BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengambilan
keputusan merupakan suatu proses mengombinasikan pendekatan yang rasional dan
judgmental, yang prosesnya tidak dapat diformulasikan secara lengkap. Dalam
proses ini, pengambil keputusan akan selalu menghadapi risiko yang berpengaruh
pada proses judgment itu sendiri. Pemahaman terhadap proses pengambilan
keputusan pada masalah yang kompleks sangatlah penting agar dapat mengambil
keputusan dengan baik dan menghadapi risiko dengan bijak. Praktik pengambilan
keputusan selama ini menunjukkan kompleksitas masalah dan keterbatasan
kemampuan rasional manusia, maka orang akan melakukan pengambilan keputusan
secara rasional dan juga dalam berbagai situasi, mengambil keputusan dengan
proses heuristic.
Heuristik adalah proses yang dilakukan
oleh individu dalam mengambil keputusan secara cepat, dengan menggunakan
pedoman umum dan sebagian informasi saja. Proses ini mengakibatkan adanya
kemungkinan bias, kesalahan, dan ketidakakuratan keputusan.
Kekeliruan konjungsi (conjuction
fallacy) adalah pengambilan keputusan tentang kemungkinan terjadinya peristiwa
konjungtif yang berbeda dengan logika teori probabilitas. Sementara itu, bias
hainsait selama ini dikenal sebagai tendensi bias karena orang (evaluator) yang
telah mendapatkan informasi tentang hasil merasa telah mengetahui suatu hasil
sebelum suatu keputusan diambil. “Biasanya ini dipandang tidak adil bagi
pengambil keputusan karena mengesampingkan keadaan ketika keputusan ini
diambil.
B. Tujuan
Dengan mengetahui resiko yang akan
timbul dan apa saja factor yang mempengaruhi terjadinya bias dalam pengambilan
keputusan, diharapkan kepada pembaca makalah dapat mengurangi resiko atas bias
dalam pengambilan keputusan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Bias Dalam Pengambilan Keputusan
Penelitian menunjukkan bahwa penilaian seorang negosiator
tidak selamanya “rasional.” Dalam pengambilan keputusan seringkali terperangkap
cacat keputusan, sehingga hasil-hasil perundingannya di bawah optimal. Dalam literatur teori keputusan atau proses
kognitif, misalnya yang dibangun atas temuan-temuan Tverski dan Kahneman, ini
disebut bias atau heuristics. Heuristics
adalah semacam “jalan pintas” dalam proses pembuatan keputusan dan
penilaian. Seringkali, heuristics ini terjadi dalam kondisi
ketidakpastian serta didasarkan atas data yang validitasnya terbatas. Dengan demikian, ini tergolong kepada
persoalan judgment under uncertainty dan
judgment under risk.
B. Beberapa
faktor Penyebab adanya Bias dalam pengambilan keputusan
1. Heuristics
Menggunakan
“petunjuk praktis” untuk mempermudah pengambilan keputusan. Seorang yang
mengambil keputusan di bawah tekanan deadline waktu, sering terjebak dalam
salah pengambilan keputusan disebabkan karena hanya menggunakan informasi yang
tidak lengkap dan kurang relevan untuk dijadikan landasan dalam pengambilan
keputusan.
2.
Kutukan Pemenang [Winner’s Curse]
Pedagang setuju melepas
dagangannya sesuai harga yang Anda ajukan.
Tapi mengapa Anda malah resah dan menyesal?
Persoalan pokok dalam
kutukan pemenang adalah: salah satu dari dua perunding memiliki informasi yang
lebih banyak atau lebih baik – dalam kasus di atas, si pedagang. Sementara, Anda menganggap enteng arti
penting informasi akurat dalam transaksi.
Nasihat orang-orang tua, “teliti sebelum membeli,” sangat relevan dalam
perundingan yang rasional. Di sini
“teliti” berarti mengumpulkan dan menggunakan informasi sebelum dan saat
berunding. (Apa beda “kutukan pemenang”
dengan “Pak Tua yang selalu benar”?)
3.
Pem-bingkai-an [Framing]
Memilih
dan menggarisbawahi aspek tertentu dari suatu keadaan dengan mengabaikan aspek
yang lain.
