penyusutan, dan nilai buku mesin dari tahun 1999 sampai dengan 2003
Tahun | HP Aktiva Tetap | B. Depresiasi Per Tahun | Akumulasi Depresiasi | Nilai Buku Akhir Tahun |
1999 2000 2001 2002 2003 | Rp20.000.000 Rp20.000.000 Rp20.000.000 Rp20.000.000 Rp20.000.000 | Rp6.000.000 Rp4.800.000 Rp3.600.000 Rp2.400.000 Rp1.200.000 | Rp6.000.000 Rp10.800.000 Rp14.400.000 Rp16.800.000 Rp18.000.000 | Rp14.000.000 Rp9.200.000 Rp5.600.000 Rp3.200.000 Rp2.000.000 |
d. Metode Satuan Produksi (unit of production method)
Dalam metode satuan produksi, masa pemakaian aktiva tetap tidak dinyatakan dalam jangka waktu, melainkan dengan jumlah satuan (unit) yang dapat dihasilkan oleh aktiva yang bersangkutan. Metode ini tidak tepat digunakan untuk gedung dan mebel, karena aktiva semacam ini depresiasi lebih merupakan fungsi waktu (bukan kegiatan), dan satuan hasilnya sulit untuk diukur. Oleh karena itu dalam metode ini yang perlu ditaksir adalah jumlah satuan hasil yang diperkirakan dapat dihasilkan oleh aktiva.
Contoh, Tanggal 2 Januari 1998 PT GARUDA membeli sebuah mesin fotocopy merk Xerox dengan harga perolehan Rp 20.000.000. Taksiran umur ekonomis 5 tahun dan taksiran nilai residu Rp 2.500.000. taksiran kapasitas produksi 5.000.000 lembar. Produksi actual selama 5 tahun tersebut sebagai berikut : 1998 sebanyak 1.600.000 lembar, 1999 sebanyak 1.500.000 lembar, 2000 sebanyak 1.100.000 lembar, 2001 sebanyak 500.000 lembar, dan tahun 2002 sebanyak 300.000 lembar.
Jawab : Harga perolehan mesin fotocopy Rp. 20.000.000
Nilai sisa Rp 2.500.000
Dasar penyusutan/nilai yang disusutkan Rp. 17.500.000
Tarif per satuan produk = Rp. 17.500.000 = Rp. 3,50
5.000.000
Tahun 1998 = 1.600.000 x Rp. 3,50 = Rp. 5.600.000
Tahun 1999 = 1.500.000 x Rp. 3,50 = Rp. 5.250.000
Tahun 2000 = 1.100.000 x Rp. 3,50 = Rp. 3.850.000
Tahun 2001 = 500.000 x Rp. 3,50 = Rp. 1.750.000
Tahun 2002 = 300.000 x Rp. 3,50 = Rp. 1.050.000
Tahun | Keterangan | Ref | D | K |
1998
1999
2000
2001
2002 | Beban depresiasi mesin fotocopy Akumulasi depr. Mesin fotocopy Beban depresiasi mesin fotocopy Akumulasi depr. Mesin fotocopy Beban depresiasi mesin fotocopy Akumulasi depr. Mesin fotocopy Beban depresiasi mesin fotocopy Akumulasi depr. Mesin fotocopy Beban depresiasi mesin fotocopy Akumulasi depr. Mesin fotocopy |
| Rp 5.600.000
Rp 5.250.000
Rp 3.850.000
Rp 1.750.000
Rp 1.050.000 |
Rp 5.600.000
Rp 5.250.000
Rp 3.850.000
Rp 1.750.000
Rp 1.050.000 |
Untuk memberi gambaran perhitungan dan pencatatan selama umur ekonomis, di bawah ini disajikan harga perolehan, beban depresiasi per tahun, akumulasi penyusutan, dan nilai buku mesin dari tahun 1998 sampai dengan 2002
Tahun | Unit Output | B. Depresiasi Per Tahun | Akumulasi Depresiasi | Nilai Buku Akhir Tahun |
1998 1999 2000 2001 2002 | - 1.600.000 1.500.000 1.100.000 500.000 300.000 | - Rp 5.600.000 Rp 5.250.000 Rp 3.850.000 Rp 1.750.000 Rp 1.050.000 | - Rp 5.600.000 Rp 10.850.000 Rp 14.700.000 Rp 16.450.000 Rp 17.500.000 | Rp 20.000.000 Rp 14.400.000 Rp 9.150.000 Rp 5.300.000 Rp 3.550.000 Rp 2.500.000 |
e. Metode Jam Kerja (service hours method)
Dalam metode jam kerja, umur ekonomis suatu aktiva tetap ditaksir dalam jumlah jam kerja dan beban depresiasinya dihitung dengan dasar jam kerja yang sebenarnya setiap periode.
Contoh, sebuah mesin harga perolehannya Rp 23.000.000. nilai residu ditaksir Rp 3.000.000. taksiran jam kerja selama umur ekonomis 10.000 jam. Selama tahun 1999, mesin tersebut dipakai selama 1.800 jam.
Jawab : Beban depresiasi per jam kerja = HP – NS
N
Rp 23.000.000 – Rp 3.000.000 = Rp 2.000
10.000
Beban depresiasi tahun 1999 = Rp 2.000 x 1.800 = Rp 3.600.000
E. PENGELUARAN SELAMA PENGGUNAAN
Selama masa pemakaian suatu aktiva tetap, perusahaan mungkin melakukan pengeluaran-pengeluaran untuk reparasi rutin, penambahan, atau perbaikan.
Reparasi rutin adalah pengeluaran rutin untuk mempertahankan agar aktiva tetap beroperasi dengan efisien dan dapat mencapai masa pemakaian yang diharapkan. Biaya reparasi rutin umumnya tidak begitu besar jumlahnya, tetapi terjadi berulang-ulang selama masa pemakaian aktiva. Contoh reparasi rutin adalah penggantian oli mobil secara periodik, pengecatan gedung, dan penggantian onderdil tertentu pada mesin secara rutin. Pengeluaran semacam ini akan bermanfaat pada periode terjadinya pengeluaran dan dicatat dengan mendebet rekening Biaya Reparasi dan Pemeliharaan pada periode terjadinya pengeluaran tersebut. Pengeluaran ini disebut dengan pengeluaran pendapatan.
Penambahan dan perbaikan adalah pengeluaran untuk meningkatkan efensiasi operasi, kapasitas produksi, atau masa pemakaian aktiva. Pengeluaran semacam ini cukup basar jumlahnya dan relative jarang terjadi selama masa pemakaian aktiva. Pengeluaran untuk penambahan dan perbaikan akan meningkatkan investasi perusahaan dalam fasilitas produksi,sehingga disebut pengeluaran modal (capital expenditure).
Penambahan
Suatu penambahan biasanya mengakibatkan bertambah besarnya fasilitas fisik dan kapasitas produksi. Penambahan dicatat dengan mendebet rekening aktiva yang mengalami penambahan akibat pengeluaran tersebut.
Perbaikan
Perbaikan atau lebih tepat disebut “membuat menjadi lebih baik”, bisa dilakukan dengan berbagai macam bentuk. Kadang-kadang suatu perbaikan merupakan penggantian suatu subbagian dari suatu aktiva produktif dengan unit yang baru.
Pengeluaran untuk perbaikan harus mendebetkan ke rekening aktiva yang bersangkutan atau ke rekening akumulasi depresiasi. Sebagai contoh misalkan PT Bromo pada tanggal 1 Januari 1994, melakukan pengeluaran sebesar Rp2.000.000 untuk reparasi besar (bukan reparasi rutin) pada mesin truknya. Perbaikan ini akan memperpanjang masa pemakaian truk dengan satu tahun lagi. Dengan demikian pengeluaran telah menarik sebagian dari depresiasi yang telah dilakukan atas truk. Dengan demikian akumulasi depresiasi menjadi terlalu tinggi dengan adanya pengeluaran modal ini. Jurnal untuk mencatat perbaikan adalah :
Jan. 1 Akumulasi Depresiasi - Truk Rp 2.000.000
Kas Rp 2.000.000
Apabila reparasi besar tidak menambah masa manfaat, maka pengeluaran diperlakukan seperti halnya penambahan. Sebagai contoh pada tanggal 1 Maret perusahaan mengganti semua kaca jendela pada gedung kantor yang semula kaca bening menjadi kaca rayban sebesar Rp5.000.000. Karena pengeluaran ini tidak menambah masa manfaat gedung, maka jurnal yang dibuat untuk mencatat pengeluaran tersebut adalah :
Maret 1 Gedung Rp 5.000.000
Kas Rp 5.000.000
Akuntansi untuk perbaikan yang menyangkut penggantian besar, tergantung pada apakah nilai buku unit yang diganti dapat segera ditentukan atau tidak. Apabila nilai buku tidak dapat ditentukan, maka pengeluaran untuk perbaikan didebetkan ke rekening aktiva tetap atau ke rekening akumulasi depresiasi seperti uraian di atas, tetapi jika nilai bukunya dapat ditentukan maka nilai buku unit yang diganti harus dikeluarkan dari pembukuan, dan pengeluaran untuk perbaikan didebetkan ke rekening aktiva tetap yang bersangkutan.
F. PENGHENTIAN PENGGUNAAN AKTIVA TETAP
Jika aktiva tetap sudah kurang bermanfaat lagi karena habis umur ekonomisnya atau tidak layak lagi untuk dipakai terus karena sudah ketinggalan zaman karena munculnya mesin baru yang dapat memproduksi barang yang mutunya baik dan lebih menghemat biaya, maka aktiva lama tersebut harus dihentikan pemakaiannya dan dibuat jurnal untuk mengeluarkan aktiva tersebut.
Ada beberapa cara penghentian pemakaian suatu aktiva tetap, antara lain :
1. dibuang atau dihancurkan karena sudah habis umur ekonomisnya
2. dijual
3. ditukar dengan aktiva tetap yang baru
Untuk melukiskan akuntansi atas penghentian pemakaian aktiva tetap, misalkan CV. Citarum menghentikan pemakaian printer computer yang memiliki harga perolehan Rp 3.200.000. Pada saat dihentikan, akumulasi depresiasi aktiva tetap juga berjumlah Rp 3.200.000. Jurnal untuk mencatat penghentia pemakaian aktiva tersebut adalah :
Akumulasi Depresiasi – Peralatan Kantor Rp 3.200.000
Peralatan Kantor Rp 3.200.000
Apabila suatu aktiva tetap dihentikan dari pemakaian sebelum aktiva tersebut didepresiasi penuh, maka perusahaan akan mengalami kerugian. Rugi akibat penghentian pemakaian aktiva tetap dilaporkan dalam laporan rugi – laba pada bagian biaya dan kerugian lain – lain. Misalkan PT Raung menghentikan pemakaian sebuah mesin yang memiliki harga perolehan Rp 18.000.000. pada saat dihentikan, mesin tersebut telah didepresiasi sebesar Rp 14.000.000. jurnal untuk mencatat penghentian pemakaian mesin tersebut adalah sebagai berikut :
Akumulasi Depresiasi – Mesin Rp 14.000.000
Rugi Penghentian Aktiva Tetap Rp 4.000.000
Mesin Rp 3.200.000
Apabila suatu aktiva tetap dijual, maka nilai buku aktiva tersebut harus dibandingkan dengan hasil penjualannya. Perusahaan mendapat laba, jika hasil penjualan lebih tinggi dari nilai buku aktiva yang dijual. Sebaliknya, perusahaan menderita rugi apabila hasil penjualan lebih kecil daripada nilai bukunya.
§ Laba Penjualan Aktiva Tetap
Misalkan pada tanggal 1 Juli 1992, CV Ciliwung menjual sebuah kendaraan dengan harga Rp 16.000.000. mobil tersebut dibeli perusahaan dengan harga perolehan Rp 60.000.000, dan sampai dengan tanggal 1 Januari 1992 telah didepresiasi sebesar Rp 41.000.000. biaya depresiasi selama 6 bulan untuk tahun 1992 berjumlah Rp 8.000.000.
Harga perolehan kendaraan 60.000.000
Kurangi : akum. Depresiasi (41.000.000 + 8.000 000) 49.000.000
Nilai buku pada tanggal penjualan 11.000.000
Hasil penjualan mobil 16.000.000
Laba penjualan mobil 5.000.000
Juli 1 Biaya Depresiasi Mobil Rp 8.000.000
Akumulasi Depresiasi Mobil Rp 8.000.000
Kas Rp 16.000.000
Akumulasi Depresiasi Mobil Rp 49.000.000
Mobil Rp 60.000.000
Laba Penjualan Aktiva Tetap Rp 5.000.000
§ Rugi Penjualan Aktiva Tetap
Dari contoh di atas, misalkan bahwa CV. Ciliwung menjual mobil tersebut dengan harga Rp 9.000.000. dalam hal ini perusahaan menderita rugi sebesar Rp 2.000.000 (Rp 11.000.000 – Rp 9.000.000)
Juli 1 Kas Rp 9.000.000
Akumulasi Depresiasi Mobil Rp 49.000.000
Rugi Penjualan Aktiva Tetap Rp 2.000.000
Mobil Rp 60.000.000
Pertukaran aktiva tetap sering terjadi dalam praktik, karena perusahaan biasanya ingin terus menyempurnakan aktivanya agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Nilai wajar aktiva biasanya ditetapkan sebesar harga pasar aktiva pada saat terjadi pertukaran.
· Pertukaran Antara Aktiva Tidak Sejenis
Pertukaran antara aktiva tidak sejenis bisa melibatkan berbagai macam aktiva. Dalam hal pertukaran aktiva tidak sejenis, aktiva yang baru mempunyai fungsi yang berbeda dengan aktiva yang lama. Oleh karena itu, laba atau rugi harus diakui jika pertukaran terjadi antara aktiva yang tidak sejenis.
a). Perlakuan jika diperoleh laba
Misalkan CV. Cisadane memutuskan untuk menukarkan peralatan angkutan yang lama ditambah kas sebesar Rp 31.000.000 dengan sebidang tanah. Pada saat ini nilai buku peralatan angkutan yang lama adalah Rp 12.00.000 (harga perolehan Rp 40.000.000 dikurangi akumulasi depresiasi Rp 28.000.000). harga pasar peralatan angkutan lama adalah Rp 19.000.000.
Harga perolehan tanah = harga pasar peralatan angkutan lama + kas yang dibayar
= Rp 19.000.000 + 31.000.000
= Rp 50.000.000
Laba pertukaran = harga pasar peralatan angkutan lama – nilai buku peralatan angkutan lama
= Rp 19.000.000 – Rp 12.000.000
= Rp 7.000.000
Jurnal untuk mencatat transaksi di atas adalah sebagai berikut :
Tanah Rp 50.000.000
Akumulasi Depresiasi Tanah Rp 28.000.000
Kas Rp 31.000.000
Peralatan Angkutan Rp 40.000.000
Laba Pertukaran Aktiva Tetap Rp 7.000.000
b). Perlakuan jika terjadi rugi
Dari contoh di atas, apabila harga pasar peralatan angkutan lama hanya Rp 3.000.000.
Harga perolehan tanah = harga pasar peralatan angkutan lama + kas yang dibayar
= Rp 3.000.000 + 31.000.000
= Rp 34.000.000
Rugi pertukaran = harga pasar peralatan angkutan lama – nilai buku peralatan angkutan lama
= Rp 3.000.000 – Rp 12.000.000
= Rp 9.000.000
Jurnal untuk mencatat transaksi di atas adalah sebagai berikut :
Tanah Rp 34.000.000
Akumulasi Depresiasi Tanah Rp 28.000.000
Rugi Pertukaran Aktiva Tetap Rp 9.000.000
Kas Rp 31.000.000
Peralatan Angkutan Rp 40.000.000
· Pertukaran Antara Aktiva Sejenis
Pertukaran antara aktiva sejenis melibatkan aktiva yang sama tipenya. Dalam hal pertukaran aktiva sejenis, aktiva yang baru mempunyai fungsi yang sama dengan aktiva yang lama. Akuntansi untuk pertukaran aktiva tetap sejenis, tergantung apakah dalam pertukaran tersebut terjadi laba atau rugi.
1. apabila pertukaran aktiva lama mendatangkan laba, maka laba tersebut harus diperlakukan sebagai pengurang terhadap harga perolehan aktiva baru (jadi tidak dikreditkan sebagai laba pertukaran)
2. apabila pertukaran aktiva lama mengakibatkan kerugian, maka kerugian tersebut bisa segera diakui seperti halnya dalam akuntansi untuk pertukaran aktiva tidak sejenis.
a) Perlakuan bila diperoleh laba
Laba tidak diakui karena aktiva baru mempunyai fungsi yang sama dengan aktiva lama. Dengan demikian proses memperoleh keuntungan aktia lama dianggap belum selesai. Oleh karena itu, laba yang diperoleh dari pertukaran aktiva sejenis harus ditangguhkan dengan cara menurunkan harga perolehan aktia baru.
Misalkan CV. Kapuas menukarkan peralatan angkutan yang lama dengan peralatan angkutan baru. Nilai buku peralatan lama adalah Rp 12.000 .000. nilai buku peralatan lama adalah Rp 12.000.000 (harga perolehan Rp. 40.000.000 dikurangi akumulasi depresiasi Rp 28.000.000), sedangkan harga pasarnya Rp 19.000.000 dan kas yang dibayarkan Rp 31.000.000.
Harga perolehan peralatan baru = harga pasar peralatan angkutan lama + kas
(sebelum dikurangi laba) yang dibayar
= Rp 19.000.000 + 31.000.000
= Rp 50.000.000
Laba pertukaran = harga pasar peralatan lama – nilai buku peralatan lama
= Rp 19.000.000 – Rp 12.000.000
= Rp 7.000.000
Harga perolehan peralatan baru = harga perolehan peralatan baru (sebelum (setelah dikurangi laba pertukaran) dikurangi laba) – laba pertukaran
= Rp 50.000.000 – Rp 7.000.000
= Rp 43.000.000
Jurnal untuk mencatat transaksi di atas adalah sebagai berikut :
Peralatan Angkutan (baru) Rp 43.000.000
Akumulasi Depresiasi Peralatan Rp 28.000.000
Kas Rp 31.000.000
Peralatan Angkutan Rp 40.000.000
b). Perlakuan jika terjadi rugi
Apabila perusahaan menderita rugi dalam pertukaran aktiva tetap sejenis, maka transaksi tersebut dicatat dengan cara yang sama seperti pertukaran aktica tidak sejenis. Dalam hal ini, kerugian tidak ditangguhkan, melainkan langsung diakui pada periode yang bersangkutan. Prinsip akuntansi tidak mengizinkan untuk menunda pengakuan kerugian, karena hal tersebut akan menaikkan harga perolehan aktiva baru di atas harga pasarnya.
Misalkan harga pasar peralatan lama dalam contoh di atas adalah Rp 10.000.000.
Harga perolehan peralatan baru = harga pasar peralatan lama + kas yang dibayar
= Rp 10.000.000 + 31.000.000
= Rp 41.000.000
Rugi pertukaran = harga pasar peralatan lama – nilai buku peralatan lama
= Rp 10.000.000 – Rp 12.000.000
= Rp 2.000.000
Jurnal untuk mencatat transaksi di atas adalah sebagai berikut :
Peralatan Angkutan (baru) Rp 41.000.000
Akumulasi Depresiasi Peralatan Rp 28.000.000
Rugi Pertukaran Aktiva Tetap Rp 2.000.000
Kas Rp 31.000.000
Peralatan Angkutan (lama) Rp 40.000.000
G. PENYAJIAN DALAM LAPORAN KEUANGAN
Pada umumnya aktiva tetap harus dilaporkan dengan cukup jelas, dan bilamana perlu diberi catatan tambahan, baik dalam laporan itu sendiri ataupun dalam catatan atas laporan keuangan. Selain itu, metode depresiasi yang digunakan untuk tahun yang bersangkutan juga disebutkan. Contoh penyajian aktiva tetap dalam neraca adalah sebagai berikut :
Neraca sebagian Aktiva Tetap Tanah Rp. 100.000.000 Peralatan Rp. 10.000.000 Akum. Depresiasi Peralatan 1.000.000 Rp. 9.000.000 Gedung Rp. 50.000.000
Rp. 45.000.000 Kendaraan Rp. 80.000.000
Jumlah Aktiva Tetap Rp.226.000.000 |
KESIMPULAN
Aktiva tetap berwujud adalah aktiva tetap yang mempunyai bentuk fisik dan sifat tetap atau permanen, dibeli untuk digunakn dalam kegiatan normal perusahaan, tidak untuk dijual kembali dan nilainya cukup besar atau cukup material. Aktiva tetap berwujud biasanya digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu tanah, gedung, peralatan, dan kendaraan.
Harga perolehan meliputi semua pengeluaran yang diperlukan untuk mendapatkan aktiva tersebut, dan pengeluaran lain agar aktiva siap untuk digunakan dalam kegiatan normal perusahaan, antara lain yaitu harga beli aktiva yang bersangkutan ditambah biaya angkut, pemasangan, asuransi pengangkutan, percobaan, komisi, balik nama dan lain – lain.
Depresiasi adalah proses pengalokasian harga perolehan aktiva tetap menjadi biaya selama masa manfaatnya dengan cara rasional dan sistematis, yang diperlukan agar dapat dilakukan penandingan yang tepat antara pendapatan dengan biaya, sebagaimana diminta oleh prinsip penandingan. Ada 4 faktor yang mempengaruhi besarnya beban depresiasi aktiva tetap setiap periode akuntansi yaitu : besarnya harga perolehan aktiva tetap, jumlah taksiran nilai sisa/residu setelah aktiva tetap tidak dipakai, taksiran umur ekonomis, dan pemilihan metode penyusutan yang digunakan.
Ada 5 metode depresiasi, antara lain : Metode Garis Lurus, Metode Saldo Menurun, Metode Jumlah Angka Tahun, Metode Satuan Produksi, dan Metode Jam Kerja. Jika aktiva tetap sudah kurang bermanfaat, maka aktiva tersebut dihentikan pemakaiannya dengan cara dibuang atau dihancurkan karena sudah habis umur ekonomisnya, dijual, ditukar dengan aktiva tetap yang baru. Pada pertukaran antara aktiva tidak sejenis laba atau rugi harus diakui. Sedangkan, pada pertukaran antara aktiva sejenis, jika mendatangkan laba maka harus diperlakukan sebagai pengurang terhadap harga perolehan aktiva baru, tetapi jika rugi maka segera diakui seperti halnya pada pertukaran aktiva tidak sejenis.
DAFTAR PUSTAKA
Yunus, Hudori dan Harmanto. 1993. Akuntansi Keuangan Lanjutan. Yogyakarta : BPFE UGM.
AL. HARYONO. 1995. Dasar – Dasar Akuntansi. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.
SR. Soemarsono. 1999. Akuntansi Suatu Pengantari. Jakarta : Rineka Cipta..
Moelyati. Dra, Sucipto, Drs. 2000. Siklus Akuntansi. Jakarta : Yudhistira