WeLcome to my Blog

Minggu, 03 Juli 2011

Asuransi

BAB I

PENDAHULUAN

Tidak seorang pun yang dapat meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang secara sempurna, karena di masa yang akan datang penuh dengan ketidakpastian. Risiko di masa mendatang dapat terjadi terhadap kehidupan seseorang misalnya kematian, sakit, dipecaat dari pekerjaan, kebakaran, kehilangan atau risiko lainnya. Untuk mengurangi risiko tersebut, maka diperlukan perusahaan yang mau menanggung risiko tersebut, perusahaan tersebut adalah perusahaan asuransi.

Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin terjadi karena suatu peristiwa tak tertentu.

Premi asuransi adalah kewajiban pihak tertanggung kepada pihak penanggung berupa pembayaran uang dalam jumlah tertentu secara periodik. Jumlah premi sangat tergantung pada faktor – faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya tingkat risiko dan jumlah nilai pertanggungan. Jangka waktu pembayaran premi sangat tergantung pada perjanjian yang sudah dituangkan dalam polis asuransi. Jangka waktu pembayaran dapat bulanan, triwulan, semesteran, atau tahunan.

Polis asuransi adalah bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak – pihak yang mengadakan perjanjian. Polis memegang peranan penting dalam menjaga konsistensi pertanggungjawaban baik pihak penanggung maupun tertanggung. Dengan adanya polis asuransi perjanjian antara kedua belah pihak mendapatkan kekuatan secara hukum. Polis asuransi juga berfungsi sebagai alat pembayaran premi kepada penanggung. Polis asuransi memuat hal – hal sebagai berikut :

· Nomor polis

· Nama dan alamat tertanggung

· Uraian risiko

· Jumlah pertanggungan

· Jangka waktu pertanggungan

· Besar premi, bea materai, dan lain – lain

· Bahaya – bahaya yang dijaminkan

· Khusus untuk polis pertanggungan kendaraan bermotor ditambah dengan nomor polisi.

Pada dasarnya asuransi dapat memberikan manfaat bagi tertanggung, antara lain :

a. Rasa aman dan perlindungan

b. Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil

c. Polis asuransi dapat dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh kredit

d. Berfungsi sebagai tabungan dan pendapatan

e. Alat penyebaran risiko

f. Membantu meningkatkan kegiatan usaha

Jenis – jenis asuransi yang berkembang di Indonesia jika dilihat dari berbagai segi adalah sebagai berikut :

1. Dilihat dari segi fungsinya

  1. Asuransi kerugian, yaitu usaha yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti. Usaha asuransi kerugian dapat dibagi sebagai berikut :

· Asuransi kebakaran

· Asuransi pengangutan

· Asuransi aneka

  1. Asuransi jiwa, yaitu suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan asuransi dalam penanggulangan risiko yang terkait dengan jiwa atau meninggalnya seorang yang dipertanggungkan.
  2. Reasuransi, yaitu suatu system penyebaran risiko di mana penanggung menyebarkan seluruh atau sebagian dari pertanggungan kepada penanggung yang lain.

2. Dilihat dari segi kepemilikannya

a. Asuransi milik pemerintah, yaitu asuransi yang sahamnya dimiliki sebagian besar atau bahkan 100 persen oleh pemerintah Indonesia.

b. Asuransi milik swasta nasional, yaitu asuransi yang sahamnya sepenuhnya dimiliki oleh swasta nasional sehingga siapa yang paling banyak memiliki saham, maka memiliki suara terbanyak dalam Rapat Umum Pemegang Saham.

c. Asuransi milik perusahaan asing, yaitu perusahaan asuransi yang beroperasi di Indonesia hanyalah merupakan cabang dari Negara lain dan jelas kepemilikannya pun 100 persen milik orang asing.

d. Asuransi campuran, yaitu asuransi yang sahamnya dimiliki campuran antara swasta nasional dengan pihak asing.

3. Dilihat dari sifat pelaksanaannya

a. Asuransi sukarela. Pada prinsipnya dilakukan secara sukarela, dan semata – mata dilakukan atas kesadaran seseorang akan kemungkinan terjadinya risiko kerugian atas sesuatu yang dipertanggungkan.

b. Asuransi wajib. Merupakan asuransi yang sifatnya wajib dilakukan oleh pihak – pihak terkait yang pelaksanaannya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang – undangan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Dalam pertanggungan suransi terdapat berbagai jenis risiko yang dihadapi, besar kecilnya suatu risiko merupakan salah satu pertimbangan besarnya premi asuransi yang dibayar. Dalam praktiknya risiko yang timbul dari setiap pemberian usaha pertanggungan asuransi adalah sebagai berikut :

1. Risiko murni, adalah suatu risiko yang apabila benar – benar terjadi akan memberikan kerugian, dan apabila tidak terjadi tidak akan menimbulkan kerugian dan tidak juga memberikan keuntungan.

2. Risiko Spekulatif, adalah risiko yang berkaitan dengan terjadinya dua kemungkinan, yaitu kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan dan untuk mendapatkan kerugian.

3. Risiko individu, adalah risiko yang dihadapi dalam kegiatan hidup sehari – hari.

Risiko yang dihadapi perlu ditangani dengan baik untuk mempertimbangkan kehidupan perekonomian di masa mendatang. Dalam menangani risiko tersebut ada lima cara yang dapat dilakukan, antara lain :

a. Menghindari risiko. Orang yang bersangkutan perlu mempertimbangkan risiko yang mungkin muncul dari aktivitas yang akan dilakukan. Setelah mengidentifikasi risiko, orang dapat meneruskan kegiatannya dan juga menarik diri dari kegiatan yang akan dilakukan.

b. Mengurangi risiko. Berarti mengambil tindakan yang bersifat meminimalisasi kemungkinan terjadinya risiko kerugian.

c. Menahan risiko. Berarti kita tidak melakukan aktivitas apa – apa terhadap risiko tersebut. Risiko tersebut dapat ditahan karena secara ekonomis biasanya melibatkan jumlah yang kecil.

d. Membagi risiko. Berarti melibatkan orang lain untuk sama – sama menghadapi risiko. Misalnya dalam memulai investasi, dianggap akan terlalu berisiko kalau hanya melibatkan satu orang.

e. Mentransfer risiko. Berarti memindahkan risiko kerugian kepada pihak lain yang bersedia serta mampu memikul beban risiko.

Pelaksanaan perjanjian asuransi antara perusahaan asuransi dengan pihak nasabahnya tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Setiap perjanjian dilakukan mengandung prinsip – prinsip asuransi, untuk menghindari hal – hal yang tidak diinginkan di kemudian hari antara pihak perusahaan asuransi dengan pihak nasabahnya. Prinsip – prinsip asuransi yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Insurable Interest. Merupakan hak berdasarkan hukum untuk mempertanggungkan suatu risiko yang berkaitan dengan keuangan, yang diakui sah secara hukum antara tertanggung dengan sesuatu yang dipertanggungkan.

2. Itikad Baik (Utmost Good Faith). Dalam melakukan kontrak asuransi, kedua belah pihak dilandasi oleh itikad baik. Pihak penanggung perlu menjelaskan secara lengkap hak dan kewajibannya selama masa asuransi, harus konsisten terhadap hak dan kewajiban yang pernah disampaikan pada tertanggung dan dicantumkan dalam kontrak termasuk batasan yang ada sehingga apabila ada risiko yang tidak ditanggung oleh asuransi.

3. Indemnity. Merupakan mekanisme penanggung untuk mengompensasi risiko yang menimpa tertanggung dengan ganti rugi finansial.

4. Proximate Cause. Adalah suatu sebab aktif, efisien yang mengakibatkan terjadinya peristiwa secara berantai tanpa intervensi suatu ketentuan lain, diawali dan bekerja dengan aktif dari suatu sumber baru dan independent.

5. Subrogation. Merupakan hak penanggung yang telah memberikan ganti rugi kepada tertanggung untuk menuntut pihak lain yang mengakibatkan kepentingan asuransinya mengalami suatu peristiwa kerugian.

6. Kontribusi. Merupakan salah satu akibat wajar dari Indemnity, yaitu bahwa penanggung berhak mengajak penanggung lainnya yang memiliki kepentingan yang sama untuk ikut bersama membayar gamti rugi kepada seorang tertanggung meskipun jumlah tanggungannya masing – masing belum tentu sama besar.

BAB II

PERMASALAHAN

Ada beberapa kasus hukum bisnis asuransi yang pernah terjadi di negeri ini. Sebut saja kasus pemailitan Asuransi Jiwa Namura, Asuransi Wataka vs Tuan Fred Rachmat, Asuransi Jasindo vs China Trust Commercial Bank, kasus pemailitan Asuransi Manulife, dan terakhir kasus Asuransi Prudential.

Dari sekian contoh kasus asuransi tersebut, mungkin yang paling menarik perhatian adalah kasus Asuransi Manulife dan Asuransi Prudential. Mengapa? karena kedua kasus ini dinilai banyak pihak ada intervensi dari negara asal dari perusahaan asuransi dimaksud, karena kedua perusahaan tersebut kebetulan adalah perusahaan asuransi joint venture. Artinya, masyarakat mempertanyakan obyektivitas Mahkamah Agung. Pertanyaannya, siapa yang juga menanggung dampak dari kasus-kasus ini? Tidak lain dan tidak bukan adalah masyarakat.

Tidak jarang terjadi suatu kasus di mana pihak tertanggung tidak mendapatkan ganti rugi dari klaim yang diajukannya. Ada pula kasus di mana pihak tertanggung melakukan itikad tidak baik dalam melakukan klaim, misalnya dengan sengaja melakukan pembakaran atas propertinya guna mendapatkan ganti rugi. Ada pula kasus di mana pihak di luar tertanggung yang melakukan itikad tidak baik, misalnya dengan melakukan pembunuhan terhadap tertanggung guna mendapatkan klaim asuransi jiwa.

Namun, apa pun masalahnya, dari awal kasus-kasus asuransi yang ada selama ini bisa dan akan menimbulkan turunnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga perasuransian, baik perusahaan asuransi nasional maupun joint venture. Dalam hukum asuransi dikenal istilah contra proferentem of rule. Artinya, apabila ada kalimat dalam kontrak yang menimbulkan keragu-raguan atas definisinya (ambiguity), maka yang bertanggung jawab adalah pihak yang membuat kontrak. Karena kontrak asuransi dibuat oleh perusahaan asuransi, maka akibat ambiguity perusahaan asuransi harus menjadi pihak yang bersalah dan yang bertanggung jawab

Akhir-akhir ini banyak masalah kepailitan perusahaan asuransi. Ada pihak yang mengatakan sebaiknya oleh Menteri Keuangan, dan pihak lain tetap mendukung berdasarkan Undang-Undang Kepailitan yang ada sekarang. Masyarakat sebenarnya tidak peduli siapa yang memailitkan, bahkan masyarakat sebenarnya yang paling berkepentingan agar tidak ada satu pun perusahaan asuransi yang pailit, karena pada akhirnya masyarakat yang menjadi korban. Bagi masyarakat, persoalannya bukan pihak atau lembaga mana yang sepantasnya untuk memailitkan, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana hak nasabah terlindungi dan siapa yang dapat memberikan jaminan atas hak nasabah. Adanya polemik siapa yang sepantasnya memailitkan usaha perasuransian dikhawatirkan merupakan bagian dari upaya pihak-pihak di luar tertanggung mencari cari kesempatan meraup keuntungan.

BAB III

PEMBAHASAN

Lembaga perasuransian, sama halnya dengan lembaga perbankan, akan dipercaya apabila dapat memberikan jaminan kepercayaan kepada masyarakat. Perusahaan asuransi harus benar-benar dapat memberikan jaminan bahwa dana yang dikumpulkan akan dikembalikan di kemudian hari sesuai dengan hak nasabah. Masyarakat harus dapat diyakinkan bahwa perusahaan asuransi akan dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh masyarakat tertanggung.

Asuransi adalah perjanjian ganti rugi antara tertanggung dan penanggung yang aktanya disebut polis asuransi. Kontrak asuransi sangat spesifik karena hanya ditandatangani oleh penanggung, tetapi mengikat pihak tertanggung. Isi kontrak asuransi di samping memuat bahasa-bahasa hukum, juga sangat teknis dan spesifik, di mana pada umumnya sangat sulit untuk memahami isi polis asuransi. Jangankan pihak tertanggung, banyak pelaku dalam perusahaan perasuransian juga kurang memahami isi kontrak.

Dalam bisnis asuransi, ada beberapa prinsip asuransi yang harus diterapkan, baik oleh penanggung maupun tertanggung. Salah satunya adalah prinsip utmost good faith (UGF) yang menyebutkan bahwa si tertanggung harus memberitahukan semua fakta material dengan benar, lengkap, serta sukarela atas obyek pertanggungan, baik diminta maupun tidak diminta. Sebaliknya, perusahaan asuransi pun dituntut harus menunjukkan itikad baiknya kepada si tertanggung. Sangat sering terjadi kesalahpahaman atas penerapan prinsip ini dalam bisnis asuransi. UGF seolah-olah hanya menjadi kewajiban si tertanggung, di mana si penanggung tidak perlu menunjukkan itikad baiknya kepada tertanggung.

Masyarakat dituntut untuk lebih berhati-hati sebelum menandatangani polis asuransi. Dianjurkan untuk membaca secara seksama isi dari polis tersebut, dalam hal apa saja klaim bisa diajukan. Calon tertanggung berhak untuk menanyakan secara jelas kondisi apa saja yang memungkinkan mereka dapat mengajukan klaim. Pihak asuransi juga wajib menjelaskan secara detail, supaya di kemudian hari tidak terjadi kesalahpahaman yang ditimbulkan dari ketidakjelasan isi dari polis tersebut. Ada kalanya isi dari polis mengandung arti yang ambigu (tidak jelas, mengandung lebih dari satu arti), bila terjadi suatu klaim maka perusahaan asuransilah yang harus mengganti kerugian, karena merekalah yang membuat isi kontrak asuransi tersebut.

Banyak penanggung mengklaim bahwa tertanggung tidak melaksanakan itikad baik sehingga klaim asuransi yang diajukan ditolak oleh perusahaan asuransi. Adalah menjadi kewajiban si penanggung untuk menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan kontrak asuransi, termasuk sebelum dimulai kontrak. Apabila si penanggung tidak menjelaskan hak dan kewajiban si tertanggung, maka penanggung telah melanggar prinsip utmost good faith. Karena itu, ia dapat dituntut dan harus bertanggung jawab atas ganti rugi yang diderita tertanggung.

Karena salah satu peran utama usaha perasuransian adalah menghimpun dana masyarakat, maka pemerintah sangat berkepentingan atas maju mundurnya usaha perasuransian. Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan sebagai regulator, yang sekaligus bertindak sebagai pembina dan pengawas usaha perasuransian, supaya melakukan tugasnya dengan maksimal. Law enforcement harus dilakukan. Dari segi pembinaan, sebenarnya pemerintah sudah cukup baik dalam tugasnya, di mana saat ini negara telah memiliki Undang- Undang Perasuransian, ditambah dengan Peraturan Pemerintah di Bidang Usaha Perasuransian, serta banyak keputusan Menteri Keuangan. Namun, implementasi serta law enforcement dari undang-undang dan peraturan tersebut belum optimal.

Pemerintah menganjurkan pihak asuransi, termasuk para agen-agennya tidak hanya berupaya untuk memaksimalkan jumlah premi yang mereka kumpulkan dari masyarakat, tetapi bisa menjaga kepercayaan masyarakat. Walau bagaimanapun perusahaan asuransi seperti layaknya bank, mengumpulkan dana dari masyarakat. Jadi kepercayaan dari masyarakat harus dijaga sebaik-baiknya. Para agen sebaiknya menguasai dengan sungguh apa isi dari polis asuransi, karena tidak jarang ditemukan di masyarakat, para agen berusaha menarik calon tertanggung sebanyak-banyaknya dengan iming-iming yang memikat, namun bila terjadi suatu klaim, mereka lepas tangan dan klaim tertanggung ditolak. Pernyataan seperti "adalah kewajiban tertanggung untuk membaca kontrak asuransi" sudah harus dihilangkan.

Untuk menghindari terjadinya masalah besar, pemerintah harus menuntaskan setiap ada masalah yang kecil sehingga tidak menjadi besar. Frekuensi pengawasan langsung ke lapangan harus ditingkatkan karena yang ada selama ini rata rata perusahaan perasuransian hanya dikunjungi sekali setahun. Dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 412/KMK06.2003 tentang Tes Uji Kepatutan dan Kelayakan (fit and proper test ), diharapkan kasus-kasus asuransi yang terjadi akan semakin berkurang. Dengan adanya minimal dua aspek yang dinilai, yaitu kompetensi dan integritas, maka ada harapan usaha perasuransian akan dikelola dengan lebih baik sehingga masalah yang mungkin timbul dapat diminimalkan.

Pengelola usaha perasuransian harus menunjukkan prinsip utmost good faith-nya, jangan hanya menuntut utmost good faith dari tertanggung. Kontrak asuransi harus dijelaskan dengan baik kepada calon tertanggung, bagaimana hak dan kewajiban tertanggung berkaitan dengan kontrak, apa akibatnya apabila tertanggung melanggar ketentuan yang ada dalam polis. Sudah harus dihilangkan konsep pemikiran "adalah kewajiban tertanggung untuk membaca kontrak asuransi".

Perusahaan asuransi harus selektif dalam menjalin kerja sama dengan agen asuransi, jangan asal terima bisnis. Perusahaan asuransi juga harus menjalankan prinsip underwriting yang prudent. Harus diingat bahwa tujuan perusahaan asuransi bukan sekadar bagaimana menjual produk atau bagaimana menghimpun premi sebanyak-banyaknya, jauh lebih penting adalah bagaimana melaksanakan kewajiban kepada tertanggung kelak.

Sekarang ini masyarakat yang mempunyai masalah dalam pengajuan klaimnya bisa menghubungi BMAI (Badan Media Asuransi Indonesia). BMAI merupakan lembaga independen dan imparsial yang memberikan pelayanan untuk penyelesaian sengketa klaim (tuntutan ganti rugi atau manfaat) asuransi antara penanggung dengan tertanggung. BMAI memiliki mediator independen yang bertugas menyelesaikan sengketa klaim asuransi melalui proses mediasi. Bantuan penyelesaian perselisihan klaim asuransi ini diberikan secara cuma-cuma.

BAB III

KESIMPULAN

Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin terjadi karena suatu peristiwa tak tertentu.

Pada dasarnya masyarakat yang melaksanakan perjanjian asuransi adalah untuk mendapatkan rasa aman dan perlindungan, pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil, polis asuransi dapat dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh kredit, berfungsi sebagai tabungan dan pendapatan, alat penyebaran risiko, dan membantu meningkatkan kegiatan usaha. Asuransi mempunyai beberapa antara lain : Insurable Interest, Itikad Baik (Utmost Good Faith), Indemnity, Proximate Cause, Subrogation, dan Kontribusi.

Banyak permasalahan yang terjadi dalam asuransi, contohnya adalah kasus Asuransi Manulife dan Asuransi Prudential. Dan sering terjadi suatu kasus di mana pihak tertanggung tidak mendapatkan ganti rugi dari klaim yang diajukannya kepada pihak penanggung. Ada pula kasus di mana pihak tertanggung melakukan itikad tidak baik dalam melakukan klaim, misalnya dengan sengaja melakukan pembakaran atas propertinya guna mendapatkan ganti rugi. Ada pula kasus di mana pihak di luar tertanggung yang melakukan itikad tidak baik, misalnya dengan melakukan pembunuhan terhadap tertanggung guna mendapatkan klaim asuransi jiwa.

Namun, apa pun masalahnya, dari awal kasus-kasus asuransi yang ada selama ini bisa dan akan menimbulkan turunnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga perasuransian, baik perusahaan asuransi nasional maupun joint venture. Masyarakat harus dapat diyakinkan bahwa perusahaan asuransi akan dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh masyarakat tertanggung.

Dalam bisnis asuransi, ada beberapa prinsip asuransi yang harus diterapkan, baik oleh penanggung maupun tertanggung. Salah satunya adalah prinsip utmost good faith yang menyebutkan bahwa si tertanggung harus memberitahukan semua fakta material dengan benar, lengkap, serta sukarela atas obyek pertanggungan, baik diminta maupun tidak diminta. Sebaliknya, perusahaan asuransi pun dituntut harus menunjukkan itikad baiknya kepada si tertanggung. Masyarakat dituntut untuk lebih berhati-hati sebelum menandatangani polis asuransi. Calon tertanggung berhak untuk menanyakan secara jelas kondisi apa saja yang memungkinkan mereka dapat mengajukan klaim

Pemerintah menganjurkan pihak asuransi untuk tidak hanya berupaya memaksimalkan jumlah premi yang mereka kumpulkan dari masyarakat, tetapi bisa menjaga kepercayaan masyarakat. Para agen sebaiknya menguasai dengan sungguh apa isi dari polis asuransi, karena tidak jarang ditemukan di masyarakat, para agen berusaha menarik calon tertanggung sebanyak-banyaknya dengan iming-iming yang memikat, namun bila terjadi suatu klaim, mereka lepas tangan dan klaim tertanggung ditolak. Harus diingat bahwa tujuan perusahaan asuransi bukan sekadar bagaimana menjual produk atau bagaimana menghimpun premi sebanyak-banyaknya, jauh lebih penting adalah bagaimana melaksanakan kewajiban kepada tertanggung kelak.

Untuk menghindari terjadinya masalah besar, pemerintah harus menuntaskan setiap ada masalah yang kecil sehingga tidak menjadi besar. Frekuensi pengawasan langsung ke lapangan harus ditingkatkan karena yang ada selama ini rata rata perusahaan perasuransian hanya dikunjungi sekali setahun. Dengan adanya minimal dua aspek yang dinilai, yaitu kompetensi dan integritas, maka ada harapan usaha perasuransian akan dikelola dengan lebih baik sehingga masalah yang mungkin timbul dapat diminimalkan.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.kompas.com

Triandu Sigit. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi 2. Jakarta : Salemba 4.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar