BAB 1
PENDAHULUAN
Akuntansi merupakan suatu sistem untuk menghasilkan informasi keuangan yang digunakan oleh pemakainya untuk menghasilkan keputusan bisnis. Tujuan informasi ini adalah memberikan petunjuk dalam memilih tindakan yang paling baik untuk mengalokasikan sumber daya yang langka pada aktivitas bisnis dan ekonomi. Namun pemilihan dan penetapan suatu keputusan bisnis juga melibatkan aspek - aspek keperilakuan dari pengambil keputusan. Dengan demikian, akuntansi tidak dapat dilepaskan dari aspek perilaku manusia serta kebutuhan organisasi akan informasi yang dapat dihasilkan oleh akuntasi. Akhirnya akuntansi bukanlah sesuatu yang statis, akan tetapi selalu berkembang agar dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh penggunanya.
Audit
pada saat ini menjadi bagian penting dalam dunia akuntansi. Selain pemahaman
umum atas pentingnya fungsi audit, peningkatan atas keberadaan auditor dan
lembaganya juga menambah pemahaman umum terhadap audit. Lebih lanjut lagi,
tuntutan-tuntutan hukum yang biasanya dihadapi oleh auditor dan kerugian
keuangan yang terkait dengan tuntutan tersebut memunculkan berbagai dimensi
keperilakuan pada diri auditor, khususnya aspek-aspek yang terkait dengan
proses pengambilan keputusan dan aktivitas auditor dalam mempertimbangkan
sesuatu sebelum mengambil keputusan. Terdapat banyak hal yang perlu
dipertimbangkan sebagai data pendukung dalam pengambilan keputusan yang
mengarah pada aspek keperilakuan auditor.
Salah satu karakteristik yang membedakan
akuntan publik dengan auditor internal
berkaitan dengan keterikatan secara pribadi. Akuntan publik terikat dengan
catatan – catatan suatu organisasi dan prinsip – prinsip akuntansi yang
dibangun oleh badan profesi akuntansi. Sebaliknya, auditor internal terkait
dengan aktivitas – aktivitas manajemen dan orang-orang yang menjalankan operasi
organisasi. Selain itu, auditor internal juga berkaitan dengan standar yang
biasanya dikembangkan oleh bagian lain dengan memastikan kepatuhan terhadap
prosedur, undang – undang serta praktik bisnis yang bersih. Praktik ini
meliputi pelaksanaan praktik yang ekonomis dan operasi yang efisien serta
penetapan standar operasional untuk pencapaian efektivitas.
Hakikat dari audit
adalah proses pembuktian oleh orang independen (imparsial) terhadap suatu
asersi manajemen dengan menggunakan judment (pertimbangan) dan bukti yang
membuktikan (evindential matter). Pengauditan adalah suatu kegiatan yang
penting. Setiap organisasi atau perusahaan selayaknya secara suka rela
melakukan audit untuk memberikan umpan balik atas kinerja yang telah dilakukan.
Audit dilakukan oleh auditor yang jati dirinya adalah seorang manusia. Komputer
atau malahan robot sekalipun bisa saja membantu proses pengauditan, tetapi
tetap saja manusia yang menentukan dalam memberikan pertimbangan dan
pengambilan keputusan. Manusia dengan segala keterbatasannya akan menentukan kualitas pertimbangan yang
dihasilkan. Ada faktor human being ( keinginan manusia), emosi dan
subjektivitas.
Menurut siegel dan Marconi (1989)
seharusnya auditor terlepas dari fakto-faktor personalitas dalam melakukan
audit. Personalitas akan bisa menyebabkan kegagalan audit sekaligus membawa
resiko yang tinggi bagi auditor. Untuk itu risiko inheren dalam audit harus
diperhitungkan dengan baik. Ada dua tipe yang dihadapi oleh auditor;
1. Auditor
dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap lingkungan audit.
2.
Auditor harus menyelaraskan dan
sinergi dalam pekerjaan kelompok, sehingga perlu ada proses riview di dalamnya. Interaksi ini akan
banyak menimbulkan proses keperilakuan dan sosial.
Dalam lingkungan yang kompetitif, kantor
akuntan publik (KAP) harus secara teratur memonitor praktik-praktik terbaik
yang menjamin profesionalisme karyawan secara efektif dan efisien. Penempatan
staf yang cocok dalan tim audit menjadi sesuatu yang harus diperhatikan. Tim
adalah kelompok. Banyak pertimbangan audit yang dibuat oleh
kelompok,sebagaimana halnya individu. Interaksi kelompok merupakan fungsi dari
preferensi individu yang ada di dalamnya.
Penelitian psikologi
menunjukkan bahwa pengambilan keputusan kelompok memiliki kinerja yang lebih
menguntungkan daripada pengambilan keputusan secara individual. Ivancevch dan
Mattenson (2002) menyebutkan yang dimaksud dengan kelompok adalah dua orang
atau lebih berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Ada dua tipe
kelompok yaitu kelompok formal dan kelompok non formal, kelompok formal terdiri
dari ; perintah, tugas dan tim. Sedangkan yang non formal ; terdiri dari kelompok
kepentingan dan pertemanan.
Dari penjelasan diatas
dapat disimpulkan bahwa audit internal mengevaluasi aktivitas yang dilakukan
oleh orang – orang dan dengan demikian terdapat hubungan pribadi antara orang
yang melakukan evaluasi dengan orang yang dievaluasi dan dengan para auditor. Hubungan
antara dua kelompok yang menjadi subjek konflik atau subjek sinerji saling
berkaitan. Audit internal seharusnya menguasai hubungan interpersonal dalam
menawarkan penilaian terhadap keduanya dalam usaha audit. Oleh karena itu,
sejumlah aktivitas interpersonal yang dapat menilai hubungan positif dan dapat
diharapkan untuk berhasil dalam praktik audit internal.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Memotivasi
Pihak Yang Diaudit
Motivasi
merupakan alat bantu keperilakuan terbesar bagi audit internal. Dalam teori
motivasi, dikenal dengan lima kebutuhan pokok Maslow. Dua dari kebutuhan pokok
tersebut adalah keinginan untuk menjadi bagian dari organisasi dan kebutuhan
untuk diterima dan dikenal, sehingga dapat melayani auditor internal secara
baik.
A.
Kebutuhan Menjadi Bagian dari Organisasi
Bagian audit
merupakan bagian dari keseluruhan organisasi yang berdedikasi untuk memperbaiki
operasi organisasi tersebut. Pihak yang diaudit dapat dijanjikan bahwa pendapat
mereka akan diterima dan dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam pertimbangan
keseluruhan manajemen guna memperbaiki kondisi operasi organisasi. Para auditor
diminta untuk mendekati pihak yang diaudit dengan bahasa yang memperkuat
kebutuhan ini dan potensi penyelesaian serta dengan mempercayai pihak yang diaudit
untuk membantu atau mengambil bagian atas pencapaian tujuan dari pekerjaan
audit sekarang. Hal ini harus dicapai melalui jaminan dari pihak yang diaudit
bahwa sikap positif mereka akan dicerminkan secara langsung ataupun tidak
langsung dalam laporan audit.
B.
Menghormati Diri Sendiri dan Orang Lain
Kebutuhan akan
rasa hormat ini dapat dikaitkan dengan keyakinan pihak yang diaudit untuk
bertindak langsung dalam kerja sama dengan staf audit untuk mengidentifikasikan
bidang – bidang yang bermasalah, membantu dalam investigasi terhadap kinerja,
serta mengembangkan tindakan – tindakan korektif. Aspek terpenting disini
adalah auditor mengidentifikasikan tindakan – tindakan pihak yang diaudit
secara langsung sebagai bagian dari usaha audit. Pihak yang diaudit biasanya
akan menerima rasa hormat dan respons manajemen melalui penerapan audit yang
merupakan bagian dari manajemen yang berpengaruh dalam melakukan perbaikan
operasional manajemen.
2.
Hubungan
dengan Gaya Manajemen
Terdapat empat
gaya manajemen (kepemimpinan) secara umum. Keempat gaya manajemen tersebut
yaitu :
a. Gaya
mengarahkan
Gaya mengarahkan
berarti pemimpin memberikan intruksi spesifik dan mengawasi penyelesaian
pekerjaan dari dekat.
b. Gaya
melatih
Gaya melatih berarti
pemimpin tidak hanya memberikan pengarahan dan mengawasi penyelesaian tugas
dari dekat, tetapi juga menjelaskan keputusan, menawarkan saran, dan mendukung
kemajuan bawahannya.
c. Gaya
mendukung
Gaya mendukung berarti
pemimpin memudahkan dan mendukung upaya bawahan untuk penyelesaian tugas serta
berbagi tanggung jawab dalam pembuatan keputusan dengan bawahan.
d. Gaya
mendelegasikan
Gaya mendelegasikan berarti
pemimpin menyerahkan tanggung jawab pembuatan keputusan dan pemecahan masalah
kepada bawahan secara relative utuh.
Masing – masing gaya
manajemen tersebut mempunyai perbedaan yang luas dan semuanya mencerminkan
filosofi serta pendekatan manajemen terhadap para manajer. Menggunakan suatu
pendekatan audit yang konflik dengan filosofi manajemen dari manajemen pihak
yang diaudit akan menyebabkan audit menjadi tidak popular dan menimbulkan
kesulitan – kesulitan dalam perolehan bantuan serta kerja sama secara sukarela.
Dari
keempat gaya tersebut, gaya pertama dan gaya terakhir merupakan yang terpenting
untuk didiskusikan. Pada gaya pertama, aturan – aturan manajemen dipatuhi
secara sangat ketat. Auditor seharusnya tidak membuat ikatan – ikatan dengan
staf tanpa persetujuan manajemen. Akan tetapi, hal ini membuat auditor
kesulitan untuk memperoleh informasi maupun akses terhadap informasi, sehingga
harus diambil langkah lain. Auditor seharusnya mencoba untuk bekerja sama
dengan seluruh manajemen dalam proses audit. Hubungan yang akrab dan berulang
dapat meyakinkan pihak manajemen bahwa auditor berada di pihak mereka. Oleh
karena itu, kejujuran dalam berdiskusi dapat menyakinkan manajemen bahwa tujuan
audit adalah untuk mengembangkan desain guna membantu memperbaiki operasi.
Selain itu, dibutuhkan suatu pola perilaku audit yang dapat mewujudkan hubungan
dengan manajemen karyawan yang bergaya pelatih.
Sebagaimana
dengan gaya mendelegasikan, auditor seharusnya mengambil pendekatan bahwa
mereka merupakan bagian dari tim manajemen dan bertindak sebagai rekan kerja
atau konsultan. Bila audit dilakukan menggunakan pendekatan audit tradisional,
maka auditor akan mempercayai atau mau membantu audit tersebut secara penuh.
Auditor sebaiknya memilih pendekatan yang membuatnya dapat berhubungan dengan
kelompok pihak yang diaudit.
Perubahan Manajemen
Salah
satu masalah terbesar yang dimiliki oleh auditor adalah “menjual” perubahan –
perubahan yang akan dijalankan melalui implementasi dan temuan audit. Ilmu
social telah mengidentifikasikan sejumlah alas an mengapa orang tidak
menginginkan perubahan metode operasi mereka. Ada tiga hal yang mungkin
merupakan faktor terpenting yang menimbulkan keengganan untuk melakukan
perubahan :
1. Ketakutan
terhadap apa yang tidak diketahui, yaitu apa yang akan dibawa oleh perubahan
tersebut.
2. Aspek
birokrasi dari kenyataan perubahan, baik secara horizontal maupun vertical.
3. Aspek
ego, dengan adanya perubahan, maka metode sekarang dianggap tidak efisien atau
tidak layak.
Oleh
sebab itu auditor seharusnya mengambil tindakan pasti untuk menghilangkan
ketakutan atau pertentangan dari pihak yang diaudit. Dalam kasus ketakutan dari
ketidaktahuan, auditor seharusnya berhati-hati dalam menelaah kemungkinan dari
pihak yang diaudit untuk menghasilkan perubahan, baik berdampak bagus maupun
yang tidak begitu bagus. Pihak yang diaudit seharusnya diberitahu mengenai
metodologi atau penyelesaian yang dapat digunakan dan secara aktif menasihati
mencari tahu mengenai metode – metode yang direkomendasikan.
Aktivitas
aspek birokrasi yang penting untuk mengakomodasi perubahan. Disini pihak yang
diaudit dapat mempunyai kesempatan untuk membantu mendesain metode baru dan
memastikan bahwa metode tersebut tidak akan menimbulkan gangguan terhadap
operasi sekarang. Dengan demikian pihak yang diaudit mampu membantu dalam
mendesain perubahan sebagaimana mereka mempengaruhi hubungan internal, baik
secara vertical maupun horizontal. Terkait dengan masalah ini, beberapa
pendekatan yang dapat diambil antara lain meliputi:
1. Auditor
internal seharusnya melihat perubahan audit dengan cara pandang manajer.
2. Konsep
auditor terhadap pengendalian seharusnya sejauh mungkin menyerupai konsep –
konsep manajemen.
3. Auditor
seharusnya mengutamakan suatu pendekatan partisifatif.
4. Auditor
seharusnya menjadi suatu audit yang seimbang, tidak sebagai suatu yang
menghakimi.
5. Auditor
seharusnya melengkapi kegagalan dari suatu pendekatan manajemen.
6. Auditor
internal seharusnya mencoba untuk bertindak sebagai seorang penasihat dan bukan
sebagai seorang kebijakan.
Guna mengurangi konfrontasi dan sifat
statis, auditor internal seharusnya meyakinkan bahwa perubahan adalah evolusi
bukan revolusi. Perubahan seharusnya dipandang sebagai perbaikan suatu operasi
yang sebenarnya tidak salah. Audit hanya membantu membuat operasi tersebut
menjadi lebih efisien dan efektif. Walaupun pada saat sekarang operasi tersebut
tidak rusak atau cacat, tetapi operasi tersebut akan dapat diperbaiki lebih
jauh lagi dengan bantuan pihak yang diaudit. Pandangan – pandangan yang
demikian, menjadi penting untuk diperhatikan sebab cara pandang tersebut akan
mampu menjadi monivator untuk melakukan kegiatan – kegiatan perbaikan secara
berlanjut di lingkungan organisasi yang berubah secara simultan.
3.
Pengelolaan
Konflik
Konflik adalah
suatu karakteristik yang kerap kali terjadi pada proses audit (Chambers at al.,
1987). Konflik sering kali membantu pencapaian tujuan audit, tetapi jika tidak
ditangani lebih awal, maka konflik akan menjadi lebih tajam dan luas. Konflik
dapat terjaadi dalam hal – hal seperti berikut :
1. Lingkup
seperti terhadap manajemen.
2. Tujuan
sebagaimana terhadap auditor eksternal.
3. Tanggung
jawab seperti layanan manajemen.
4. Nilai
dominasi atau persepsi terhadap peran audit dari kacamata pihak yang diaudit.
Dalam
bidang akuntansi, konflik dapat terjadi antara auditor yang cenderung
mempertahakan profesionalismenya dan pihak yang diaudit yang cenderung
mempertahankan lembaga atau keinginannya. Dapat disimpulkan bahwa ketika
seorang auditor bekerja pada suatu lembaga bisnis professional, yang
dikelilingi oleh suatu birokrasi, konflik dan hilangnya nilai – nilai serta
norma – norma profesionalisme akan muncul. Di pihhak lain, sikap dan keyakinan
yang berkaitan dengan lingkungan anggota seprofesi sering kali dibentuk oleh
kondisi birokrasi.oleh karena itu, sikap yang dimunculkan oleh satu atau
beberapa orang professional yang mempertahankan nilai – nilai profesionalismenya
akan cenderung menjadi pemicu konflik.
Aranya dan Ferris
(1984) telah melakukan survey terhadap auditor dan dapat kesimpulan menyatakan
bahwa:
1. Konflik
yang terjadi pada organisasi profesi akuntan lebih tinggi dibandingkan dengan
konflik yang terjadi pada akuntan yang bekerja dilingkungan organisasi bisnis
bukan profesi.
2. Dalam
organisasi professional, tingkat konflik yang diterima berbanding terbalik
dengan posisi individu dalam suatu birokrasi.
3. Persepsi
konflik berhubungan secara negative dengan kepuasan kerja dan berhubungan
secara positif dengan kecenderungan untuk berpindah kerja.
Konflik akan muncul
ketika di dalam organisasi bisnis profesional terdapat sebagian orang yang
memegang teguh nilai –nilai profesionalismenya, sementara sebagian lainnya
tidak bahkancenderung untuk menghilangkan nilai – nilai tersebut. Ada empat
metode khusus
yang secara umum digunakan untuk
menyelesaikan konflik:
a. Arbitrasi
b. Mediasi
c. Kompromi
d. Langsung
Keempat
metode tersebut mencoba untuk mencapai suatu posisi yang dianggap adalah yang
terbaik bagi organisasi. Metode tersbut tidak selalu mencoba untuk meredakan
perasaan dari masing – masing kelompok yang mengalami konflik. Metode yang
terbaik dan paling sering digunakan dalam pendekatan keperilakuan adalah metode
kompromi, jika perbedaan masih dapat di kompromikan. Metode terbaik lainnya
yaitu mediasi. Mediasi merupakan jenis metode kompromi dengan pengecualian
bahwa mediasi yang menggunakan sseorang juri cenderung memegang teguh
kepentingan – kepentingan organisasi. Pada metode arbitrasi, ketika terjadi
suatu konflik muncullah kelompok ketiga yang menjadi suatu harapan penyelesaian
konflik dalam organisais tersebut.
4.
Masalah
– Masalah Konflik
Brink
dan Witt (1982) mempunyai daftar konsep yang akan membantu untuk
memperlakukan orang dengan lebih baik.
Konsep – konsep tersebut merupakan perilaku langsung dan kemungkinan dapat
dimanfaatkan untuk semua hubungan singkat perusahaan. Konsep tersebut meliputi
:
1. Terdapat
variasi umum dalam kemampuan dan sifat – sifat dasar individu. Auditor
seharusnya menyadari adanya perbedaan ini dan mempertimbangkan dalam kaitannya
dengan karyawan pihak yang diaudit.
2. Pengaruh
terbesar terhadap perasaan - perasaan dan emosi seharusnya juga
dipertimbangkan. Auditor seharusnya mengidentifikasi keberagaman peranan dan
mencoba menangani hal tersebut secara efektif.
3. Keragaman
persepsi seharusnya juga dipertimbangkan. Staf pihak yang diaudit tidak
memandang dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh stf audit. Beragam
pengalaman, pendidikan, dan lingkungan dari kedua kelompok menghasilkan
dikotomi terhadap sikap dan interprestasinya. Perbedaan ini dapat berdampak
serius pada komunikasi dan dapat menjadi sumber yang konstan dari sikap –sikap
yang kurang menyenagkan jika tidak di pertimbangkan secara hati – hati.
4. Ukuran
kelompok pihak yang diaudit dapat berpengaruh pada hubungan. Variasi dari apa
yang disebut sebagai kelompok dinamis menghasruskan auditor untuk memodifikasi
pendekatan secara teknis ketika melakukannya dengan kelompok yang lebih luas.
Hal disebabkan karena banyak pendekatan teknis yang tidak mengintegrasikan
seluruh variasi perilaku.
5. Pengaruh
dari berbagai situasi operasional sebagi suatu variasi akhir. Setiap perubahan
situasi mempengaruhi perasaan dan tindakan seseorang. Auditor seharusnya
memasukkan variasi ini ke dalam pertimbangan pada hubungan interpersonal.
5.
Karakteristik
Umum Individu
Brink dan Witt
(1982) juga telah membuat suatudaftar mengenai karakteristik kelompok individu
dari orang-orang yang beradadalam berbagai tingkatan. Auditor seharusnya
mempertimbangkan hal tersebut karena hal ituberpengaruh terhadap
kepribadian,sikap,dan aktivitas. Pengetahuan dan pertimbangan atas perbedaan
inidapat membantu untuk memastikan hubungan yang lebih harmonis. Pada umumnya
sifat yang muncul pada berbagai tingkatan dalam setiap individudari pihak yang
diaudit meliputi :
a. Menjadi
Produktif, sibuk padapekerjaan-pekerjaan yang bermakn.
b. Mempunyai
dorongan kearah dedikasi terhadap suatuusaha yang dianggap penting.
c. Mempunyai
keinginan untuk melayani dan memberikan bantuan kepada individu lain.
d. Bebas
ubtukmemilihguna mendapatkan indenpendensi dan kebebasan pilihan.
e. Memiliki
sifat yang adil dan jujur.
f. Memiliki
bias pada diri sendiri,tercermin pada sikap yang lebih suka dipuji dibandingkan
dengan kritik.
g. Mencari
kepuasan diri sendiri.
h. Memiliki nilai untukmendapatkan imbalan atas usahanya.
i.
Bersikap seperti orang-orang yang patuh
dan dapat beradaptasi secara baik.
j.
Menjadi bagian tim yang sukses.
k. Memiliki
rasa haru atas bencana yang menimpa orang lain.
l.
Memiliki keterkaitan pada pemaksimalan
kepuasan diri sendiri.
m. Lebih
cenderung untuk sensitive dibandingkandengan membantu orang.
6.
Kesadaran
pada diri sendiri
Dalam suatu situasi
dimana terdapat banyak hubungan interpersonal sebagaimana yang terdapat didalam
audit internal, merupakan hal penting untuk menyadari dan memegang teguh
keseimbangan serta untuk memandabg diri sendiri sebagaimana orang lain
memandangnya (Ratclff et al,1988). Beberapa elemen utama dari aspek yang
terpenting kondisi ini adalah:
1. Adanya
pengetahuan terhadap kekuatan dan kelemahan orang lain dalam berhubungan secara
mental ,fisik dan karakterisrik pribadi.
2. Rasa
memiliki terhadap produktivitas dan kepuasan kelompok kerja.
3. Kesadaran
terhadap perintah dasar dalamlingkungan relative yang dimilki seseorang dimana
orang tersebut harus menyesuaikan diri dengan kelompok organisasi yang luas.
4. Suatu
keinginan untuk melayani kebutuhan- kebutuhan orang lain
5. Suatu
perasaan memiliki atas produktivitas yang didasarkan pada ego seseorang.
6. Suatau
perasaan keterpaduan yangberasal dari kepercayaan bahwa seseorang
berpartisipasi dalam suatu lingkungan secara etis.
7.
Komunikasi
secara Efektif
Komunikasi ini
terdiri atas wawancara, musyawarah, laporan lisan, laporan tertulis. Perintah seorang
auditor dengan menggunakan komunikasi yang efektif merupakan cara yang positif
untuk menciptakan lingkungan yang harmonis dalam menjalankan audit.
Terdapat unsur-unsur yang dipresentasikan baik
secara lisan maupun tulisan yang dipertimbangkan untuk memiliki hubungan
perilaku yang baik unsur tersebut adalah :
a. Jangan
bicara atau menulis dalam bentuk langsung sebab auditor bukanlah bagian dari
manajemen.
b. Jangan
menggunakan istilah-istilah yang berimplikasi pada kesalahan-kesalahan dari
pihak yang diaudit.
c. Jangan
menjadikan pihak yang diaudit sebagai pokok bahasan baik secara verbal maupun
tertulis.
d. Ketika
memberikan saran pertimbangkan sifat ego pihak yang diaudit sebab hal ini
berimplikasi kepadaanggapan mereka .
e. Mengijinkan
pihak yang diaudit untuk melakukan perubahan dalam bahasa laporan sepanjang
tidak mengubah subtansinya.
f. Jangan
berargumen atau berkomentar mengenai moralitas, karena auditor mencari fakta
dan tidak bertindak sebgai seorang penasihat yang berhungan dengan moral.
g. Menjaga
laporan dan memberikan keadilan.
h. Mengaitkan
dengan kondisi lingkungan ketika mencari penyebab dari temuanya.
i.
Mengizinkan paihak yang diaudit
sepanjang proses penyusunan laporan
untuk mengungkapkan pendapat
j.
Sopan dengan seluruh tingkatan staff
pihak yang diaudit dan menyambut manajemen pihak yang diaudit dengan rasa
hormat.
k. Melakukan
pertemuan dan wawancara dikantor pihak yangdiaudit.
l.
Mempertimbangkan kemungkinatekanan yang
muncul dalam diri pihak yang diaudit.
Menghadapi
banyaknya Oposisi
Terdapat tiga jenis pokok dari
banyaknya oposisi :
a. Suatu
indikasi yang menunjukan kurang pentingnya audit
b. Pihak
yangdiaudit bertindak dalam suatu gaya konfrontasional
c. Pihak
yang diaudit menolak untuk mengambil berbagai tindakan selama atau secara
audit.
8.
Pelaksanaan
Audit Partisipatif
Telah
menjadi suatu hal yang umum dalam audit bahwa inti dari kinerja audit yang baik
berasal daripendekatan keprilakuan. Elemen keprilakuan tersebut meliputi:
a. Pada
awal audit, tanyakan pada pihak yang diadit bidang mana yang akan diaudit.
b. Bangun
suatu pendekatan kerja sama dengan staf pihak yang diaudit dalam menilai.


c. Perolehan
persetujuan dan rekomendasi untuk tindakan koreksi
d. Dapatkan
persetujuan atas isi laporan
e. Memeasukan
informasi nyata pada laporan audit. Partisipasi didalam audit membantu
memecahkan berbagai permasalahan dan mengordinasikan tindakan korektif.Seluruh
keberhasilan diatas tergantung pada kredibilitas auditor atas kekejujuran.
Penggunaan Pengetahuan Keperilakuan
dalam Audit
Secara
umum penanganan keperilakuan organisasi adalah akibat dari berbagai hal berikut
;
1.
Kondisi, pada umumnya kualitas dri
struktur pengendalian internal.
2.
Motivasi atau kebutuhan dari karyawan
kantor untuk membentuk etika dan kejujuran.
3.
Sikap atas dasar karakteristik pribadi
dari seluruh tingkatan karyawan.
Diasumsikan
bahwa para auditor internal dalam setiap pekerjaannya selalu berhubungan dengan
karyawan – karyawan yang ada diorganisasi. Kedekatan ini menghasilkan posisi
evaluative yang memungkinkan karyawan untuk menerima atau menolak auditor, di
mana hal tersebut akan berdampak pada tingkat kebebasan auditor. Pengalaman dan
pemahaman atas aspek keperilakuan serta pertimbangan terkait memberikan kepada
auditor alat audit yang kuat.
Selain
masalah perilaku pihak yang diaudit, auditor internal juga perlu memahami
budaya organisasi. Porter et al (1985) dikatakan bahwa budaya organisasi
mempengaruhi sikap dan perilaku auditor. Untuk budaya organisasi, unsure –
unsure tercermin, antara lain :
1.
Komitmen karyawan
2.
Kualitas pelatihan dan Pengembangan staf
3.
Identitas perusahaan seperti kebijakan.
4.
Pembuatan keputusan.
5.
Fokus manajemen.
Oleh
karena itu, suatu audit tidak akan
menjadi kontradiktif ketika laporan audit dapat diterima dan di
implementasikan.
BAB
III
KESIMPULAN
Audit merupakan
salah satu bidang kajian akuntansi. Dalam audit tidak hanya dibicarakan tentang
teknik – teknik audit tetapi juga bagaimana auditor mengambil kebijakan untuk
menentukan suatu fakta. Sering kali, pertimbangan – pertimbangan yang diambil oleh
auditor menjadi penentu dalam memutuskan suatu masalah, terutama dalam hal
menetapkan pendapat. Untuk itu, sikap, persepsi, dan perilaku menjadi acuan
dalam pembahasan mengenai pertimbangan seorang auditor, baik auditor internal
maupun eksternal.
makasih mbak sangat membantu
BalasHapusGa isi daftar pustaka ya? Itu bagian mengutip kan seharusnya ada daftar pustaka
BalasHapusGa isi daftar pustaka ya? Itu bagian mengutip kan seharusnya ada daftar pustaka
BalasHapus