WeLcome to my Blog

Minggu, 03 Juli 2011

Persediaan Lanjutan

BAB I

PENDAHULUAN

Persediaan barang dagangan merupakan elemen yang sangat penting dalam penentuan harga pokok penjualan pada perusahaan dagang. Dalam laporan keuangan, persediaan barang dagang disajikan baik di neraca maupun perhitungan rugi laba.

Pada umumnya persediaan dinilai dan dinyatakan di neraca sebesar harga pokok/harga perolehannya. Tetapi, dalam keadaan tertentu, misalnya karena kerusakan fisik, susut, perubahan tingkat harga atau sebab – sebab lain, persediaan dinilai pada harga terendah antara harga pokok dan harga pasar.

Penilaian persediaan selalu terkait dengan pencatatan persediaan. Terdapat beberapa metode penilaian dalam pencatatan persediaan, yaitu metode rata-rata bergerak di mana harga beli rata-rata dihitung setiap terjadi transaksi pembelian. Yang kedua, metode MPKP/FIFO yang menganggap bahwa barang yang pertama masuk akan lebih dahulu dijual atau keluar. Yang ketiga, metode MTKP/LIFO di mana barang yang terakhir masuk dianggap keluar pertama atau dijual lebih dahulu. Namun di luar metode-metode tersebut terdapat juga metode penilaian persediaan lainnya, seperti metode taksiran, meliputi metode eceran dan metode laba kotor.

BAB II

2.1 PENILAIAN PERSEDIAAN BERDASARKAN HARGA POKOK

2.1.1 Metode Fisik

Dalam pencatatan persediaan dengan metode fisik, nilai persediaan dihitung berdasarkan hasil stock opname. Stock opname dilakukan pada saat tertentu, atau akhir periode akuntansi. Nilai persediaan pada akhir diperoleh dari kuantitas dikalikan harga per unit. Sedangkan dalam metode perpetual, setiap mutasi persediaan dicatat dalam akun persediaan. Metode persediaan digunakan pada saat terjadi transaksi pejualan dengan membuat kartu persediaan barang secara lengkap yang memuat kuantitas, harga satuan, jumlah harga baik untuk lajur masuk, keluar, maupun sisa.

1. Metode Tanda Pengenal Khusus

Dalam metode tanda pengenal khusus, setiap barang yang dibeli atau yang diberi tanda pengenal yang menunjukkan harga persatuan, sesuai dengan faktur yang diterima.

2. Metode Rata-Rata

a. metode rata-rata sederhana

dalam metode ini, harga barang ditentukan dengan cara membagi jumlah harga beli per satuan setiap transaksi pembelian dan persediaan awal dengan jumlah frekuensi pembelian dan persediaan awal periode.

b. metode rata-rata tertimbang

dalam metode rata-rata tetimbang, harga barang ditentukan dengan membagi jumlah harga barang yang tersedia untuk dijual dengan kuantitasnya.

3. Metode MPKP

Dalam metode MPKP (Masuk Pertama Keluar Pertama) atau FIFO, barang yang lebih dahulu masuk dianggap lebih dahulu keluar atau dijual sehingga nilai persediaan akhir terdiri atas persediaan barang yang dibeli atau masuk belakangan.

4. Metode MTKP

Dalam metode MTKP (Masuk Terakhir Keluar Pertama) atau LIFO, barang yang terakhir masuk atau yang dibeli dianggap dikeluarkan atau dijual lebih dahulu sehingga nilai persediaan akhir atas harga persediaan yang masuk lebih awal.

5. Metode Persediaan Dasar

Persediaan dasar (basic stock) yang disebut juga persediaan besi adalah persediaan minimum yang harus dimiliki oleh perusahaan untuk menjaga likuiditas usahanya. Pada metode ini keterlambatan masuknya barang yang disebabkan adanya kemacetan atau sebab-sebab lainnya seperti ganguan keamanan, cuaca, dan lain untuk beberapa waktu tertentu, tidak mengganggu persedian sehingga perusahaan masih dapat melayani pelanggan atau pembeli.

CONTOH SOAL

PT Pendawa mempunyai data mutasi persediaan sebagai berikut :

Maret 1 persediaan awal 300 kg @ Rp 800 = Rp 240.000

3 pembelian 500 kg @ Rp 775 = Rp 387.500

5 penjualan 350 kg

10 pembelian 700 kg @ Rp 825 = Rp 577.500

15 penjualan 300 kg

20 penjualan 500 kg

25 pembelian 200 kg @ Rp 850 = Rp 170.000

1.700 kg Rp1.375.000 1.150 kg

Berdasarkan data di atas hitunglah nilai persediaan pada tanggal 31 Maret jika digunakan

a. metode identifikasi khusus, dengan persediaan yang masih ada berasal dari pembelian tanggal 3 Maret 350 kg dan pembelian tanggal 25 Maret 200 kg.

b. metode rata – rata : sederhana dan tertimbang

c. metode MPKP

d. metode MTKP

e. metode persediaan dasar, jika persediaan dasar ditetapkan 200 kg dengan harga dasar Rp 800/kg dan selisih antara kuantitas persediaan yang ada dengan persediaan dasar dihitung berdasarkan harga rata – rata sederhana.

JAWAB :

a. Metode identifikasi khusus

Kuantitas persediaan = 1.700 kg – 1.150 kg = 550 kg terdiri dari

Pembelian 3 Maret = 350 x Rp 775 = Rp 271.250

Pembelian 25 Maret = 200 x Rp 850 = Rp 170.000

Nilai persediaan Rp 441.250

b. Metode rata – rata

1) Metode rata – rata sederhana

Kuantitas akhir 550 kg. Frekuensi pembelian = 4 kali

Harga rata – rata = Rp 800 + Rp 775 + Rp 825 + Rp 850 = Rp 3.250 = Rp 812,50

4 4

Nilai persediaan = 550 x Rp 812,50 = Rp 446.875

2) Metode rata – rata tertimbang

Harga rata – rata tertimbang = 1.375.000 = Rp 808,82

1.700

Nilai persediaan = 550 x Rp 808,82 = Rp 444.851

c. Metode MPKP

Persediaan akhir 550 kg terdiri atas

Pembelian 25 Maret = 200 x Rp 850 = Rp 170.000

Pembelian 10 Maret = 350 x Rp 825 = Rp 288.750

Nilai Persediaan Rp 458.750

d. Metode MTKP

Persediaan akhir 550 kg terdiri atas

Pembelian awal = 300 x Rp 800 = Rp 240.000

Pembelian 3 Maret = 250 x Rp 775 = Rp 193.750

Nilai Persediaan Rp 433.750

e. Metode persediaan dasar

Persediaan akhir 550 kg terdiri atas

Persediaan dasar = 200 x Rp 800 = Rp 160.000

Harga rata – rata sederhana = 350 x Rp 812,50 = Rp 284.375

Nilai Persediaan Rp 444.375

2.1.2 Metode Perpetual

Dalam metode perpetual, setiap mutasi persediaan dicatat dalam akun persediaan. Metode persediaan digunakan pada saat terjadi transaksi penjualan dengan membuat kartu persediaan barang secara lengkap yang memuat kuantitas, harga satuan, jumlah harga baik untuk lajur masuk, keluar, maupun sisa.

Metode penilaian persediaan dalam pencatatan secara perpetual sebagai berikut.

1. Metode Rata-Rata Bergerak

Dalam metode rata-rata bergerak, harga beli rata-rata dihitung setiap terjadi transaksi pembelian, Harga pokok penjualan per satuan unit didasarkan pada harga rata-rata pada saat terjadi transaksi penjualan.

2. Metode MPKP/FIFO

Seperti halnya pada pencatatan secara fisik, metode ini beranggapan bahwa barang yang ada palng awal dianggap dijual paling awal juga. Perbedaanya adalah dalam pencatatan secara perpetual dengan metode MPKP, perhitungan harga pokok barang yang dijual dilakukan pada saat terjadi penjualan.

3. Metode MTKP/LIFO

Seperti pencatatan secara fisik, dianggap bahwa barang yang terakhir dibeli akan dijual lebih dahulu. Perbedaanya, metode MPKP perpetual diterapkan pada setiap terjadi penjualan. Besarnya harga pokok barang yang akan dijual dihitung dari harga barang yang dibeli paling akhir.

Bentuk kartu persediaan berdasarkan contoh PT Pendawa

Kartu Persediaan – Metode Rata – Rata Bergerak

Tgl

Masuk

Keluar

Saldo

Q

H/U

Jumlah

Q

H/U

Jumlah

Q

H/U

Jumlah

Mar 1

3

5

10

15

20

25

-

500

-

700

-

-

200

-

775

-

825

-

-

850

-

387.500

-

577.500

-

-

170.000

-

-

350

-

300

500

-

-

-

784,38

-

809,10

809,10

-

-

-

274.533

-

242.730

242.730

-

300

800

450

1.150

850

350

550

800

784,38

784,38

809,10

809,10

809,10

823,98

240.000

627.504

352.971

930.465

687.735

283.185

453.189

Nilai Persediaan akhir

453.189

Kartu Persediaan – Metode MPKP

Tgl

Masuk

Keluar

Saldo

Q

H/U

Jumlah

Q

H/U

Jumlah

Q

H/U

Jumlah

Mar 1

3

5

10

15

20

25

-

500

-

700

-

-

200

-

775

-

825

-

-

850

-

387.500

-

577.500

-

-

170.000

-

-

300

50

-

300

150

350

-

-

-

800

775

-

775

725

825

-

-

-

240.000

38.750

-

232.500

108.750

288.750

-

300

300

500

-

450

450

700

150

700

-

350

350

200

800

800

775

-

775

775

825

775

825

-

825

825

850

240.000

240.000

387.500

-

384.750

384.750

577.500

116.250

577.500

-

288.750

288.750

170.000

Nilai Persediaan akhir

458.750

Kartu Persediaan – Metode MTKP

Tgl

Masuk

Keluar

Saldo

Q

H/U

Jumlah

Q

H/U

Jumlah

Q

H/U

Jumlah

Mar 1

3

5

10

15

20

25

-

500

-

700

-

-

200

-

775

-

825

-

-

850

-

387.500

-

577.500

-

-

170.000

-

-

350

-

300

400

100

-

-

-

775

-

825

825

775

-

-

-

271.250

-

247.500

330.000

77.500

-

300

300

500

300

150

300

150

700

300

150

400

300

50

300

50

200

800

800

775

800

775

800

775

825

800

775

825

800

775

800

775

850

240.000

240.000

387.500

240.000

116.250

240.000

116.250

577.500

240.000

116.250

330.000

240.000

38.750

240.000

38.750

170.000

Nilai Persediaan akhir

448.750

2.2 PENGARUH PERBEDAAN METODE HARGA POKOK

Harga pokok penjualan dengan metode Rata – Rata Bergerak :

Persediaan awal Rp. 240.000

Pembelian bersih 1.135.000

Persediaan tersedia dijual 1.375.000

Persediaan akhir 453.189

Harga pokok penjualan 921.811

Harga pokok penjualan dengan metode MPKP :

Persediaan awal Rp. 240.000

Pembelian bersih 1.135.000

Persediaan tersedia dijual 1.375.000

Persediaan akhir 458.750

Harga pokok penjualan 916.250

Harga pokok penjualan dengan metode MTKP :

Persediaan awal Rp. 240.000

Pembelian bersih 1.135.000

Persediaan tersedia dijual 1.375.000

Persediaan akhir 448.750

Harga pokok penjualan 926.250

Apabila ketiga metode tersebut di atas diperbandingkan akan nampak bahwa nilai persediaan dan harga pokok penjualan yang dihasilkan berbeda. Perhatikan table berikut :

Persediaan akhir

Harga pokok penjualan

Metode FIFO

Rp. 458.750

Rp. 916.250

Metode LIFO

Rp. 448.750

Rp. 926.250

Metode Rata - rata

Rp. 453.189

Rp. 921.811

Akibat dari bedanya nilai persediaan akhir dan harga pokok penjualan adalah bedanya laba bersih, total aktiva maupun total modal. Laba bersih, aktiva dan total modal tertinggi akan diperoleh apabila perusahaan menggunakan metode FIFO. Laba bersih, aktiva dan total modal terendah akan dihasilkann oleh metode LIFO. Metode rata – rata akan menghasilkan laba bersih, aktiva dan total modal di antara nilai menurut FIFO dan LIFO.

Ketiga metode tersebut di atas boleh dipilih untuk diterapkan dalam perusahaan. Manajemen dalam memilih salah satu dari ketiganya harus memperhatikan manfaat yang bias diambil. Tetapi, patut diperhatikan bahwa analisis seperti yang diterangkan di atas hanya terjadi apabila harga beli barang mengalami kenaikan terus menerus. Apabila harga beli barang di pasaran mengalami penurunan, maka hasil analisis yang diperoleh merupakan kebalikan daripadanya.

2.3 PENILAIAN PERSEDIAAN DENGAN METODE TAKSIRAN

Penetapan harga pokok persediaan dengan metode cost mengharuskan perusahaan untuk mengadakan perhitugan secara fisik atas persediaan, yang umumnya memerlukan waktu lama dan biaya yang besar. Pada perusahaan tertentu seperti toserba atau toko swalayan, metode cost tersebut dirasa kurang praktis dan kurang efisien. Untuk itu digunakan metode lain yaitu metode taksiran, khususnya dalam penilaian persediaan pada laporan item (tiap bulan, triwulan, dan semester).

2.3.1 Metode Eceran

Metode ecrean banyak digunaknan oleh toko serba ada atau swalayan yang memperdagangkan puluhan bahkan ratusan jenis barang. Di toko swalayan, setiap jenis barang yang ada dilekati dengan label harga jual ecerannya sehingga pelayan toko lebih tahu harga jual eceran daripada harga pokoknya dan lebih mudah baginya membuat laporan atas barang yang masih ada berdasar harga eceran tersebut.

Prosedur penentuan nilai persediaan dengan metode eceran :

  1. atas persediaan barang awal, selain diketahui harga pokoknya harus pula ditentukan berapa besar harga jual ecerannya.
  2. Setiap tejadi pembelian harus ditentukan jumlah harga jualnya.
  3. Dihitung barang tersedia untuk dijual menurut harga beli dan menurut harga jual.
  4. Dihitung persentase harga pokok terhadap harga jual

Harga pokok persediaan barang tersedia untuk dijual

X 100% = …%

Harga jual barang tersedia untuk dijual

e) Persentase harga pokok terhadap harga jual tersebut akan digunakan untuk menaksir harga pokok persediaan yang ada pada akhir suatu periode.

Harga pokok persediaan akhir adalah

Persentase harga pokok terhadap harga jual x Rp…(persediaan akhir menurut harga jual) = Rp…

CONTOH SOAL

Ramayana Supermarket mempunyai data untuk tahun 1999 sebagai berikut :

Keterangan

Harga pokok

Harga jual

Persediaan awal

Rp. 107.275.000

Rp. 153.250.000

Pembelian bersih

Rp. 1.283.750.000

Rp. 1.829.875.000

Barang tersedia untuk dijual

Rp. 1.391.025.000

Rp. 1.983.125.000

Persediaan barang akhir menurut harga jual eceran Rp. 315.000.000. tentukan besarnya persediaan barang akhir menurut metode harga eceran.

JAWAB :

Persentase harga pokok = Rp. 1.391.025.000 x 100% = 70,143% dibulatkan 70%

Rp. 1.983.125.000

Persediaan akhir menurut harga pokok = 70% x Rp 315.000.000 = Rp 220.500.000.

2.3.2 Metode Laba Kotor

Metode estimasi untuk menghitung nilai persediaan lainnya adalah metode laba kotor. Dalam metode laba kotor, konsep yang digunakan adalah konsep hubungan antara harga pokok dan harga jual. Besarnya persentase laba kotor umumnya didasarkan pada persentase laba tahun-tahun lalu.

Metode laba kotor dapat bermanfaat dalam kondisi sebagai berikut.

  • Perusahaan memerlukan laporan persediaan untuk keperluan intern bila perusahaan menggunakan system periodic. Atau melihat keadaan persediaan bulanan/triwulan, sedangkan biaya untuk stock opname sangat mahal.
  • Persediaan rusak atau musnah akibat kebakaran, pencurian, bencana alam, dan penyebab lainnya yang mengakibatkan data tentang persediaan tidak ada.
  • Untuk menguji keabsahan angka persediaan yang dihitung dengan cara lain

Dalam metode laba kotor, besarnya persentase laba kotor dapat dihitung dengan :

a. Persentase laba kotor dari harga jual.

b. Persentase laba kotor dari harga pokok.

a. Persentase Laba Kotor Dihitung dari Harga Jual

Dalam metode laba kotor dihitung dari harga jual, besarnya harga jual adalah 100%, sedangkan harga pokok barang yang dijual adalah 100% dikurangi persentase laba kotor atau persen laba dikurangi seratus. Cara menentukan nilai persediaan akhir adalah sebagai berikut.

  1. Dihitung lebih dahulu jumlah barang tersedia untuk dijual dengan jalan menambahkan persediaan barang dagang awal tahun ditambah pembelian bersih tahun berjalan.
  2. Dihitung harga pokok barang yang dijual dengan cara jumlah penjualan dikurangi persentase dikali jumlah penjualan.
  3. Dihitung nilai persediaan akhir barang dagangan, yakni dari barang tersedia untuk dijual dikurangi harga pokok barang yang sudah dijual.

b. Persentase Laba Kotor Dihitung dari Harga Pokok

Bila persentase laba kotor ditentukan dari harga pokok, besarnya harga jual adalah harga pokok (100%) ditambah dengan persentase (%) laba. Jadi harga jual lebih dari seratus persen atau disebut laba di atas seratus.

CONTOH SOAL :

PT Bimantara memiliki data tahun 1999 sebagai berikut :

Persediaan awal 1 Januari 1999 Rp. 25.000.000

Pembelian bersih tahun 1999 Rp. 70.000.000

Penjualan bersih tahun 1999 Rp. 126.000.000

Hitunglah besarnya nilai persediaan akhir 31 Desember 1999, apabila berdasarkan pengalaman tahun lalu laba kotor 40% dari penjualan bersih (persentase laba kotor dari harga jual) dan 40% dari harga pokok (persentase laba kotor dari harga pokok).

JAWAB :

- Persentase laba kotor dihitung dari harga jual

Persediaan awal 1 Januari 1999 Rp. 25.000.000

Pembelian bersih tahun 1999 Rp. 70.000.000

Jumlah barang tersedia untuk dijual Rp. 95.000.000

Penjualan bersih tahun 1999 Rp. 126.000.000

Laba kotor = 40% x 126.000.000 = Rp. 50.400.000

Harga pokok barang yang dijual Rp. 75.600.000

Persediaan akhir 31 Desember 1999 Rp. 19.400.000

ATAU

HPP = (100% - 40%) x Rp. 126.000.000 = Rp. 75.600.000

- Persentase laba kotor dihitung dari harga pokok

Barang tersedia untuk dijual Rp. 95.000.000

Harga jual = harga pokok 100% + laba 40% = 140%

Harga pokok penjualan = 100% x Rp. 126.000.000 Rp. 90.000.000

140%

Persediaan akhir 31 Desember 1999 Rp. 5.000.000

ATAU

Penjualan Rp126.000.000

Laba kotor = 40% x Rp. 126.000.000 Rp. 36.000.000

100% + 40%

Harga pokok penjualan Rp. 90.000.000

2.4 PENYAJIAN DALAM LAPORAN KEUANGAN

Persediaan dilaporkan dalam neraca pada kelompok aktiva lancar setelah piutang dagang, sedangkan harga pokok penjualan dilaporkan dalam laporan rugi-laba sebagai pengurang atas penjualan. Selain itu, persediaan harus diungkapkan ( disclosure ) dengan jelas dalam neraca atau dalam catatan atas laporan keuangan yang meliputi:

1. Klasifikasi persediaan

2. Dasar akuntansi yang di gunakan (harga perolehan atau harga terendah di antara harga perolehan dan harga pasar )

3. Metode harga perolehan yang digunakan (FIFO,LIFO, atau rata-rata).Contoh penggunakan yang dicantumkam dalam catatan atas laporan keuangan adalah sebagai berikut:

PT MERBABU

Catatan No. 1 . persediaan

Persediaan dinilai berdasarkan harga terendah antara harga perolehan dan harga pasar. Metoda LIFO digunakan untuk menilai sebagian besar persediaan yang ada di Indonesia dan lokasi lain di luar negri. Persediaan lainnya dinilai berdasarkan metode FIFO

2.5 KESALAHAN PENENTUAN PERSEDIAAN

Kesalahan penentuan persediaan kadang-kadang terjadi pada perhitungan fisik persediaan atau pada penemuan harga perolehannya. Kesalahan mungkin terjadi dalam melakukan perhitungan atau dalam penentuan harganya. Apabila terjadi kesalahan dalam penentuan persediaan, maka kesalahan tersebut akan berpengaruh terhadap laporan rugi-laba maupun neraca.

2.5.1 Pengaruh Kesalahan Terhadap Laporan Rugi - Laba

Kesalahan Perbandingan

HPP

Laba Bersih

Persediaan awal terlalu rendah

Persediaan awal terlalu tinggi

Persediaan akhir terlalu rendah

Persediaan awal terlalu tinggi

Terlalu rendah

Terlalu tinggi

Terlanggu tinggi

Terlalu rendah

Terlalu tinggi

Terlalu rendah

Terlalu rendah

Terlalu tinggi

2.5.2 Pengaruh Kesalahan Terhadap Neraca

Pengaruh kesalahan persedian akhir terhadap neraca dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan dasar akuntansi, yaitu : aktiva = kewajiban + modal. Kesalahan dalam persediaan akhir akan berpengaruh sebagai berikut:

Kesalahan

Persed. Akhir Aktiva Kewajiban Modal

Terlalu tinggi Terlalu tinggi Tidak ada Terlalu tinggi

Terlalu rendah Terlalu rendah Tidak ada Terlalu rendah

BAB III

KESIMPULAN

Persediaan dinilai dengan dua metode, yaitu berdasarkan harga perolehan dan taksiran. Dalam metode harga perolehan terdapat beberapa metode yang bias digunakan untuk penilaian persediaan yaitu Metode Tanda Pengenal Khusus, Rata – rata, MPKP, MTKP, dan metode persediaan dasar. Sedangkan dalam metode taksiran terdiri dari metode Eceran dan metode Laba Kotor.

Berdasarkan metode harga perolehan, yang sering digunakan perusahaan adalah metode MPKP/FIFO dan MTKP/LIFO. Metode FIFO biasanya digunakan oleh perusahaan dagang yang mempunyai persediaan barang yang cepat kadaluarsa, rusak atau hancur. Sedangkan metode LIFO digunakan oleh perusahaan yang mempunyai persediaan yang tahan lama. Penggunaan metode penilaian persediaan tergantung pada manajemen perusahaan. Apabila harga beli barang dipasaran mengalami kenaikan terus – menerus, maka sebaiknya perusahaan menggunakan metode FIFO. Sebaliknya, jika harga beli barang di pasaran mengalami penurunan, sebaiknya perusahaan menggunakan metode LIFO.

Metode ecrean banyak digunaknan oleh toko serba ada atau swalayan yang memperdagangkan puluhan bahkan ratusan jenis barang. Di swalayan, setiap jenis barang yang ada, dilekati dengan label harga jual ecerannya sehingga pelayan toko lebih tahu harga jual eceran daripada harga pokoknya dan lebih mudah baginya membuat laporan atas barang yang masih ada berdasar harga eceran tersebut. Dalam metode laba kotor, konsep yang digunakan adalah konsep hubungan antara harga pokok dan harga jual. Besarnya persentase laba kotor umumnya didasarkan pada persentase laba tahun lalu.

DAFTAR PUSTAKA

Yunus, Hudori dan Harmanto. 1993. Akuntansi Keuangan Lanjutan. Yogyakarta : BPFE UGM.

AL. HARYONO. 1995. Dasar – Dasar Akuntansi. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

SR. Soemarsono. 1999. Akuntansi Suatu Pengantari. Jakarta : Rineka Cipta..

Moelyati. Dra, Sucipto, Drs. 2000. Siklus Akuntansi. Jakarta : Yudhistira.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar