WeLcome to my Blog

Senin, 18 Juni 2012

PSAK No 57


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
Dalam dunia akuntansi PSAK dibutuhkan untuk membantu proses penyusunan laporan keuangan agar tersaji sesuai dengan dasar atau aturan akuntansi berterima umum. Sehingga tidak ada keraguan didalamnya.
Salah satu yang perlu dipahami dan dipelajari dalam dunia akuntansi adalah mengetahui PSAK No 57 secara lebih rinci yang memberikan dasar memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi ketika tidak ada panduan yang eksplisit. Dimana PSAK ini tidak wajib diterapkan untuk unsur – unsur yang tidak material.
PSAK ini bertujuan untuk mengatur pengakuan dan pengukuran provisi, liabilitas kontinjensi dan aset kontinjensi serta untuk memastikan informasi memadai telah diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Dengan demikian, pengguna dapat memahami sifat, waktu dan jumlah yang terkait dengan informasi tersebut.
PSAK ini diterapkan oleh semua entitas dalam akuntansi untuk provisi, liabilitas kontinjensi, dan aset kontinjensi, kecuali yang ditimbulkan dari kontrak eksekutori dan hal – hal yang dicakup dalam PSAK lain.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai penerapan PSAK No 57 dan menyajikannya dalam bentuk sebuah makalah tentang Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi pada PSAK No 57.

1.2    Perumusan Masalah
Sebagaimana telah diketahui bahwa akuntansi merupakan suatu proses pengolahan data atau transaksi yang terjadi pada perusahaan sehingga menghasilkan suatu informasi yang bermanfaat bagi pihak yang berkepantingan. Maka dapat dirumuskan masalah yang timbul :
1.      Jelaskan istilah - istilah yang digunakan dalam PSAK No 57.
2.      Hubungan apa yang terjadi antara Provisi dan Liabilitas Kontinjensi.
3.      Bagaimana penjelasan dari Provisi, Liabilitas Kontinjensi dan Aset Kontinjensi.

1.3    Tujuan dan Manfaat
Tujuan untuk membuat makalah ini adalah untuk :
a.      Menambah wawasan dan pengetahuan lebih dalam mengenai PSAK No 57.
b.      Untuk mengetahui dalam penggunaan PSAK NO 57.
c.       Untuk mengetahui hubungan antara Provisi dan Liabilitas Kontinjensi.











BAB II
LANDASAN TEORITIS

2.1  Definisi Provisi, Liabilitas Kontinjensi dan Aset Kontinjensi.
Provisi digunakan dalam pos misalnya penyusutan, penurunan nilai aset dan utang ragu – ragu, hal ini merupakan penyesuaian terhadap nilai tercatat atas aset dan tidak diatur dalam PSAK ini.
a.      Provisi, adalah : liabilitas yang waktu dan jumlahnya belum pasti.
b.      Liabilitas Kontinjensi, adalah :
-          Kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadi atau tidak terjadinya satu atau lebih peristiwa di masa depan yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas.
-          Kewajiban kini yang timbul sebagai akibat peristiwa masa lalu, tetapi tidak diakui karena :
·         Tidak terdapat kemungkinan entitas mengeluarkan sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi (selanjutnya disebut sebagai “sumber daya”) untuk menyelesaikan kewajibannya.
·         Jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal.
c.       Aset Kontinjensi, adalah : aset potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadi atau tidak terjadinya satu atau lebih peristiwa di masa depan yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas.

2.2  Provisi dan Liabilitas Lainnya.
Provisi dapat dibedakan dari liabilitas lain, seperti utang dagang dan akrual, karena pada provisi terdapat ketidakpastian mengenai waktu atau jumlah yang dikeluarkan di masa depan untuk menyelesaikan provisi tersebut. Sebaliknya :
a.      Utang dagang, adalah liabilitas untuk membayar barang atau jasa yang telah diterima atau dipasok dan telah ditagih melalui faktur secara formal sudah disepakati dengan pemasok.
b.      Akrual, adalah liabilitas membayar barang atau jasa yang telah diterima atau dipasok, tetapi belum dibayar, ditagih atau secara formal disepakati dengan pemasok, termasuk jumlah yang masih harus dibayar kepada pegawai (misalnya jumlah tunjangan cuti). Meskipun sering kali perlu dilakukan estimasi atau penaksiran jumlah dan waktu akrual, tingkat ketidakpastian akrual pada umumnya lebih rendah daripada tingkat ketidakpastian provisi.
Akrual sering dilaporkan sebagai bagian dari utang dagang atau utang lain, sedangkan provisi dilaporkan secara terpisah.
2.3  Hubungan antara Provisi dan Liabilitas Kontinjensi.
Secara umum, semua provisi bersifat kontinjensi karena tidak pasti dalam jumlah atau waktu. Tetapi, dalam pernyataan ini istilah “kontnjensi” digunakan untuk liabilitas dan aset yang tidak diakui karena keberadaannya baru dapat dipastikan dengan terjadi atau tidak terjadinya satu peristiwa atau lebih yang tidak pasti di masa depan dan tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas. Disamping itu, istilah “liabilitas kontinjensi” digunakan untuk liabilitas yang tidak memenuhi kriteria pengakuan.
Pernyataan ini membedakan berbagai istilah berikut :
a.      Provisi yang diakui sebagai liabilitas (dengan asumsi dapat dibuat estimasi andal) karena provisi tersebut merupakan kewajiban kini dan kemungkinan besar mengakibatkan arus keluar sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi untuk menyelesaikan kewajiban tersebut
b.      Liabilitas kontinjensi yang tidak diakui sebagai liabilitas karena liabilitas kontinjensi tersebut merupakan salah satu dari berikut ini :
-          Kewajiban potensial karena belum pasti apakah entitas memiliki kewajiban kini yang akan menimbulkan arus keluar sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi.
-          Kewajiban kini yang tidak memenuhi kriteria pengakuan dalam pernyataan ini bahwa penyelesaian kewajiban tersebut mengakibatkan arus keluar sumber daya atau yang mengandung manfaat ekonomi karena estimasi memadai yang andal mengenai jumlah kewajiban tida dapat dibuat.










BAB III
STUDI KASUS

3.1  PENGAKUAN
Provisi diakui jika :
a.      Entitas memiliki kewajiban kini (baik bersifat hukum maupun bersifat konstruktif) sebagai akibat peristiwa masa lalu.
b.      Kemungkinan besar penyelesaian kewajiban tersebut mengakibatkan arus keluar sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi.
c.       Estimasi yang andal mengenai jumlah kewajiban tersebut dapat dibuat.
Dalam peristiwa yang jarang terjadi, tidak dapat ditentukan secara jelas apakah terdapat kewajiban kini. Dalam hal ini, peristiwa masa lalu dianggap menimbulkan kewajiban kini jika, setelah mempertimbangkan semua bukti tersedia, terdapat kemungikan lebih besar daripada tidak terjadi bahwa kewajiban kini muncul pada akhir periode pelaporan.
Peristiwa masa lalu yang menimbulkan kewajiban kini disebut peristiwa mengikat. Dalam peristiwa mengikat, entitas tidak mempunyai alternatif realistis selain menyelesaikan kewajiban yang timbul dari peristiwa tersebut. Ini akan terjadi hanya jika :
a.      Penyelesaian kewajiban dipaksakan oleh hukum
b.      Dalam kasus kewajiban konstruktif, suatu peristiwa (mungkin berupa tindakan entitas) menciptakan ekspektasi yang valid pada pihak lain bahwa entitas akan bertanggung jawab terhadap kewajiban tersebut.
Laporan keuangan menggambarkan posisi keuangan entitas pada akhir periode pelaporan , bukan posisi keuangan yang mungkin terjadi di masa depan. Oleh karena itu, entitas tidak mengakui provisi untuk biaya yang diperlukan untuk operasi di masa depan. Liabilitas yang diakui dalam laporan posisi keuangan (neraca) entitas hanyalah liabilitas yang telah ada pada akhir periode pelaporan.
Liabilitas yang memenuhi kualifikasi pengakuan tidak hanya kewajiban kini saja namun juga kemungkinan besar terjadinya arus keluar sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi untuk menyelesaikan kewajiban tersebut. Jika tidak terdapat kemungkinan besar bahwa kewajiban kini telah ada, maka entitas mengungkapkan kewajiban kontinjensi. Pengungkapan tersebut tidak perlu dilakukan jika arus keluar sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi kemungkinannya kecil.
Liabilitas kontinjensi diungkapkan, seperti disyaratkan di paragraf 86, kecuali arus keluar sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi kemungkinannya kecil. Liabilitas kontinjensi dapat berkembang ke arah yang tidak diperkirakan semula. Oleh karena itu, liabilitas kontinjensi terus menerus dikaji ulang untuk menentukan apakah tingkat kemungkinan arus keluar sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi bertambah sehingga menjadi kemungkinan besar. Jika timbul kemungkinan besar bahwa arus keluar sumber daya ekonomi diperlukan untuk menyelesaikan suatu unsur yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai liabilitas kontinjensi, maka entitas mengakui provisi dalam laporan keuangan pada periode saat perubahan menjadi kemungkinan besar tersebut terjadi (kecuali dalam keadaan yang sangat jarang, ketika estimasi andal tidak dapat dibuat).
Aset kontinjensi biasanya timbul dari peristiwa tidak terencana atau tidak diharapkan yang menimbulkan kemungkinan arus masuk manfaat ekonomi untuk entitas. Misalnya, klaim yang sedang diusahakan entitas melalui proses hukum yang hasilnya belum pasti. Aset kontinjensi tidak diakui dalam laporan keuangan karena dapat menimbulkan pengakuan penghasilan yang mungkin tidak pernah terealisasikan. Akan tetapi, jika realisasi penghasilan sudah dapat dipastikan, maka aset tersebut bukan merupakan aset kontinjensi, melainkan diakui sebagai aset. Aset kontijensi diungkapkan jika terdapat kemungkinan besar arus masuk manfaat ekonomi akan diperoleh entitas sebagaimana diatur di paragraf 89.
Contoh :
1.        Pada saat penjualan, produsen memberikan jaminan atau garansi produk kepada pembeli produknya. Berdasarkan kontrak penjualan, produsen menjamin akan memperbaiki atau mengganti produk yang dalam jangka waktu tiga tahun sejak tanggal penjualannya menampakkan cacat. Berdasarkan pengalaman masa lalu, terdapat kemungkinan besar bahwa akan terjadi klaim atas jaminan yang diberikan.
Kewajiban kini yang timbul sebagai akibat peristiwa masa lalu yang mengikat. Peristiwa yang mengikat adalah penjualan produk dengan jaminan, yang selanjutnya menimbulkan kewajiban hukum.
Keluarnya sumber daya yang mengandung manfaat ekonomis dalam rangka penyelesaian kewajiban. Terdapat kemungkinan besar bahwa hal ini (keluarnya sumber daya) akan terjadi bagi jaminan secara keseluruhan.
Simpulan. Entitas mengakui provisi sebesar estimasi terbaik biaya perbaikan dan/atau penggantian yang mungkin perlu dikeluarkan dalam rangka menjamin produk yang dijual sebelum akhir periode pelaporan.
2.        Sebuah toko ritel mempunyai kebijakan untuk mengembalikan uang pembelian dari pelanggan yang tidak puas, meskipun tidak ada kewajiban hukum yang mengharuskan entitas untuk mengembalikan uang konsumen.
Kewajiban kini yang timbul sebagai akibat dari peristiwa masa lalu yang mengikat. Peristiwa mengikat adalah peristiwa penjualan produk, yang menimbulkan kewajiban konstruktif karena tindakan entitas telah menciptakan ekspektasi yang valid bagi pembeli bahwa entitas akan mengembalikan uang mereka.
Keluarnya sumber daya yang mengandung manfaat ekonomis dalam rangka penyelesaian kewajiban. Terdapat kemungkinan besar bahwa hal ini (keluarnya sumber daya akan terjadi).
Simpulan. Entitas mengakui provisi sebesar estimasi terbaik dari biaya pengembalian.

3.2    PENGUKURAN
Jumlah yang diakui sebagai provisi adalah hasil estimasi terbaik pengeluaran yang diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban kini pada akhir periode pelaporan. Estimasi terbaik pengeluaran yang diperlukan untuk menyelesaikan kwajiban kini adalah jumlah yang secara rasional akan dibayar entitas untuk menyelesaikan kewajibannya pada akhir periode pelaporan atau untuk mengalihkan kewajibannya kepada pihak ketiga pada saat itu. Seringkali tidak mungkin dan tidak ekonomis bagi entitas untuk meyelesaikan kewajiban atau mengalihkan kewajibannya pada akhir periode pelaporan. Namun, estimasi jumlah yang secara rasional akan dibayar entitas untuk menyelesaikan kewajibannya atau untuk mengalihkan kewajibannya, merupakan estimasi terbaik atas pengeluaran yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kewajiban kini pada akhir periode pelaporan. Estimasi hasil dan dampak keuangan ditentukan berdasarkan pertimbangan manajemen entias, ditunjang dengan pengalaman dari transaksi serupa, serta dalam beberapa kasus dilengkapi dengan laporan ahli independen. Di antara bukti yang dipertimbangkan termasuk bukti tambahan yang diperoleh dari peristiwa setelah periode pelaporan.
Provisi diukur sebelum memperhitungkan pajak karena dampak pajak dari provisi dan perubahannya diatur dalam PSAK 46: Akuntansi Pajak Penghasilan.
Dalam menentukan estimasi terbaik suatu provisi, entitas mempertimbangkan berbagai risiko dan ketidakpastian yang selalu mempengaruhi berbagai peristiwa dan keadaan.
Jika dampak nilai waktu dari uang cukup material, maka jumlah provisi adalah nilai kini dari perkiraan pengeluaran yang diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban. Karena nilai waktu dari uang, provisi yang melibatkan pengeluaran uang yang timbul seketika setelah periode pelaporan lebih memberatkan jika dibandingkan dengan provisi yang melibatkan pengeluaran uang dalam jumlah sama yang timbul kemudian. Dengan demikian, jika dampaknya bersifat material, provisi didiskontokan.
Peristiwa masa depan yang dapat mempengaruhi jumlah yang diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban tercermin dalam jumlah provisi jika ada bukti obyektif bahwa peristiwa itu akan terjadi.
Dalam mengukur kewajiban yang ada, dipertimbangkan dampak peraturan perundang – undangan yang kemungkinan akan diberlakukan, khususnya jika terdapat bukti objektif yang memadai bahwa peraturan perundang – undangan itu pasti akan diberlakukan. Dalam kenyataannya, sering kali sangat sulit bagi entitas untuk menentukan apakah suatu peristiwa akan menghasilkan bukti objektif yang memadai. Bukti tersebut harus jelas menunjukkan hal – hal yang diatur dalam suatu peraturan dan menimbulkan kepastian bahwa peraturan itu akan diundang – undangkan dalam lembaran negara pada waktunya.


Contoh :
Entitas menjual produk dengan memberikan garansi / jaminan kepada pelanggan untuk menanggung biaya perbaikan cacat pabrikasi yang ditemukan dalam jangka waktu enam bulan setelah penjualan. Jika kerusakan yang terdeteksi dari seluruh produk yang terjual digolongkan cacat ringan, maka biaya perbaikannya Rp 1.000.000. Sementara itu, jika kerusakan yang terdeteksi dari seluruh produk terjual digolongkan cacat berat, maka biaya perbaikannya Rp 4.000.000. Pengalaman entitas di masa lalu dan ekspektasi masa datang memberikan indikasi bahwa dalam tahun mendatang 75% dari produk terjual tidak mengandung cacat, 20% dari produk terjual mengandung cacat ringan dan 5 % dari produk yang terjual mengandung cacat berat. Sesuai dengan paragraf 24, entitas menentukan probabilitas atau kemungkinan arus keluar sumber daya untuk pemenuhan kewajiban garansi secara keseluruhan.
Nilai yang diharapkan untuk biaya perbaikan adalah :   (75% x Rp 0) + (20% x Rp 1.000.000) + (5% x Rp 4.000.000) = Rp 400.000
3.3    PENGGANTIAN
Jika sebagian atau seluruh pengeluaran untuk menyelesaikan provisi diganti oleh pihak ketiga, maka penggantian itu diakui hanya pada saat timbul keyakinan bahwa penggantian pasti akan diterima jika entitas menyelesaikan kewajiban. Penggantian tersebut diakui sebagai aset yang terpisah. Jumlah yang diakui sebagai penggantian tidak boleh melebihi nilai provisi.
Dalam laporan laba rugi komprehensif, beban yang terkait dengan provisi dapat disajikan secara neto setelah dikurangi jumlah yang diakui sebagai penggantian nya.
Provisi ditelaah pada setiap akhir periode pelaporan dan disesuaikan untuk mencerminkan estimasi terbaik yang paling kini. Jika arus keluar sumber daya untuk menyelesaikan kewajiban kemungkinan besar tidak terjadi, maka provisi dibatalkan.
Jika provisi didiskontokan, maka nilai tercatatnya akan meningkat pada setiap periode untuk mencerminkan berlalunya waktu. Peningkatan ini diakui sebagai biaya pinjaman.
Provisi hanya dapat digunakan untuk pengeluaran yang berhubungan dengan tujuan pembentukan provisi.  Membebankan pengeluaran untuk mengurangi provisi yang semula diakui untuk tujuan lain akan menghilangkan pengaruh dari dua peristiwa yang berbeda.
3.4    PENGUNGKAPAN
Untuk setiap jenis provisi, entitas mengungkapkan :
a.      Nilai tercatat pada awal dan akhir periode.
b.      Provisi tambahan yang dibuat dalam periode bersangkutan, termasuk peningkatan jumlah provisi yang ada.
c.       Jumlah yang digunakan, yaitu jumlah yang terjadi dan dibebankan pada provisi selama periode bersangkutan.
d.      Jumlah yang belum digunakan yang dibatalkan selama periode bersangkutan.
e.      Peningkatan, selama periode yang bersangkutan, dalam nilai kini yang timbul karena berlalunya waktu dan dampak dari setiap perubahan tingkat diskonto.
Jika kemungkinan besar terjadi arus masuk manfaat ekonomi, maka entitas mengungkapkan uraian singkat mengenai kharakteristik aset kontinjensi pada akhir periode pelaporan dan jika praktis, estimasi dampak keuangannya, diukur sesuai dengan prinsip yang berlaku bagi provisi.
Pada kasus yang sangat jarang terjadi, pengungkapan sebagian atau seluruh informasi yang diatur di paragraf 84 – 89 diperkirakan dapat menyulitkan entitas dalam perselisihan dengan pihak lain mengenai hal yang menjadi subjek provisi, liabilitas kontinjensi, atau aset kontinjensi. Dalam hal demikian, entitas tidak perlu mengungkapkan informasi tersebut, tetapi mengungkapkan uraian umum perselisihan, berikut fakta dan alasan bahwa informasi tersebut tidak diungkapkan.
Contoh :
1.      Pada saat penjualan, suatu produsen memberikan garansi atau jaminan kepada pembeli ketiga lini produknya. Berdasarkan garansi tersebut, produsen bersedia untuk memperbaiki atau mengganti produk – produk yang gagal menunjukkan kinerja yang memuaskan selama dua tahun terhitung sejak tanggal penjualan. Pada tanggal neraca, diakui provisi sebesar Rp 60.000.000. Provisi tersebut tidak didiskontokan (dihitung nilai kininya) karena dampak pendiskontoan tidak material. Entitas mengungkapkan informasi berikut ini :

Entitas mengakui provisi sebesar Rp. 60.000.000. Jumlah tersebut adalah jumlah yang diperkirakan akan dikeluarkan entitas bagi klaim atas garansi produk yang dijual selama tiga tahun buku terakhir. Diperkirakan sebagian besar pengeluaran tersebut akan terjadi dalam tahun buku mendatang, dan semua pengeluaran akan terjadi dalam dua tahun sejak akhir periode pelaporan.
2.      Entitas terlibat perselisihan dengan salah satu pesaingnya, yang menuduh entitas telah melanggar hak paten yang dimilikinya. Pesaing tersebut menuntut ganti rugi sebesar Rp 100.000.000.000. Entitas mengakui provisi sebesar estimasi terbaik atas kewajiban tersebut, namun entitas tidak mengungkapkan informasi yang disyaratkan dalam PSAK 57. Entitas mengungkapkan informasi berikut :

Entitas sedang menghadapi proses tuntutan hukum sehubungan dengan perselisihan dengan salah satu pesaing yang menuduh bahwa entitas telah melanggar hak patennya, dan menuntut ganti rugi sebesar Rp 100.000.000.000. Informasi yang biasanya disyaratkan dalam PSAK 57 tidak diungkapkan karena dapat menimbulkan prasangka yang mempengaruhi hasil tuntutan hukum. Dewan direksi berpandangan bahwa tuntutan tersebut akan dapat ditolak oleh entitas.


















BAB IV
PENUTUP

4.1  KESIMPULAN
a.      Jika sebagai akibat dari kejadian masa lampau, timbul kemungkinan entitas akan mengeluarkan sumber daya yang mengandung manfaat ekonomis dalam rangka menyelesaikan :
·         Kewajiban masa kini
·         Kemungkinan kewajiban yang keberadaannya akan menjadi pasti hanya dengan terjadinya atau tidak terjadinya satu atau lebih peristiwa yang belum pasti di masa depan, yang (peristiwa itu) tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas.
b.      Jika sebagai akibat dari kejadian masa lalu, terdapat kemungkinan timbul aset yang keberadaannya akan menjadi pasti hanya dengan terjadinya atau tidak terjadinya satu atau lebih peristiwa yang belum pasti di masa depan, yang (peristiwa itu) tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas.
c.       Sebagian atau seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu provisi diharapkan akan diganti atau ditanggung oleh pihak ketiga.


PSAK No 50


BAB I

PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Pesatnya perkembangan industri perbankan, kompleksitas transaksi yang terjadi di dalamnya, dan besarnya tuntutan masyarakat akan tranparansi bank, memicu perbankan untuk meningkatkan kemampuannya dalam rangka menjaga kepercayaan masyarakat. Jadi ilmu Akuntansi sebagai penyedia informasi bagi pengambil keputusan yang bersifat ekonomi juga dipengaruhi oleh lingkungan bisnis yang terus menerus berubah karena adanya globalisasi, baik lingkungan bisnis yang bertumbuh bagus,dalam keadaan stagnasi maupun depresi. Tiap-tiap negara tentu saja mempunyaistandar akuntansi yang berbeda dengan negara lain. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kondisi ekonomi, paham ekonomi yang dianut, serta perbedaan kondisi politik dan sosial di tiap-tiap negara. Dengan keadaan yang seperti ini, tentu saja, laporan akuntansi pada perusahaan di masing-masing Negara juga berbeda (Sadjiarto, 1999).
Laporan tahunan (annual report) merupakan  dokumen yang wajib diterbitkan setiap tahun oleh perusahaan. Laporan tahunan perusahaan terdiri dari komponen keuangan dan non keuangan di mana keduanya memiliki arti penting dalam menyampaikan informasi yang berguna bagi pengambilan  keputusan investasi dan kredit yang rasional serta keputusan sejenis lain oleh para stakeholder (Maines et al.,2002 dalam Amran et al.,2009). Sebagai contoh skandal dan kecurangan dalam praktik akuntansi yang menimpa Enron dan WorldCom. Kasus tersebut menyebabkan meningkatnya permintaan untuk pengungkapan dan penyajian yang lebih luas, pada bagian keuangan dan non keuangan dalam laporan tahunan. Meningkatnya permintaan stakeholder disebabkan para investor meragukan angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan tahunan perusahaan. Angka-angka tersebut dianggap kurang transparan dalam menjelaskan kondisi perusahaan. Karena  tujuan utama pengungkapan dan penyajian informasi pada laporan keuangan adalah untuk memberikan bantuan kepada investor, kreditur dan pengguna laporan lainya dalam memahami resiko portofolio investasi sebagai dasar untuk melakukan keputusan ekonomi yang rasional. Oleh karena itu laporan keuangan haruslah memuat pengungkapan dan penyajian informasi yang cukup (full disclosure).
Sehingga dapat dimengerti dan diperbandingkan, meskipun laporan tersebut disusun atas dasar kebijakan akuntansi yang berbeda-beda antar perusahaan agar informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami dan tidak menimbulkan salah interpretasi, maka penyajian laporan keuangan harus disertai dengan pengungkapan (disclosure) yang memadai. Konsekuensinya, pengungkapan kebijakan akuntansi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan. Pengungkapan tersebut dimaksudkan agar laporan keuangan dapat dipahami dan dikomparasikan secara lebih baik.
Sejalan dengan perkembangan terkini standar keuangan yang diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia terutama PSAK 50 (revisi 2010) :Instrument Keuangan: Penyajian, maka tuntutan bagi perusahan di Indonesia untuk mengadopsi penuh dan menerapkannya dalam penyajian dan penyusunan laporan keuangan sehingga  pelaporan keuangan yang disajikan dalam bentuk kuantitatif, dimana informasi yang disajikan didalamnya merupakan sumber utama informasi keuangan yang disampaikan oleh manajemen kepada pihak-pihak di dalam maupun di luar perusahaan sehingga menjadi titik perhatian.
Berdasarkan hal inilah penulis akan membahas lebih mendalam tentang “Analisis Kualitas Instrument Keuangan: Penyajian Laporan Keuangan Perusahaan di Indonesia PSAK 50 (revisi 2010)”

1.2  Rumusan Masalah
Permasalah yang dirumuskan dalam makalah ini adalah Apakah ada perbedaan yang signifikan praktek penyajian pada laporan keuangan perusahaan di Indonesia dengan standar yang sudah di tetapkan?

1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak di capai dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui adakah perbedaan yang signifikan praktek penyajian pada laporan keuangan di Indonesia dengan standar yang sudah di tetapkan..




1.4  Manfaat penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh bagi beberapa pihak dari penulisan antara lain:
1.      Bagi penulis, dengan melakukan penulisan ini memperoleh pengalaman dan ilmu pengetahuan baru, wawasan dan dapat menjadi referensi bagi penulis.
2.      Bagi perusahaan, dapat menjadi sebagai catatan/koreksi untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitasa laporan keuangan, sekaligus memperbaiki apabila ada kelemahan dan kekurangan.

1.5  Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran tentang makalah ini secara garis besar pembahasan dalam makalah ini dibagi tiga bab yaitu:
BAB I             PENDAHULUAN
                        Bab ini terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat, serta sistematika penulisan.
BAB II            LANDASAN TEORI
                        Bab ini menguraikan teori yang digunakan sebagai pendukung penulisan.
BAB III          STUDI KASUS
                        Bab ini penulis mencoba membahas kasus yang terkait dengan masalah instrument keuangan :penyajian.
BAB IV          PENUTUP
                        Bab ini berisi kesimpulan dari hasil pembahasan.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1  Pengertian PSAK 50
PSAK 50 adalah merupakan pernyataan standar akuntansi keuangan yang mengatur tentang instrumen keuangan: penyajian. Semua paragraf yang terdapat dalam PSAK 50 memiliki kekuatan mengatur  Pernyataan tersebut wajib diterapkan. Instrumen keuangan adalah setiap kontrak yang menambah nilai asset keuangan entitas dan kewajiban keuangan atau instrumen ekuitas entitas lain.
2.2  Pelaporan Keuangan
Sebagian besar sistem akuntansi dirancang untuk menghasilkan informasi untuk pelaporan internal dan eksternal. Informasi eksternal sifatnya jauh lebih ringkas di bandingkan informasi yang dilaporkan pada pemakai internal. Hal ini dapat di mengerti, karena perusahaan tidak mau mengungkapkan setiap rincian dari keuangan internalnya kepada pihak luar. Oleh karena itulah pelaporan keuangan eksternal diatur oleh lembaga yang dibentuk untuk membuat standar atau prinsip-prinsip yang dirancang untuk mendefinisikan secara saksama informasi apa yang harus diungkapkan oleh perusahaan kepada pihak luar. Standar akuntansi juga menciptakan metode yang seragam untuk menyajikan informasi sehingga laporan keuangan untuk berbagai perusahaan yang berbeda dapat dibandingkan dengan lebih muda.

Laporan keuangan untuk tujuan umum merupakan pusat dari akuntansi keuangan. Tiga laporan keuangan utama ini terdiri atas:
1.      Neraca, pada suatu waktu tertentu, melaporkan sumberdaya yang dimiliki perusahaan(asset), kewajiban perusahaan(utang), dan selisih bersih antara asset dan kewajiban, yang mewakili ekuitas atau modal pemilik.
2.      Laporan laba rugi, untuk rentang waktu tertentu, melaporkan asset bersih yang dihasilkan oleh operasi perusahaan (pendapatan), asset bersih yang digunakan(beban), dan selisihnya yang disebut laba bersih. Laporan laba rugi merupkan usaha terbaik akuntan dalam mengukur kinerja ekonomis suatu perusahaan pada periode tertentu.
3.      Laporan arus kas, untuk rentang waktu tertentu, melaporkan jumlah kas yang dihasilkan dan digunakan oleh perusahaan melalui tiga jenis aktivitas: operasi, investasi, dan pendanaan. Laporan arus kas merupakan laporan keuangan yang paling objektif karena tidak menggunakan berbagai estimasi dan penilaian akuntansi yang dibutuhkan untuk menyusun neraca dan laporan laba rugi.

2.3  Elemen-elemen Laporan Keuangan
adapun elemen-elemen dalam laporan keuangan adalah:
1.      aset (asset) merupakan kemungkinan manfaat ekonomi di masa yang akan dating yang diperoleh atau dikendalikan oleh entitas tertentu sebagai hasil dari transaksi atau kejadian di masa lalu.
2.      Kewajiban (liability) merupakan kemungkinan pengorbanan manfat ekonomi di masa yang akan dating yang timbul dari kewajiban sekarang dari suatu entitas untuk mengalihkan aset atau menyediakan jasa kepada entitas lain pada masa yang akan dating sebagai hasil dari transaksi atau kejadian masa lalu.
3.      Modal (equity) merupakan sisa kepemilikan atas aset dari suatu entitas setelah dikurangi kewajiban-kewajibannya.
4.      Investasi oleh Pemilik adalah peningkatan modal dari perusahaan bisnis tertentu yang dihasilkan dari pengalihan dari entitas lain atau sesuatu yang bernilai untuk mendapatkan atau meningkatkan kepemilikannya dalam perusahaan tersebut. Aset merupakan yang paling banyak diterima sebagai investasi oleh pemilik, tetapi hal lain yang dapat diterima bisa berupa jasa.
5.      Distribusi kepada Pemilik merupakan penurunan modal dari perusahaan bisnis tertentu yang dihasilkan dari pengalihan aset, pemberian jasa atau timbul kewajiban oleh perusahaan kepada pemilik. Distribusi kepada pemilik ini akan menurunkan kepemilikan dalam perusahaan.
6.      Laba Komprehensif merupakan perubahan dalam modal perusahaan bisnis   selama periode dari transaksi, kejadian, dan kondisi lainya yang berasal dari sumber-sumber selain pemilik. Termasuk di dalamnya adalah semua perubahan dalam modal selama suatu periode kecuali yang berasal dari investasi oleh pemilik dan distribusi kepada pemilik.
7.      Pendapatan (revenue) adalah arus masuk atau peningkatan lain dari aset suatu entitas atau pelunasa kewajibanya dari penyerahan atau produksi suatu barang, pemberian jasa atau aktivitas lainyang merupakan usaha terbesar yang sedang dilakukan entitas.
8.      Beban (expense) adalah arus keluar atau penggunaan lain dari aset atau timbulnya kewajiban dari penyerahan barang, pemberian jasa atau pelaksanaan aktivitas lainya.
9.      Keuntungan (gain) adalah peningkatan dalam ekuitas dari transaksi dan kondisi lainya yang mempengaruhi entitas tersebut, kecuali yang berasal dari investasi pemilik.
10.  Kerugian (loss) adalah penurunan dalam modal dari transaksi yang terjadi dari suatu entitas, kejadian, dan kondisi lainya yang mempengaruhi entitas.

Sebelum penyajian di dalam laporan keuangan ada hal yang perlu diperhatikan  berkaitan erat dengan pengakuan adalah pengukuran. Terdapat lima atribut pengukuran saat ini yang banyak digunakan dalam praktik:
1.      Biaya historis (historical cost) merupakan harga setara kas untuk barang atau jasa pada tanggal perolehan. Contohunsur yang diukur dengan menggunakan biaya historis adalah tanah, bangunan, perlatan, dan sebagian besar persediaan.
2.      Biaya pengganti saat ini (current replacement cost) adalah haraga setara kas yang ditukar pada saat ini untuk membeli atau menggantikan barang atau jasa yang sejenis. Contoh beberapa persediaan yang mengalami penurunan penilaian sejak diperoleh.
3.      Nilai pasar saat ini (current market value) adalah harga kas yang setara dengan harga yang bisa ditetapkan dengan menjual aset dalam kondisi penjualan biasa. Contoh beberapa instrument keuangan.
4.      Nilai realisasi bersih (net realizable value) adalah sejumlah kasa yang diharapkan akan diterima dari konversi aset dalam aktivitas bisnis normal. Contoh piutang dagang
5.      Nilai sekarang atau nilai yang didiskontokan (present atau discounted value) adalah jumlah arus masuk kas bersih di masa yang akan datang atau arus kas keluar yang didiskontokan ke nilai sekarang pada tingkat suku bunga yang sesuai. Contoh piutang jangka panjang, utang jangka panjang, dan aset operasi jangka panjang yang dianggap mengalami penurunan nilai.









BAB III
STUDI KASUS

3.1  Gambaran umum Perusahaan
Enron adalah sebuah perusahaan energi Amerika yang berbasis di Houston, Texas, Amerika Serikat. Perusahaan ini didirikan pada 1930 sebagai Northern Natural Gas Company, sebuah konsorsium dari Northern American Power and Light Company, Lone Star Gas Company, dan United Lights and Railways Corporation. Kepemilikan konsorsium ini secara bertahap dibubarkan antara  1941 hingga 1947 melalui penawaran saham kepada publik. Pada 1979, Northern Natural Gas mengorganisir dirinya sebagai perusahaan induk, Internorth, yang menggantikan Northern Natural Gas di New York Stock Exchange. Enron sebelum tahun 2001 mempekerjakan sekitar 21.000 orang pegawai dan merupakan salah satu perusahaan terkemuka di dunia dalam bidang listrik, gas alam, bubur kertas , serta komunikasi (wikipedia.co.id).
Pada februari 2001, Enron telah dipandang sebagai model perusahaan pada industri tradisional yang mengadaptasi dan menciptakan perusahaan mereka menjadi perusahaan yang sukses pada era informasi. Bahkan penelitian yang dilakukan oleh majalah fortune edisi bulan tersebut menyatakan Enron sebagai perusahaan paling inovatif di Amerika selama enam tahun terakhir. Hingga tanggal 16 Oktober 2001, cerita tentang Enron tampak sama dengan perusahaan sejenis
Pada titik ini sayangnya, cerita tentang Enron berubah menjadi sesuatu yang tak dapat dipercaya, dan yang pasti merupakan salah satu skandal akuntansi yang paling mahal sepanjang sejarah.
Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan kuartal ketiga. Pengumuman kepada pers menyatakan bahwa pro forma laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta pada kuartal ketiga tersebut, dibandingkan dengan $292 juta pada tahun sebelumnya. Pimpinan perusahaan Enron, Kenneth Lay, menyatakan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik dan ia memilih untuk tidak menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus sebesar $1 miliar yang menyebabkan hasil actual pada periode tersebut, yang bila dilaporkan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum akan menjadi kerugian sebesar  $644 juta.
Pengumuman kepada pers tersebut memberikan peringatan kepada Wall Street. Para analis dan reporte bisnis mulai menggali untuk mengetahui apa yang terjadi di balik pembebenan sebesar $1 miliar tersebut. Selama dua hari berikutnya, dua reporter dari The Wall Street Journal, Jhon Emshwiller dan Rebecca Smith, melaporkan bahwa pembebanan $1 miliar tersebut berasal dari transaksi-transaksi yang dilakukan dengan perusahaan yang didirikan oleh direktur keuangan Enron. Terbukanya rahasia ini menimbulkan kecurigaan terhadap Enron, kecurigaan tersebut semakin kuat ketika diperoleh informasi yang lebih rinci tentang perusahaan yang didirikan oleh ndirektu keuangan Enron, dengan cara yang digunakan Enron untuk melaporkan pendapatan, dan budaya perusahaan secara umum. Harga saham perusahaan ini turn secara drastis dari $36,00 per lembarnya pada minggu sebelum tanggal 16 Oktober 2001 hingga menjadi $0,26 per lembarnya enam minggu kemudian.
Pada 2 Desember 2001, Enron mengajukan permohonan perlindungan Chapter 11 akibat kebangkrutan yang melanda perusahaan tersebut. Kebangkrutan ini disebabkan kegagalan pada proses bisnis dan manajemen (Eiteman, dkk, 2007). Juga akibat adanya penipuan akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif (wikipedia.co.id).
Jeffrey Skilling menjelaskan kebangkrutan Enron disebabkan terganggunya proses bisnis akibat credit rating perusahaan menurun pada November 2001. Hal ini dikarenakan sebagai perusahaan trading, membutuhkan rating nilai investasi untuk melakukan perdagangan dengan perusahaan lain. Tidak ada nilai yang baik, maka tidak akan ada perdagangan (Eiteman, dkk, 2007).
Terjadinya penurunan nilai rating investasi perusahaan disebabkan hutangnya yang terlalu besar, yang sebelumnya tidak tercatat dalam neraca (off balance sheet) kemudian diklasifikasikan ulang sehingga tercatat dalam neraca (on balance sheet). Hutangnya tidak hanya sebesar $13 juta tetapi bertambah hingga sebesar $38 juta. Klasifikasi ulang dilakukan karena terdapat banyak special purpose entity (SPEs) dan kerjasama yang tidak tercatat dalam neraca yang memiliki banyak hutang. Sehingga terjadi ketidakcocokan saat dilakukan konsolidasi ulang yang kemudian menyebabkan nilai ekuitas perusahaan jatuh (Eiteman, dkk, 2007).
Pada kasus Enron ini, lembaga-lembaga eksternal juga ikut bertanggung jawab terjadinya kasus tersebut. Diantaranya;
1.      Auditor. Arthur Andersen (satu dari lima perusahaan akuntansi terbesar) adalah kantor akuntan Enron. Tugas dari Andersen adalah melakukan pemeriksaan dan memberikan kesaksian apakah laporan keuangan Enron memenuhi GAAP (generally accepted accounting practices). Andersen, disewa dan dibayar oleh Enron. Andersen juga menyediakan konsultasi untuk Enron, dimana hal ini melebihi wewenang dari akuntan publik umumnya. Selain itu Andersen mengalami konflik kepentingan akibat pembayaran yang begitu besar dari Enron, $5 juta untuk biaya audit dan $50 juta untuk biaya konsultasi.
2.       Konsultan hukum. Konsultan hukum Enron, khususnya Vinson & Elkins juga disewa oleh Enron. Konsultan hukum ini bertanggungjawab untuk menyediakan opini hukum atas strategi, struktur, dan legalitas umum atas semua yang dilakukan oleh Enron. Sama dengan Andersen, saat ditanyakan mengapa tidak ikut menghalangi ide dan aktivitas ilegal Enron, konsultan hukum ini menjelaskan bahwa Enron tidak memberikan informasi yang lengkap, khususnya tentang kepemilikan di SPEs.
3.      Regulator. Enron sebagai perusahaan yang melakukan perdagangan di pasar energi diawasi oleh Federal Energy Regulatory Commission (FERC), akan tetapi FERC tidak melakukan pengawasan secara mendalam. Hal ini dikarenakan Enron melakukan aktivitasnya dalam perdagangan listrik tidak di satu negara, yaitu antar negara.
4.      Pasar ekuitas. Sebagai perusahaan publik, Enron diharuskan mengikuti peraturan dari SEC. Akan tetapi dalam pengawasannya SEC, tidak melakukan investigasi secara mendalam atau melakukan konfirmasi ulang terhadap Enron. SEC hanya mengandalkan pada testimoni yang dibuat oleh lembaga lain seperti auditor perusahaan (Arthur Andersen). Sedangkan NYSE mengharuskan Enron memenuhi peraturan perdagangan di NYSE. Berbeda dengan SEC, NYSE tidak hanya melakukan verifikasi firsthand.
5.       Pasar hutang. Enron, seperti perusahaan lainnya menginginkan dan membutuhkan sebuah nilai rating. Sehingga Enron membayar  Standard & Poors serta Moody’s untuk memberikan nilai rating. Rating ini dibutuhkan untuk sekuritas hutang perusahaan yang diterbitkan dan diperdagangkan di pasar. Yang menjadi masalah, perusahaan rating tersebut hanya melakukan analisis sebatas pada data yang diberikan kepada mereka oleh Enron, operasional dan aktivitas keuangan Enron. Terjadi perdebatan apakah perusahaan rating harus memeriksa total hutang perusahaan atau tidak. Khususnya yang berkaitan dengan SPEs.
Meningkatnya defisit dalam arus kas perusahaan menyebabkan timbulnya masalah manajemen keuangan yang mendasar pada Enron. Pertumbuhan perusahaan membutuhkan adanya modal eksternal. Tambahan modal dapat diperoleh dari hutang baru dan ekuitas baru. Ken Lay dan Jeff Skilling, enggan untuk menerbitkan jumlah besar dari ekuitas baru. Karena akan mendilusi laba dan jumlah saham yang dipegang oleh pemegang saham.  Pilihan menggunakan utang juga terbatas, dengan tingkat utang yang tinggi menyebabkan rating Enron hanya sebesar BBB, tingkat rating yang rendah oleh lembaga pemberi rating (Eiteman, dkk, 2007).
Andrew Fastow bersama dengan asistennya membuat SPEs, alat yang digunakan dalam jasa keuangan. SPEs memiliki dua tujuan penting, pertama; menjual aset-aset yang bermasalah ke rekanan. Enron menghilangkan aset tersebut dari neraca, mengurangi tekanan akibat utang dan menyembunyikan kinerja buruk investasi. Hal ini dapat mendatangkan dana tambahan untuk membiayai kesempatan investasi baru. Kedua; memperoleh pendapatan untuk memenuhi laba yang disyaratkan oleh Wall Street.
SPEs dibiayai dari tiga sumber; (1) ekuitas dalam bentuk saham tresuri, (2) ekuitas dalam bentuk minimum 3% dari aset yang berasal dari pihak ketiga yang tidak berhubungan, (3) jumlah yang besar dari utang bank. Modal ini berada pada sisi kanan neraca SPEs, akan tetapi pada sisi kiri modal digunakan untuk membeli aset dari Enron. Hal ini menyebabkan harga saham SPEs berkaitan dengan harga saham Enron. Saat saham SPEs naik, maka saham Enron ter-apresiasi. Sedangkan saat harga saham SPEs turun, maka harga saham Enron ter-depresiasi (Eiteman, dkk, 2007).
Menurunnya harga saham Enron hingga $47 per lembar saham pada bulan Juli 2001, menyebabkan investor curiga. Hal ini menyebabkan Sherron Watkins, wakil presiden Enron mencoba memperingatkan Kenneth Lay dengan membawa 6 lembar surat yang menjelaskan proses akuntan yang tidak wajar sehubungan dengan SPEs dan memperingatkan akan kecurangan proses akuntan. Akan tetapi peringatan Sherron Watkins tidak dihiraukan oleh Ken Lay, sehingga terjadilah tsunami di Enron. Harga sahamnya jatuh hingga tersisa $1 per lembar saham yang menyebabkan Enron bangkrut (Velasquez, 2006).Pada Bulan Februari 2002, Sherron Watkins dipanggil oleh DPR untuk menjelaskan skandal Enron, tentang aktivitas akuntansi perusahaan. Kemudian Sherron Watkins menjelaskan semua permasalahan tersebut, dan menyebabkan dirinya dijuluki sebagai courageous whistleblower (Velasquez, 2006).

3.2  Analisis Kasus
Pada kasus ini dapat kita lihat bahwa Enron mengadopsi model SWM (Shareholder Wealth Maximization), dengan asumsi bahwa pasar efisien. Ini mengandung makna, harga saham selalu tepat memproyeksikan harapan akan return dan risiko yang dipersepsikan oleh investor. Model SWM ini fokus pada maksimalisasi nilai jangka panjang, bukan hanya jangka pendek. Sedangkan Enron lebih berfokus pada tujuan jangka pendek untuk memenuhi komitmen dengan Wall Street. Fokus jangka pendek oleh manajemen dan investor ini disebut dengan impatient capitalism.
Pertanyaan dan jawaban:
1.      Manakah dalam sistem pengelolaan perusahaan, baik internal maupun eksternal yang menjadi penyebab utama kegagalan Enron?
Internal
Masalah yang berasal dari BOD yang bersinergi dengan Andy Fastow membentuk SPEs. SPEs ini digunakan sebagai perusahaan pengalihan utang Enron dan aset Enron yang bermasalah. Tujuan SPE yaitu;
Ø  Menjual aset Enron yang bermasalah untuk mendapatkan dana investasi baru
Ø  Menjual investasi yang bermasalah ke rekanan dengan tujuan untuk menghasilkan pendapatan sesuai dengan target dari Wall Street
Eksternal
Ø  Auditor: Arthur Andersen bersikap tidak independen dalam mengaudit laporan keuangan Enron
2.      Jelaskan bagaimana seharusnya pemegang saham individu dan komponen dari sistem pengelolaan perusahaan mencegah masalah pada Enron atau menyelesaikan masalah sebelum terjadi krisis?
Untuk mencegah masalah:
Ø  Auditor: melakukan audit sesuai dengan kode etik profesi akuntan dan GAAP. Audit forensik – Audit investigatif
Ø  Legal counsel: seharusnya melakukan investasi secara detail dan menyeluruh pada manajemen, khususnya yang menyangkut aspek legalitas pada kepemilikan dari SPEs.
Ø  Regulator: bertanggungjawab mengawasi perusahaan secara mendalam, penerbitan peraturan dan UU khususnya dalam GCG
Ø  Equity market: seharusnya tidak langsung percaya pada nama besar/ reputasi besar KAP Arthur Andersen tetapi juga melakukan analisis laporan keuangan intensif dan investigasi secara mendalam tidak hanya berdasar pada hasil audit.
Ø  Debt market: memberi rating perusahaan sesuai dengan hasil investigasi yang mendalam
Ø  Bank and Bankers: bersikap independen dalam memberikan pinjaman kepada perusahaan dan menganalisis hubungan kepemilikan antar perusahaan
Menyelesaikan masalah yang terjadi:
Ø  Menerbitkan peraturan yang jelas untk mengatur transparansi pengungkapan transaksi keuangan antar perusahaan (regulator)
Ø  Tuntutan hukum terhadap manajemen Enron yang bertanggung-jawab atas terjadinya permasalahan ini
Ø  Dibubarkannya firma KAP Arthur Andersen
Ø  Jasa audit KAP dipisah dengan jasa konsultan perusahaan untuk independensi KAP
Ø  Banyak kasus auditor mengaudit laporan keuangan perusahaan tidak bekerja dibawah pengawasan komite audit (KA) dan tidak bebas dari pengaruh manajemen senior perusahaan – sehingga perlu KA dari eksternal seperti akademisi dan praktisi akuntansi.
3.      Jika semua perusahaan publik di Amerika menjalankan operasinya seperti Enron, mengapa orang akan berpikir hal ini akan menjadi isolated incident, dan bukan contoh dari banyak kegagalan?
Ø  Karena masalah Enron melibatkan pihak-pihak internal maupun eksternal dalam bentuk kecurangan yang sistemik. Sehingga sulit mengungkapkan kecurangan yang Enron lakukan. Hal inilah yang mendorong pemerintah Amerika mengeluarkan Sarbanes Oxley Act 2002, pada tanggal 30 Juli 2002.










BAB IV
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
 Dari analisis dan evaluasi yang disajikan dalam bab sebelumnya, dengan mengacu kepada uraian teoritis yang ada, maka penulis mencoba menarik kesimpulan bahwa  tidak terdapat perbedaan tingkat kelengkapan penyajian informasi keuangan setiap perusahaan di Indonesia.

















DAFTAR PUSTAKA
Dewan Standar Akuntansi Keuangan,2010,”PSAK 50 (Revisi 2010):Instrument Keuangan: Penyajian, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan.
Farichah,2009,”Analisis Hubungan Antara Karakteristik dan Kualitas Pengungkapan Pada Laporan Keuangan Perusahaan di IndonesiaJurnal Akuntansi dan Keuangan Vol.14 No.2.Juli 2009.
Sadjiarto,Arya,1999.”Akuntansi Internasional: Harmonisasi Versus Standarisasi.”Jurnal Akuntansi dan Keuangan,Vol.1, No.2, Hal 144-161
Stice, Earl K,2009,”Akuntansi Keuangan ,”Jakarta, Salemba Empat.