Misalnya, Jimmy Connors, mantan petenis kaliber dunia mengatakan, “Ketika bertanding,
saya cenderung ‘takut kalah’ daripada ‘ingin menang’”? Dengan kata lain, prospek kalah lebih besar
artinya bagi Connors daripada prospek menang.
Atau, ia cenderung menghindari resiko daripada mengambil resiko.
Dalam perundingan, frame adalah soal bagaimana perunding
merumuskan isu dan hasil yang mereka hadapi dalam suatu perundingan. Framing
– positif atau negatif, half empty
atau half full, keuntungan atau
kerugian – sangat penting artinya, terutama dalam membimbing seseorang memilih
taktik berunding. Penelitian menunjukkan
bahwa perunding berbingkai kehilangan lebih sulit memberi konsesi dibanding
perunding berbingkai perolehan. Begitu
pula, perunding berbingkai perolehan lebih berhasil dibanding yang berframe kehilangan, karena yang pertama
berhasil mencapai lebih banyak kesepakatan dibanding yang kedua. Sehubungan dengan perundingan harga, riset
menunjukkan bahwa perunding yang berbingkai kehilangan bisa mencapai
kesepakatan yang lebih optimal baginya bila berhadapan dengan perunding yang
berbingkai perolehan. Dengan kata lain,
bingkai kehilangan bisa juga menjadi aset, yaitu bila lawan berunding
menggunakan bingkai perolehan.
Jadi, pada kunjungan
berikutnya ke toko DVD bajakan (per keping Rp 10.000, setiap beli 5 gratis 1
keping), berapa keping akan Anda beli (baca: bingkai apa yang Anda
gunakan)?
4.
Kemiripan [Representativeness]
Menggambarkan analogi dan menilai kemiripan
peristiwa berdasar pada seberapa dekat peristiwa tsb menyerupai peristiwa
yg lain. Sebagai contoh, hasil
perundingan Munich 1938, Inggris setuju menutup mata atas agresi NAZI. Dewasa ini, jika ada tendensi tutup mata
terhadap suatu agresi, politisi internasional akan mengatakan,”Kalau dibiarkan,
ini akan menjadi Munich kedua”.
Orang sering mencari kemiripan antara perundingan yang
sedang dihadapinya dengan preseden di masa lalu. Penilaian, pemilihan taktik, dan pengambilan
keputusan pun kemudian cenderung disamakan dengan perundingan terdahulu yang
dianggap serupa. Padahal, yang serupa
belum tentu sama, bukan?
5.
Ketersediaan [Availability]
Kehilangan
objektivitas dalam pengambilan keputusan karena focus hanya pada kejadian yang
baru terjadi. Misalnaya, seminggu terakhir, Anda menonton 5 film Johny Depp. Ketika diminta mengusulkan nama aktor pria
untuk diulas di rubrik film, Anda pun mengusulkan Johny Depp – bukan Al Pacino
yang baru saja berulang tahun, Sean Penn yang lagi-lagi masuk pusat
rehabilitasi, Leo diCaprio yang baru merilis film baru, Forrest Whittaker yang
baru mendapat Oscar, atau Marlon Brando yang baru saja wafat. Kenapa ya?
Ketersediaan adalah
penggunaan contoh atau skenario yang tersedia dan gampang teringat (vivid, salient) untuk menilai frekuensi,
probabilitas, atau plausibilitas suatu isu atau peristiwa. Fakta atau informasi lain cenderung diabaikan
hanya karena tidak segar dalam ingatan.
Sesuatu yang masih segar dalam ingatan perunding tampak lebih sering
terjadi, lebih mungkin terjadi, atau lebih pantas terjadi. Guna menghindari bias ketersediaan, perunding
perlu hati-hati supaya ketersediaan informasi tertentu tidak menyebabkannya
lupa menganalisis situasi negosiasi.
Ingat, informasi harus dinilai berdasarkan keandalannya, bukan ketersediaannya. Bedakan antara informasi yang relevan dan
dapat diandalkan dari yang masih segar dalam ingatan dan dikenal dekat.
6.
Kesalahan
Biaya yg ditanamkan (Sunk Cost Errors) / Patokan awal dan
penyesuaian [Anchoring and insufficient
adjustment]
Lupa
bahwa tindakan yang sekarang tidak dapat mempengaruhi kejadian yang lalu dan
hanya berhubungan dengan konsekuensi di masa depan.
1 x 10 x 100 x 1000 x 10000 sekilas terasa lebih kecil
nilainya dibandingkan 10000 x 1000 x 100 x 10 x 1. Dua tahun lalu Anda mendapat angpao Rp
500.000. Tahun lalu Anda mendapat Rp
700.000. Tahun ini, orang tua Anda
sebenarnya punya rencana memberi Rp 1.000.000.
Sayang Anda hanya meminta Rp 900.000.
Mengapa demikian?
Sesuatu (informasi, skenario, preseden, dll) yang menjadi
patokan awal biasanya berperan besar dalam pengajuan tawaran dan pembuatan
konsesi. Terkadang perunding terlampau
terpaku pada patokan tersebut, sehingga gagal membuat penyesuaian yang tepat.
Ketika perunding menanggapi tawaran awal lawan dengan
mengajukan penawaran dan penyesuaian, ia telah menerima atau memberi
kredibilitas terhadap patokan awal yang dibuat lawan. Status
quo, jalan keluar yang paling menonjol, dan focal point sering menjadi patokan awal. Jika patokan awal terlalu ekstrem, apa yang Anda
lakukan? Re-anchoring dan atau
threatening. Menurut riset,
penggunaan patokan awal terutama terjadi dalam situasi perundingan yang
ditandai dengan ketidakpastian.
7.
Bias
Kepuasan Yang cepat
Memilih alternatif yang menawarkan hasil yang
cepat dan menghindari biaya yang cepat. Asumsi ini sering sekali salah.
Misalnya Kita akan menerima pegawai baru, perusahaan tidak membuka lamaran
secara terbuka, karena dinilai terlalu lama dan akan memakan biaya, jadi yang
dilakukan perusahaan hanya mengandalkan referensi/promosi dari pkenalan pegawai
lama, yang belum tentu akan dapat menguasai pekerjaan tersebut. Dibandingkan
dengan diadakannya penerimaan secara terbuka dan dari hasil seleksi yang ketat,
tentu hasilnya akan lebih maksimal.
8.
Bias
Konfirmasi / Eskalasi yang tidak rasional
Mencari
informasi yang menegaskan kembali pilihan yang lalu dan mengabaikan informasi yang
berlawanan. Dalam suatu keputusan yang
telah diambil, banyak dari pengambil keputusan akan melanjutkan keputusan
tersebut, untuk kasus yang sama tetapi dalam periode berbeda. Ini disebut eskalasi
komitmen atau eskalasi konflik yang tidak rasional. Artinya, langkah yang telah
diambil terus diikuti walaupun sudah tidak optimal dan menguntungkan. Dalam bahasa dangdut,”Terlanjur basah, ya
sudah mandi sekali.” Waktu, tenaga, uang, dan perhatian yang telah banyak
dicurahkan menjadi pembenar untuk terus melanjutkan langkah yang diambil
(supaya “pengorbanan” tidak sia-sia), walaupun tidak rasional lagi. Perunding seharusnya tidak menjadikan sunk costs (investasi uang, waktu,
tenaga, yang telah dilakukan) sebagai rujukan, tapi keadaan sekarang dan untung
rugi masa depan.
9. Bias Peninjauan ke Belakang (Hindsight Bias)
Kesalahan
meyakini bahwa suatu kejadian dapat diramalkan jika hasil aktual diketahui. Misalnya,
anda membayangkan pacar Anda ngambek karena semalam Anda
tidak apel (hujan deras, Sayang!). Hari
ini Anda datang membawakan coklat favoritnya, menyewakan DVD yang sudah lama
ingin ditontonnya, dan menawarkan mengetikkan tugasnya. Anda tidak tahu bahwa sebenarnya dia senang
Anda tidak datang: tiga tugas kuliahnya selesai, bisa pesan delivery pizza (Anda selalu menolak
diajak makan pizza), dan sempat bikin slumber
party dengan teman-teman se-kost.
Nah lo!
Terkadang, seorang
perunding beranggapan bahwa ia dan lawan rundingnya berbeda kepentingan atau
bertikai mengenai sesuatu hal, padahal sebenarnya tidak. Konflik yang ia bayangkan ternyata semu. Malahan, ia dan lawan rundingnya menginginkan
hal yang sama (common value). Akan tetapi, karena bertindak berdasarkan
anggapan adanya konflik, si perunding mendapatkan hasil yang tidak
optimal.
Dalam kasus di atas, Anda
dan pacar memiliki common value:
tidak apel. Bias konflik semu membuat
Anda menyangka telah membuat konsesi untuknya dengan membawakan coklat dll,
padahal tidak. Bayangkan jika pacar Anda
dari awal menggunakan taktik strategic
mispresentation dan berkata,”Oke, kamu boleh tidak apel, tetapi kamu harus
A, B, dan C.” Di mata Anda, ia seperti
memberi konsesi (merelakan tidak diapeli), padahal ia mendapatkan semua yang
diinginkannya: Anda tidak apel, A, B, dan C.
10.
Persepsi
yang Selektif [Reactive Devaluation]
Selektif mengatur dan
menafsirkan peristiwa yang berdasar pada persepsi mereka yang bias.
Misalnya, dalam sebuah mediasi,
Ahmad Dhani serta merta menolak klausul yang diajukan Maia. Padahal, klausul yang sama, jika diajukan
oleh Kak Seto, sang mediator, atau pihak ketiga lainnya (termasuk Mulan!),
pasti akan diterima Ahmad Dhani. Ini
yang disebut reactive devaluation.
Perunding seringkali
beranggapan bahwa usulan lawan hanya menguntungkan diri lawan sendiri, dan
karenanya merugikan diri si perunding.
Akibatnya, sebagus apapun usul lawan, perunding pasti men-devaluasi-nya,
alias mengurangi bobotnya. Semakin
rendah rasa percaya antarperunding, semakin tinggi kemungkinan masing-masing
saling mendevaluasi usul lawan.
11.
Bias Keacakan (Randomness
Bias)
Menciptakan makna yang tidak
diketahui dari peristiwa acak. Acapkali dari banyaknya peristiwa yang terjadi
disekitar, kita malah sering mengambil salah satu kesimpulan dari salah satu
peristiwa yang terjadi, padahal, peristiwa-peristiwa tersebut belum tentu dapat
mewakili dari kesimpulan atas keputusan yang akan kita ambil, untuk satu
peristiwa.
12.
Terlalu percaya diri [Overconfidence]
Menganut pandangan positif yang tidak
realistis tentang diri seseorang dan kinerja seseorang. Ada kalanya, seorang
perunding terlalu yakin bahwa taktik dan ancamannya jitu, bahwa lawan akan
segera menurunkan tuntutan atau memberi banyak konsesi, serta bahwa ia akan
menang. Merasa di atas angin, perunding
enggan menurunkan tawaran dan memberi konsesi.
Dan karena tidak mengantisipasi kegagalan, ia pun tidak membuat rencana
cadangan.
Perunding yang terlalu PD
biasanya hanya berorientasi pada perolehan sendiri. Perunding yang berorientasi pada perolehan
bersama cenderung melihat “both sides
having equally strong cases” sehingga tidak serta merta melihat diri
sendiri sebagai “yang pantas menang” atau “yang akan menang mudah”.
13.
[Mood
states]
Kapan terakhir kali Anda
berunding saat sedang bete? Kreatifkah jalan keluar yang disepakati dalam
perundingan tersebut?
Riset menunjukkan bahwa
suasana hati yang riang mengurangi kemungkinan perunding bersikap kasar serta
meningkatkan kemampuan kognitifnya dalam mengenali solusi-solusi kreatif. Suasana hati yang positif menjadikan perunding
lebih banyak menaruh kepercayaan terhadap lawannya, lebih bersedia mendengar
dan mengeksplorasi opsi, serta lebih banyak bertukar konsesi. Konon, keberhasilan Henry Kissinger terletak
pada kepiawaiannya menggunakan humor sebagai alat diplomasi.
Intinya, cacat keputusan
seringkali terjadi karena perunding men-diskon informasi. Men-diskon artinya menganggap enteng,
mengurangi bobot, mengabaikan, atau bahkan mengingkari informasi tersebut. Diskon dilakukan karena banyak alasan, antara
lain karena informasi dianggap tidak relevan, tidak sesuai script, tidak selaras dengan patokan, tidak mirip, atau tidak
segar; atau karena perunding merasa di atas angin, merasa benar sendiri, sedang
bete, menghadapi konflik semu, atau sudah terlanjur mengorbankan banyak
hal.
C. Resiko
Kita
telah membahas tentang apa-apa saja factor yang menyebabkan terjadinya bias
dalam pengambilan suatu keputusan. Adapun resiko yang akan timbul dari bias
dalam pengambilan keputusan, adalah:
v salah dalam pengambilan keputusan
yang disebabkan karena hanya menggunakan informasi yang tidak lengkap dan
kurang relevan untuk dijadikan landasan dalam pengambilan keputusan.
v Merasa resah dan menyesal atas
keputusan yang telah diambil.
v Tidak optimalnya kinerja dari
organisasi atau perusahaan karena adanya satu keputusan yang bias.
v Terlewatnya kesempatan dalam
mencapai keuntungan karena salah dalam pengambilan keputusan.
D. Cara
Mengatasi Bias dalam Pengambilan Keputusan
Yang
Harus dilakukan oleh para manajer untuk memperbaiki pengambilan keputusan
mereka agar tidak terjadi bias dalam pengambilan keputusan, antara lain:
l Analisis
situasi, seseuaikan gaya pengambilan keputusan anda dengan budaya nasional
setempat, evaluasi kreteria, dan sistem penghargaan organisasi anda. Sesuaikan
gaya keputusan anda untuk meyakinkan kecocokannya dengan budaya organisasi.
l Waspada
terhadap bias. Setiap keputusan pasti membawa bias. Jika anda sadar bahwa
terdapat bias yang mempengaruhi penilaian anda, anda dapat mulai merubah cara
anda dalam mengambil keputusan.
l Kombinasikan
analisis rasional dengan intuisi, karena kedua hal tersebut bukan pendekatan
yang bertentangan dalam pengambilan keputusan. Dengan menggunakan keduanya akan
dapat memperbaiki keefektifan keputusan anda.Begitu anda memperoleh pengalaman
manajerial, pasti anda merasa semakin yakin dalam menetapkan proses intuitif
anda diatas puncak analisis rasional anda.
l Jangan
pernah beranggapan keputusan pada hal tertentu dapat diterapkan pada setiap
pekerjaan.Karena organisasi berbeda, begitu pula pekerjaan dalam organisasi.
Keefektifan meningkat bila ada kecocokan gaya keputusan anda dengan kebutuhan
pekerjaan. Contoh: PK bergaya perintah
lebih cocok dan efektif untuk pekerjaan yang menghendaki tindakan cepat seperti
pekerjaan pialang saham.
l Gunakan
teknik perangsangan kreativitas. Anda dapat memperbaiki keefektifan pengabilan
keputu-san dengan mencari solusi baru terhadap suatu permasalahan. Perangsangan
kreativitas dapat sesederhana seperti mengatakan pada diri anda sendiri untuk
berfikir kreatif dan secara spesifik mencari alternatif-alternatif yang unik,
bisa mempraktekkan pembuatan daftar atribut dan teknik berfikir lateral.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salah
satu masalah yang akan dihadapi dalam suatu organisasi atau sebuah
perusahaan adalah dalam pengambilan
keputusan. Keputusan yang diambil akan sangat mempengaruhi dari operasional
organisasi atau perusahaan tersebut.
Keputusan yang diambil secara asal
atau tanpa pertimbangan dari informasi yang akurat atas masalah yang akan
diambil keputusannya akan menjadi bias dalam pengambilan keputusan. Bias yang
terjadi dalam suatu pengambilan keputusan berdampak resiko yang akan dihadapi.
Agar tidak terjadinya bias dalam pengambilan keputusan seorang manajer atau
pimpinan harus mengetahui apa saja factor yang menyebabkan terjadinya bias
dalam pengambilan keputusan. Setelah diketahuinya factor tersebut, diharapkan
kepada manajer atau pimpinan akan dapat menghindari atau meminimalisir
terjadinya bias dalam pengambilan keputusan.
Untuk
mencegah terjadinya bias dalam pengambilan keputusan, ada beberapa cara yang
harus diperhatikan; yaitu, sebelum mengambil sebuah keputusan manajer atau
pimpinan harus Analisis situasi,
seseuaikan gaya pengambilan keputusan anda dengan budaya nasional setempat,
evaluasi kreteria, dan sistem penghargaan organisasi anda. Sesuaikan gaya
keputusan anda untuk meyakinkan kecocokannya dengan budaya organisasi, lalu
mempeetimbangkan informasi yang berkaitan dengan masalah yang diambil
keputusan.
Datar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar