BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam dunia akuntansi PSAK
dibutuhkan untuk membantu proses penyusunan laporan keuangan agar tersaji
sesuai dengan dasar atau aturan akuntansi berterima umum. Sehingga tidak ada
keraguan didalamnya.
Salah satu yang perlu
dipahami dan dipelajari dalam dunia akuntansi adalah mengetahui PSAK No 57
secara lebih rinci yang memberikan dasar memilih dan menerapkan kebijakan
akuntansi ketika tidak ada panduan yang eksplisit. Dimana PSAK ini tidak wajib
diterapkan untuk unsur – unsur yang tidak material.
PSAK ini bertujuan untuk
mengatur pengakuan dan pengukuran provisi, liabilitas kontinjensi dan aset
kontinjensi serta untuk memastikan informasi memadai telah diungkapkan dalam
catatan atas laporan keuangan. Dengan demikian, pengguna dapat memahami sifat,
waktu dan jumlah yang terkait dengan informasi tersebut.
PSAK ini diterapkan oleh
semua entitas dalam akuntansi untuk provisi, liabilitas kontinjensi, dan aset
kontinjensi, kecuali yang ditimbulkan dari kontrak eksekutori dan hal – hal
yang dicakup dalam PSAK lain.
Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai penerapan PSAK No 57 dan
menyajikannya dalam bentuk sebuah makalah tentang Provisi, Liabilitas
Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi pada PSAK No 57.
1.2 Perumusan Masalah
Sebagaimana telah diketahui bahwa akuntansi merupakan suatu
proses pengolahan data atau transaksi yang terjadi pada perusahaan sehingga
menghasilkan suatu informasi yang bermanfaat bagi pihak yang berkepantingan.
Maka dapat dirumuskan masalah yang timbul :
1. Jelaskan istilah - istilah
yang digunakan dalam PSAK No 57.
2. Hubungan apa yang terjadi
antara Provisi dan Liabilitas Kontinjensi.
3. Bagaimana penjelasan dari
Provisi, Liabilitas Kontinjensi dan Aset Kontinjensi.
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan untuk membuat makalah ini adalah untuk :
a. Menambah wawasan dan
pengetahuan lebih dalam mengenai PSAK No 57.
b. Untuk mengetahui dalam
penggunaan PSAK NO 57.
c. Untuk mengetahui hubungan
antara Provisi dan Liabilitas Kontinjensi.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1 Definisi Provisi,
Liabilitas Kontinjensi dan Aset Kontinjensi.
Provisi digunakan dalam pos misalnya penyusutan, penurunan nilai aset dan
utang ragu – ragu, hal ini merupakan penyesuaian terhadap nilai tercatat atas
aset dan tidak diatur dalam PSAK ini.
a.
Provisi, adalah : liabilitas yang waktu dan jumlahnya belum
pasti.
b.
Liabilitas Kontinjensi, adalah :
-
Kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan
keberadaannya menjadi pasti dengan terjadi atau tidak terjadinya satu atau
lebih peristiwa di masa depan yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali
entitas.
-
Kewajiban kini yang timbul sebagai akibat peristiwa masa
lalu, tetapi tidak diakui karena :
·
Tidak terdapat kemungkinan entitas mengeluarkan sumber daya
yang mengandung manfaat ekonomi (selanjutnya disebut sebagai “sumber daya”)
untuk menyelesaikan kewajibannya.
·
Jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal.
c.
Aset Kontinjensi, adalah : aset potensial yang timbul dari
peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadi atau tidak
terjadinya satu atau lebih peristiwa di masa depan yang tidak sepenuhnya berada
dalam kendali entitas.
2.2 Provisi dan
Liabilitas Lainnya.
Provisi dapat dibedakan dari liabilitas lain, seperti utang dagang dan
akrual, karena pada provisi terdapat ketidakpastian mengenai waktu atau jumlah
yang dikeluarkan di masa depan untuk menyelesaikan provisi tersebut. Sebaliknya
:
a.
Utang dagang, adalah liabilitas untuk membayar barang atau
jasa yang telah diterima atau dipasok dan telah ditagih melalui faktur secara
formal sudah disepakati dengan pemasok.
b.
Akrual, adalah liabilitas membayar barang atau jasa yang
telah diterima atau dipasok, tetapi belum dibayar, ditagih atau secara formal
disepakati dengan pemasok, termasuk jumlah yang masih harus dibayar kepada
pegawai (misalnya jumlah tunjangan cuti). Meskipun sering kali perlu dilakukan
estimasi atau penaksiran jumlah dan waktu akrual, tingkat ketidakpastian akrual
pada umumnya lebih rendah daripada tingkat ketidakpastian provisi.
Akrual sering dilaporkan
sebagai bagian dari utang dagang atau utang lain, sedangkan provisi dilaporkan
secara terpisah.
2.3 Hubungan antara
Provisi dan Liabilitas Kontinjensi.
Secara umum, semua provisi bersifat kontinjensi karena tidak
pasti dalam jumlah atau waktu. Tetapi, dalam pernyataan ini istilah
“kontnjensi” digunakan untuk liabilitas dan aset yang tidak diakui karena
keberadaannya baru dapat dipastikan dengan terjadi atau tidak terjadinya satu
peristiwa atau lebih yang tidak pasti di masa depan dan tidak sepenuhnya berada
dalam kendali entitas. Disamping itu, istilah “liabilitas kontinjensi”
digunakan untuk liabilitas yang tidak memenuhi kriteria pengakuan.
Pernyataan ini membedakan berbagai istilah berikut :
a. Provisi yang diakui sebagai
liabilitas (dengan asumsi dapat dibuat estimasi andal) karena provisi tersebut
merupakan kewajiban kini dan kemungkinan besar mengakibatkan arus keluar sumber
daya yang mengandung manfaat ekonomi untuk menyelesaikan kewajiban tersebut
b. Liabilitas kontinjensi yang
tidak diakui sebagai liabilitas karena liabilitas kontinjensi tersebut
merupakan salah satu dari berikut ini :
-
Kewajiban potensial karena belum pasti apakah entitas
memiliki kewajiban kini yang akan menimbulkan arus keluar sumber daya yang
mengandung manfaat ekonomi.
-
Kewajiban kini yang tidak memenuhi kriteria pengakuan dalam
pernyataan ini bahwa penyelesaian kewajiban tersebut mengakibatkan arus keluar
sumber daya atau yang mengandung manfaat ekonomi karena estimasi memadai yang
andal mengenai jumlah kewajiban tida dapat dibuat.
BAB III
STUDI KASUS
3.1 PENGAKUAN
Provisi diakui jika :
a. Entitas memiliki kewajiban
kini (baik bersifat hukum maupun bersifat konstruktif) sebagai akibat peristiwa
masa lalu.
b. Kemungkinan besar
penyelesaian kewajiban tersebut mengakibatkan arus keluar sumber daya yang
mengandung manfaat ekonomi.
c. Estimasi yang andal mengenai
jumlah kewajiban tersebut dapat dibuat.
Dalam peristiwa yang jarang terjadi, tidak dapat ditentukan
secara jelas apakah terdapat kewajiban kini. Dalam hal ini, peristiwa masa lalu
dianggap menimbulkan kewajiban kini jika, setelah mempertimbangkan semua bukti
tersedia, terdapat kemungikan lebih besar daripada tidak terjadi bahwa
kewajiban kini muncul pada akhir periode pelaporan.
Peristiwa masa lalu yang menimbulkan kewajiban kini disebut
peristiwa mengikat. Dalam peristiwa mengikat, entitas tidak mempunyai
alternatif realistis selain menyelesaikan kewajiban yang timbul dari peristiwa
tersebut. Ini akan terjadi hanya jika :
a. Penyelesaian kewajiban
dipaksakan oleh hukum
b. Dalam kasus kewajiban
konstruktif, suatu peristiwa (mungkin berupa tindakan entitas) menciptakan
ekspektasi yang valid pada pihak lain bahwa entitas akan bertanggung jawab
terhadap kewajiban tersebut.
Laporan keuangan menggambarkan posisi keuangan entitas pada
akhir periode pelaporan , bukan posisi keuangan yang mungkin terjadi di masa
depan. Oleh karena itu, entitas tidak mengakui provisi untuk biaya yang
diperlukan untuk operasi di masa depan. Liabilitas yang diakui dalam laporan
posisi keuangan (neraca) entitas hanyalah liabilitas yang telah ada pada akhir
periode pelaporan.
Liabilitas yang memenuhi kualifikasi pengakuan tidak hanya
kewajiban kini saja namun juga kemungkinan besar terjadinya arus keluar sumber
daya yang mengandung manfaat ekonomi untuk menyelesaikan kewajiban tersebut. Jika
tidak terdapat kemungkinan besar bahwa kewajiban kini telah ada, maka entitas
mengungkapkan kewajiban kontinjensi. Pengungkapan tersebut tidak perlu
dilakukan jika arus keluar sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi
kemungkinannya kecil.
Liabilitas kontinjensi diungkapkan, seperti disyaratkan di
paragraf 86, kecuali arus keluar sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi
kemungkinannya kecil. Liabilitas kontinjensi dapat berkembang ke arah yang
tidak diperkirakan semula. Oleh karena itu, liabilitas kontinjensi terus
menerus dikaji ulang untuk menentukan apakah tingkat kemungkinan arus keluar
sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi bertambah sehingga menjadi
kemungkinan besar. Jika timbul kemungkinan besar bahwa arus keluar sumber daya
ekonomi diperlukan untuk menyelesaikan suatu unsur yang sebelumnya
diklasifikasikan sebagai liabilitas kontinjensi, maka entitas mengakui provisi
dalam laporan keuangan pada periode saat perubahan menjadi kemungkinan besar
tersebut terjadi (kecuali dalam keadaan yang sangat jarang, ketika estimasi
andal tidak dapat dibuat).
Aset kontinjensi biasanya timbul dari peristiwa tidak
terencana atau tidak diharapkan yang menimbulkan kemungkinan arus masuk manfaat
ekonomi untuk entitas. Misalnya, klaim yang sedang diusahakan entitas melalui
proses hukum yang hasilnya belum pasti. Aset kontinjensi tidak diakui dalam
laporan keuangan karena dapat menimbulkan pengakuan penghasilan yang mungkin
tidak pernah terealisasikan. Akan tetapi, jika realisasi penghasilan sudah
dapat dipastikan, maka aset tersebut bukan merupakan aset kontinjensi,
melainkan diakui sebagai aset. Aset kontijensi diungkapkan jika terdapat
kemungkinan besar arus masuk manfaat ekonomi akan diperoleh entitas sebagaimana
diatur di paragraf 89.
Contoh :
1.
Pada saat penjualan, produsen memberikan jaminan atau garansi
produk kepada pembeli produknya. Berdasarkan kontrak penjualan, produsen
menjamin akan memperbaiki atau mengganti produk yang dalam jangka waktu tiga
tahun sejak tanggal penjualannya menampakkan cacat. Berdasarkan pengalaman masa
lalu, terdapat kemungkinan besar bahwa akan terjadi klaim atas jaminan yang
diberikan.
Kewajiban kini yang timbul
sebagai akibat peristiwa masa lalu yang mengikat. Peristiwa yang mengikat adalah penjualan
produk dengan jaminan, yang selanjutnya menimbulkan kewajiban hukum.
Keluarnya sumber daya yang
mengandung manfaat ekonomis dalam rangka penyelesaian kewajiban. Terdapat kemungkinan besar
bahwa hal ini (keluarnya sumber daya) akan terjadi bagi jaminan secara
keseluruhan.
Simpulan. Entitas mengakui provisi
sebesar estimasi terbaik biaya perbaikan dan/atau penggantian yang mungkin
perlu dikeluarkan dalam rangka menjamin produk yang dijual sebelum akhir
periode pelaporan.
2.
Sebuah toko ritel mempunyai kebijakan untuk mengembalikan
uang pembelian dari pelanggan yang tidak puas, meskipun tidak ada kewajiban
hukum yang mengharuskan entitas untuk mengembalikan uang konsumen.
Kewajiban kini yang timbul sebagai akibat dari peristiwa masa
lalu yang mengikat. Peristiwa mengikat adalah peristiwa penjualan produk, yang menimbulkan
kewajiban konstruktif karena tindakan entitas telah menciptakan ekspektasi yang
valid bagi pembeli bahwa entitas akan mengembalikan uang mereka.
Keluarnya sumber daya yang mengandung manfaat ekonomis dalam
rangka penyelesaian kewajiban. Terdapat kemungkinan besar bahwa hal ini (keluarnya sumber
daya akan terjadi).
Simpulan. Entitas mengakui provisi sebesar estimasi terbaik dari biaya
pengembalian.
3.2 PENGUKURAN
Jumlah yang diakui sebagai provisi
adalah hasil estimasi terbaik pengeluaran yang diperlukan untuk menyelesaikan
kewajiban kini pada akhir periode pelaporan. Estimasi terbaik pengeluaran yang
diperlukan untuk menyelesaikan kwajiban kini adalah jumlah yang secara rasional
akan dibayar entitas untuk menyelesaikan kewajibannya pada akhir periode
pelaporan atau untuk mengalihkan kewajibannya kepada pihak ketiga pada saat
itu. Seringkali tidak mungkin dan tidak ekonomis bagi entitas untuk
meyelesaikan kewajiban atau mengalihkan kewajibannya pada akhir periode
pelaporan. Namun, estimasi jumlah yang secara rasional akan dibayar entitas
untuk menyelesaikan kewajibannya atau untuk mengalihkan kewajibannya, merupakan
estimasi terbaik atas pengeluaran yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kewajiban
kini pada akhir periode pelaporan. Estimasi hasil dan dampak keuangan
ditentukan berdasarkan pertimbangan manajemen entias, ditunjang dengan
pengalaman dari transaksi serupa, serta dalam beberapa kasus dilengkapi dengan
laporan ahli independen. Di antara bukti yang dipertimbangkan termasuk bukti
tambahan yang diperoleh dari peristiwa setelah periode pelaporan.
Provisi diukur sebelum
memperhitungkan pajak karena dampak pajak dari provisi dan perubahannya diatur
dalam PSAK 46: Akuntansi Pajak
Penghasilan.
Dalam menentukan estimasi
terbaik suatu provisi, entitas mempertimbangkan berbagai risiko dan
ketidakpastian yang selalu mempengaruhi berbagai peristiwa dan keadaan.
Jika dampak nilai waktu dari
uang cukup material, maka jumlah provisi adalah nilai kini dari perkiraan
pengeluaran yang diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban. Karena nilai waktu
dari uang, provisi yang melibatkan pengeluaran uang yang timbul seketika
setelah periode pelaporan lebih memberatkan jika dibandingkan dengan provisi
yang melibatkan pengeluaran uang dalam jumlah sama yang timbul kemudian. Dengan
demikian, jika dampaknya bersifat material, provisi didiskontokan.
Peristiwa masa depan yang
dapat mempengaruhi jumlah yang diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban
tercermin dalam jumlah provisi jika ada bukti obyektif bahwa peristiwa itu akan
terjadi.
Dalam mengukur kewajiban yang
ada, dipertimbangkan dampak peraturan perundang – undangan yang kemungkinan
akan diberlakukan, khususnya jika terdapat bukti objektif yang memadai bahwa
peraturan perundang – undangan itu pasti akan diberlakukan. Dalam kenyataannya,
sering kali sangat sulit bagi entitas untuk menentukan apakah suatu peristiwa
akan menghasilkan bukti objektif yang memadai. Bukti tersebut harus jelas
menunjukkan hal – hal yang diatur dalam suatu peraturan dan menimbulkan
kepastian bahwa peraturan itu akan diundang – undangkan dalam lembaran negara
pada waktunya.
Contoh :
Entitas menjual produk dengan
memberikan garansi / jaminan kepada pelanggan untuk menanggung biaya perbaikan
cacat pabrikasi yang ditemukan dalam jangka waktu enam bulan setelah penjualan.
Jika kerusakan yang terdeteksi dari seluruh produk yang terjual digolongkan
cacat ringan, maka biaya perbaikannya Rp 1.000.000. Sementara itu, jika
kerusakan yang terdeteksi dari seluruh produk terjual digolongkan cacat berat,
maka biaya perbaikannya Rp 4.000.000. Pengalaman entitas di masa lalu dan
ekspektasi masa datang memberikan indikasi bahwa dalam tahun mendatang 75% dari
produk terjual tidak mengandung cacat, 20% dari produk terjual mengandung cacat
ringan dan 5 % dari produk yang terjual mengandung cacat berat. Sesuai dengan
paragraf 24, entitas menentukan probabilitas atau kemungkinan arus keluar
sumber daya untuk pemenuhan kewajiban garansi secara keseluruhan.
Nilai yang diharapkan untuk biaya
perbaikan adalah : (75% x Rp 0) + (20% x
Rp 1.000.000) + (5% x Rp 4.000.000) = Rp 400.000
3.3 PENGGANTIAN
Jika sebagian atau seluruh pengeluaran untuk menyelesaikan provisi
diganti oleh pihak ketiga, maka penggantian itu diakui hanya pada saat timbul
keyakinan bahwa penggantian pasti akan diterima jika entitas menyelesaikan
kewajiban. Penggantian tersebut diakui sebagai aset yang terpisah. Jumlah yang
diakui sebagai penggantian tidak boleh melebihi nilai provisi.
Dalam laporan laba rugi komprehensif, beban yang terkait dengan provisi
dapat disajikan secara neto setelah dikurangi jumlah yang diakui sebagai
penggantian nya.
Provisi ditelaah pada setiap akhir periode pelaporan dan disesuaikan
untuk mencerminkan estimasi terbaik yang paling kini. Jika arus keluar sumber
daya untuk menyelesaikan kewajiban kemungkinan besar tidak terjadi, maka
provisi dibatalkan.
Jika provisi didiskontokan, maka nilai tercatatnya akan meningkat pada
setiap periode untuk mencerminkan berlalunya waktu. Peningkatan ini diakui
sebagai biaya pinjaman.
Provisi hanya dapat digunakan untuk pengeluaran yang berhubungan dengan
tujuan pembentukan provisi. Membebankan
pengeluaran untuk mengurangi provisi yang semula diakui untuk tujuan lain akan
menghilangkan pengaruh dari dua peristiwa yang berbeda.
3.4 PENGUNGKAPAN
Untuk setiap jenis provisi, entitas mengungkapkan :
a.
Nilai tercatat pada awal dan akhir periode.
b.
Provisi tambahan yang dibuat dalam periode bersangkutan,
termasuk peningkatan jumlah provisi yang ada.
c.
Jumlah yang digunakan, yaitu jumlah yang terjadi dan
dibebankan pada provisi selama periode bersangkutan.
d.
Jumlah yang belum digunakan yang dibatalkan selama periode
bersangkutan.
e.
Peningkatan, selama periode yang bersangkutan, dalam nilai
kini yang timbul karena berlalunya waktu dan dampak dari setiap perubahan
tingkat diskonto.
Jika kemungkinan besar terjadi arus masuk manfaat ekonomi, maka entitas
mengungkapkan uraian singkat mengenai kharakteristik aset kontinjensi pada
akhir periode pelaporan dan jika praktis, estimasi dampak keuangannya, diukur
sesuai dengan prinsip yang berlaku bagi provisi.
Pada kasus yang sangat jarang terjadi, pengungkapan sebagian atau seluruh
informasi yang diatur di paragraf 84 – 89 diperkirakan dapat menyulitkan
entitas dalam perselisihan dengan pihak lain mengenai hal yang menjadi subjek
provisi, liabilitas kontinjensi, atau aset kontinjensi. Dalam hal demikian,
entitas tidak perlu mengungkapkan informasi tersebut, tetapi mengungkapkan
uraian umum perselisihan, berikut fakta dan alasan bahwa informasi tersebut
tidak diungkapkan.
Contoh :
1. Pada saat penjualan, suatu
produsen memberikan garansi atau jaminan kepada pembeli ketiga lini produknya.
Berdasarkan garansi tersebut, produsen bersedia untuk memperbaiki atau
mengganti produk – produk yang gagal menunjukkan kinerja yang memuaskan selama
dua tahun terhitung sejak tanggal penjualan. Pada tanggal neraca, diakui
provisi sebesar Rp 60.000.000. Provisi tersebut tidak didiskontokan (dihitung
nilai kininya) karena dampak pendiskontoan tidak material. Entitas
mengungkapkan informasi berikut ini :
Entitas
mengakui provisi sebesar Rp. 60.000.000. Jumlah tersebut adalah jumlah yang
diperkirakan akan dikeluarkan entitas bagi klaim atas garansi produk yang
dijual selama tiga tahun buku terakhir. Diperkirakan sebagian besar pengeluaran
tersebut akan terjadi dalam tahun buku mendatang, dan semua pengeluaran akan
terjadi dalam dua tahun sejak akhir periode pelaporan.
2. Entitas terlibat perselisihan
dengan salah satu pesaingnya, yang menuduh entitas telah melanggar hak paten
yang dimilikinya. Pesaing tersebut menuntut ganti rugi sebesar Rp
100.000.000.000. Entitas mengakui provisi sebesar estimasi terbaik atas
kewajiban tersebut, namun entitas tidak mengungkapkan informasi yang
disyaratkan dalam PSAK 57. Entitas mengungkapkan informasi berikut :
Entitas
sedang menghadapi proses tuntutan hukum sehubungan dengan perselisihan dengan
salah satu pesaing yang menuduh bahwa entitas telah melanggar hak patennya, dan
menuntut ganti rugi sebesar Rp 100.000.000.000. Informasi yang biasanya
disyaratkan dalam PSAK 57 tidak diungkapkan karena dapat menimbulkan prasangka
yang mempengaruhi hasil tuntutan hukum. Dewan direksi berpandangan bahwa
tuntutan tersebut akan dapat ditolak oleh entitas.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
a. Jika sebagai akibat dari
kejadian masa lampau, timbul kemungkinan entitas akan mengeluarkan sumber daya
yang mengandung manfaat ekonomis dalam rangka menyelesaikan :
·
Kewajiban masa kini
·
Kemungkinan kewajiban yang keberadaannya akan menjadi pasti
hanya dengan terjadinya atau tidak terjadinya satu atau lebih peristiwa yang
belum pasti di masa depan, yang (peristiwa itu) tidak sepenuhnya berada dalam
kendali entitas.
b. Jika sebagai akibat dari
kejadian masa lalu, terdapat kemungkinan timbul aset yang keberadaannya akan
menjadi pasti hanya dengan terjadinya atau tidak terjadinya satu atau lebih
peristiwa yang belum pasti di masa depan, yang (peristiwa itu) tidak sepenuhnya
berada dalam kendali entitas.
c. Sebagian atau seluruh
pengeluaran yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu provisi diharapkan akan
diganti atau ditanggung oleh pihak ketiga.