WeLcome to my Blog

Senin, 18 Juni 2012

PSAK No 57


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
Dalam dunia akuntansi PSAK dibutuhkan untuk membantu proses penyusunan laporan keuangan agar tersaji sesuai dengan dasar atau aturan akuntansi berterima umum. Sehingga tidak ada keraguan didalamnya.
Salah satu yang perlu dipahami dan dipelajari dalam dunia akuntansi adalah mengetahui PSAK No 57 secara lebih rinci yang memberikan dasar memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi ketika tidak ada panduan yang eksplisit. Dimana PSAK ini tidak wajib diterapkan untuk unsur – unsur yang tidak material.
PSAK ini bertujuan untuk mengatur pengakuan dan pengukuran provisi, liabilitas kontinjensi dan aset kontinjensi serta untuk memastikan informasi memadai telah diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Dengan demikian, pengguna dapat memahami sifat, waktu dan jumlah yang terkait dengan informasi tersebut.
PSAK ini diterapkan oleh semua entitas dalam akuntansi untuk provisi, liabilitas kontinjensi, dan aset kontinjensi, kecuali yang ditimbulkan dari kontrak eksekutori dan hal – hal yang dicakup dalam PSAK lain.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai penerapan PSAK No 57 dan menyajikannya dalam bentuk sebuah makalah tentang Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi pada PSAK No 57.

1.2    Perumusan Masalah
Sebagaimana telah diketahui bahwa akuntansi merupakan suatu proses pengolahan data atau transaksi yang terjadi pada perusahaan sehingga menghasilkan suatu informasi yang bermanfaat bagi pihak yang berkepantingan. Maka dapat dirumuskan masalah yang timbul :
1.      Jelaskan istilah - istilah yang digunakan dalam PSAK No 57.
2.      Hubungan apa yang terjadi antara Provisi dan Liabilitas Kontinjensi.
3.      Bagaimana penjelasan dari Provisi, Liabilitas Kontinjensi dan Aset Kontinjensi.

1.3    Tujuan dan Manfaat
Tujuan untuk membuat makalah ini adalah untuk :
a.      Menambah wawasan dan pengetahuan lebih dalam mengenai PSAK No 57.
b.      Untuk mengetahui dalam penggunaan PSAK NO 57.
c.       Untuk mengetahui hubungan antara Provisi dan Liabilitas Kontinjensi.











BAB II
LANDASAN TEORITIS

2.1  Definisi Provisi, Liabilitas Kontinjensi dan Aset Kontinjensi.
Provisi digunakan dalam pos misalnya penyusutan, penurunan nilai aset dan utang ragu – ragu, hal ini merupakan penyesuaian terhadap nilai tercatat atas aset dan tidak diatur dalam PSAK ini.
a.      Provisi, adalah : liabilitas yang waktu dan jumlahnya belum pasti.
b.      Liabilitas Kontinjensi, adalah :
-          Kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadi atau tidak terjadinya satu atau lebih peristiwa di masa depan yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas.
-          Kewajiban kini yang timbul sebagai akibat peristiwa masa lalu, tetapi tidak diakui karena :
·         Tidak terdapat kemungkinan entitas mengeluarkan sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi (selanjutnya disebut sebagai “sumber daya”) untuk menyelesaikan kewajibannya.
·         Jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal.
c.       Aset Kontinjensi, adalah : aset potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadi atau tidak terjadinya satu atau lebih peristiwa di masa depan yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas.

2.2  Provisi dan Liabilitas Lainnya.
Provisi dapat dibedakan dari liabilitas lain, seperti utang dagang dan akrual, karena pada provisi terdapat ketidakpastian mengenai waktu atau jumlah yang dikeluarkan di masa depan untuk menyelesaikan provisi tersebut. Sebaliknya :
a.      Utang dagang, adalah liabilitas untuk membayar barang atau jasa yang telah diterima atau dipasok dan telah ditagih melalui faktur secara formal sudah disepakati dengan pemasok.
b.      Akrual, adalah liabilitas membayar barang atau jasa yang telah diterima atau dipasok, tetapi belum dibayar, ditagih atau secara formal disepakati dengan pemasok, termasuk jumlah yang masih harus dibayar kepada pegawai (misalnya jumlah tunjangan cuti). Meskipun sering kali perlu dilakukan estimasi atau penaksiran jumlah dan waktu akrual, tingkat ketidakpastian akrual pada umumnya lebih rendah daripada tingkat ketidakpastian provisi.
Akrual sering dilaporkan sebagai bagian dari utang dagang atau utang lain, sedangkan provisi dilaporkan secara terpisah.
2.3  Hubungan antara Provisi dan Liabilitas Kontinjensi.
Secara umum, semua provisi bersifat kontinjensi karena tidak pasti dalam jumlah atau waktu. Tetapi, dalam pernyataan ini istilah “kontnjensi” digunakan untuk liabilitas dan aset yang tidak diakui karena keberadaannya baru dapat dipastikan dengan terjadi atau tidak terjadinya satu peristiwa atau lebih yang tidak pasti di masa depan dan tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas. Disamping itu, istilah “liabilitas kontinjensi” digunakan untuk liabilitas yang tidak memenuhi kriteria pengakuan.
Pernyataan ini membedakan berbagai istilah berikut :
a.      Provisi yang diakui sebagai liabilitas (dengan asumsi dapat dibuat estimasi andal) karena provisi tersebut merupakan kewajiban kini dan kemungkinan besar mengakibatkan arus keluar sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi untuk menyelesaikan kewajiban tersebut
b.      Liabilitas kontinjensi yang tidak diakui sebagai liabilitas karena liabilitas kontinjensi tersebut merupakan salah satu dari berikut ini :
-          Kewajiban potensial karena belum pasti apakah entitas memiliki kewajiban kini yang akan menimbulkan arus keluar sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi.
-          Kewajiban kini yang tidak memenuhi kriteria pengakuan dalam pernyataan ini bahwa penyelesaian kewajiban tersebut mengakibatkan arus keluar sumber daya atau yang mengandung manfaat ekonomi karena estimasi memadai yang andal mengenai jumlah kewajiban tida dapat dibuat.










BAB III
STUDI KASUS

3.1  PENGAKUAN
Provisi diakui jika :
a.      Entitas memiliki kewajiban kini (baik bersifat hukum maupun bersifat konstruktif) sebagai akibat peristiwa masa lalu.
b.      Kemungkinan besar penyelesaian kewajiban tersebut mengakibatkan arus keluar sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi.
c.       Estimasi yang andal mengenai jumlah kewajiban tersebut dapat dibuat.
Dalam peristiwa yang jarang terjadi, tidak dapat ditentukan secara jelas apakah terdapat kewajiban kini. Dalam hal ini, peristiwa masa lalu dianggap menimbulkan kewajiban kini jika, setelah mempertimbangkan semua bukti tersedia, terdapat kemungikan lebih besar daripada tidak terjadi bahwa kewajiban kini muncul pada akhir periode pelaporan.
Peristiwa masa lalu yang menimbulkan kewajiban kini disebut peristiwa mengikat. Dalam peristiwa mengikat, entitas tidak mempunyai alternatif realistis selain menyelesaikan kewajiban yang timbul dari peristiwa tersebut. Ini akan terjadi hanya jika :
a.      Penyelesaian kewajiban dipaksakan oleh hukum
b.      Dalam kasus kewajiban konstruktif, suatu peristiwa (mungkin berupa tindakan entitas) menciptakan ekspektasi yang valid pada pihak lain bahwa entitas akan bertanggung jawab terhadap kewajiban tersebut.
Laporan keuangan menggambarkan posisi keuangan entitas pada akhir periode pelaporan , bukan posisi keuangan yang mungkin terjadi di masa depan. Oleh karena itu, entitas tidak mengakui provisi untuk biaya yang diperlukan untuk operasi di masa depan. Liabilitas yang diakui dalam laporan posisi keuangan (neraca) entitas hanyalah liabilitas yang telah ada pada akhir periode pelaporan.
Liabilitas yang memenuhi kualifikasi pengakuan tidak hanya kewajiban kini saja namun juga kemungkinan besar terjadinya arus keluar sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi untuk menyelesaikan kewajiban tersebut. Jika tidak terdapat kemungkinan besar bahwa kewajiban kini telah ada, maka entitas mengungkapkan kewajiban kontinjensi. Pengungkapan tersebut tidak perlu dilakukan jika arus keluar sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi kemungkinannya kecil.
Liabilitas kontinjensi diungkapkan, seperti disyaratkan di paragraf 86, kecuali arus keluar sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi kemungkinannya kecil. Liabilitas kontinjensi dapat berkembang ke arah yang tidak diperkirakan semula. Oleh karena itu, liabilitas kontinjensi terus menerus dikaji ulang untuk menentukan apakah tingkat kemungkinan arus keluar sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi bertambah sehingga menjadi kemungkinan besar. Jika timbul kemungkinan besar bahwa arus keluar sumber daya ekonomi diperlukan untuk menyelesaikan suatu unsur yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai liabilitas kontinjensi, maka entitas mengakui provisi dalam laporan keuangan pada periode saat perubahan menjadi kemungkinan besar tersebut terjadi (kecuali dalam keadaan yang sangat jarang, ketika estimasi andal tidak dapat dibuat).
Aset kontinjensi biasanya timbul dari peristiwa tidak terencana atau tidak diharapkan yang menimbulkan kemungkinan arus masuk manfaat ekonomi untuk entitas. Misalnya, klaim yang sedang diusahakan entitas melalui proses hukum yang hasilnya belum pasti. Aset kontinjensi tidak diakui dalam laporan keuangan karena dapat menimbulkan pengakuan penghasilan yang mungkin tidak pernah terealisasikan. Akan tetapi, jika realisasi penghasilan sudah dapat dipastikan, maka aset tersebut bukan merupakan aset kontinjensi, melainkan diakui sebagai aset. Aset kontijensi diungkapkan jika terdapat kemungkinan besar arus masuk manfaat ekonomi akan diperoleh entitas sebagaimana diatur di paragraf 89.
Contoh :
1.        Pada saat penjualan, produsen memberikan jaminan atau garansi produk kepada pembeli produknya. Berdasarkan kontrak penjualan, produsen menjamin akan memperbaiki atau mengganti produk yang dalam jangka waktu tiga tahun sejak tanggal penjualannya menampakkan cacat. Berdasarkan pengalaman masa lalu, terdapat kemungkinan besar bahwa akan terjadi klaim atas jaminan yang diberikan.
Kewajiban kini yang timbul sebagai akibat peristiwa masa lalu yang mengikat. Peristiwa yang mengikat adalah penjualan produk dengan jaminan, yang selanjutnya menimbulkan kewajiban hukum.
Keluarnya sumber daya yang mengandung manfaat ekonomis dalam rangka penyelesaian kewajiban. Terdapat kemungkinan besar bahwa hal ini (keluarnya sumber daya) akan terjadi bagi jaminan secara keseluruhan.
Simpulan. Entitas mengakui provisi sebesar estimasi terbaik biaya perbaikan dan/atau penggantian yang mungkin perlu dikeluarkan dalam rangka menjamin produk yang dijual sebelum akhir periode pelaporan.
2.        Sebuah toko ritel mempunyai kebijakan untuk mengembalikan uang pembelian dari pelanggan yang tidak puas, meskipun tidak ada kewajiban hukum yang mengharuskan entitas untuk mengembalikan uang konsumen.
Kewajiban kini yang timbul sebagai akibat dari peristiwa masa lalu yang mengikat. Peristiwa mengikat adalah peristiwa penjualan produk, yang menimbulkan kewajiban konstruktif karena tindakan entitas telah menciptakan ekspektasi yang valid bagi pembeli bahwa entitas akan mengembalikan uang mereka.
Keluarnya sumber daya yang mengandung manfaat ekonomis dalam rangka penyelesaian kewajiban. Terdapat kemungkinan besar bahwa hal ini (keluarnya sumber daya akan terjadi).
Simpulan. Entitas mengakui provisi sebesar estimasi terbaik dari biaya pengembalian.

3.2    PENGUKURAN
Jumlah yang diakui sebagai provisi adalah hasil estimasi terbaik pengeluaran yang diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban kini pada akhir periode pelaporan. Estimasi terbaik pengeluaran yang diperlukan untuk menyelesaikan kwajiban kini adalah jumlah yang secara rasional akan dibayar entitas untuk menyelesaikan kewajibannya pada akhir periode pelaporan atau untuk mengalihkan kewajibannya kepada pihak ketiga pada saat itu. Seringkali tidak mungkin dan tidak ekonomis bagi entitas untuk meyelesaikan kewajiban atau mengalihkan kewajibannya pada akhir periode pelaporan. Namun, estimasi jumlah yang secara rasional akan dibayar entitas untuk menyelesaikan kewajibannya atau untuk mengalihkan kewajibannya, merupakan estimasi terbaik atas pengeluaran yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kewajiban kini pada akhir periode pelaporan. Estimasi hasil dan dampak keuangan ditentukan berdasarkan pertimbangan manajemen entias, ditunjang dengan pengalaman dari transaksi serupa, serta dalam beberapa kasus dilengkapi dengan laporan ahli independen. Di antara bukti yang dipertimbangkan termasuk bukti tambahan yang diperoleh dari peristiwa setelah periode pelaporan.
Provisi diukur sebelum memperhitungkan pajak karena dampak pajak dari provisi dan perubahannya diatur dalam PSAK 46: Akuntansi Pajak Penghasilan.
Dalam menentukan estimasi terbaik suatu provisi, entitas mempertimbangkan berbagai risiko dan ketidakpastian yang selalu mempengaruhi berbagai peristiwa dan keadaan.
Jika dampak nilai waktu dari uang cukup material, maka jumlah provisi adalah nilai kini dari perkiraan pengeluaran yang diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban. Karena nilai waktu dari uang, provisi yang melibatkan pengeluaran uang yang timbul seketika setelah periode pelaporan lebih memberatkan jika dibandingkan dengan provisi yang melibatkan pengeluaran uang dalam jumlah sama yang timbul kemudian. Dengan demikian, jika dampaknya bersifat material, provisi didiskontokan.
Peristiwa masa depan yang dapat mempengaruhi jumlah yang diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban tercermin dalam jumlah provisi jika ada bukti obyektif bahwa peristiwa itu akan terjadi.
Dalam mengukur kewajiban yang ada, dipertimbangkan dampak peraturan perundang – undangan yang kemungkinan akan diberlakukan, khususnya jika terdapat bukti objektif yang memadai bahwa peraturan perundang – undangan itu pasti akan diberlakukan. Dalam kenyataannya, sering kali sangat sulit bagi entitas untuk menentukan apakah suatu peristiwa akan menghasilkan bukti objektif yang memadai. Bukti tersebut harus jelas menunjukkan hal – hal yang diatur dalam suatu peraturan dan menimbulkan kepastian bahwa peraturan itu akan diundang – undangkan dalam lembaran negara pada waktunya.


Contoh :
Entitas menjual produk dengan memberikan garansi / jaminan kepada pelanggan untuk menanggung biaya perbaikan cacat pabrikasi yang ditemukan dalam jangka waktu enam bulan setelah penjualan. Jika kerusakan yang terdeteksi dari seluruh produk yang terjual digolongkan cacat ringan, maka biaya perbaikannya Rp 1.000.000. Sementara itu, jika kerusakan yang terdeteksi dari seluruh produk terjual digolongkan cacat berat, maka biaya perbaikannya Rp 4.000.000. Pengalaman entitas di masa lalu dan ekspektasi masa datang memberikan indikasi bahwa dalam tahun mendatang 75% dari produk terjual tidak mengandung cacat, 20% dari produk terjual mengandung cacat ringan dan 5 % dari produk yang terjual mengandung cacat berat. Sesuai dengan paragraf 24, entitas menentukan probabilitas atau kemungkinan arus keluar sumber daya untuk pemenuhan kewajiban garansi secara keseluruhan.
Nilai yang diharapkan untuk biaya perbaikan adalah :   (75% x Rp 0) + (20% x Rp 1.000.000) + (5% x Rp 4.000.000) = Rp 400.000
3.3    PENGGANTIAN
Jika sebagian atau seluruh pengeluaran untuk menyelesaikan provisi diganti oleh pihak ketiga, maka penggantian itu diakui hanya pada saat timbul keyakinan bahwa penggantian pasti akan diterima jika entitas menyelesaikan kewajiban. Penggantian tersebut diakui sebagai aset yang terpisah. Jumlah yang diakui sebagai penggantian tidak boleh melebihi nilai provisi.
Dalam laporan laba rugi komprehensif, beban yang terkait dengan provisi dapat disajikan secara neto setelah dikurangi jumlah yang diakui sebagai penggantian nya.
Provisi ditelaah pada setiap akhir periode pelaporan dan disesuaikan untuk mencerminkan estimasi terbaik yang paling kini. Jika arus keluar sumber daya untuk menyelesaikan kewajiban kemungkinan besar tidak terjadi, maka provisi dibatalkan.
Jika provisi didiskontokan, maka nilai tercatatnya akan meningkat pada setiap periode untuk mencerminkan berlalunya waktu. Peningkatan ini diakui sebagai biaya pinjaman.
Provisi hanya dapat digunakan untuk pengeluaran yang berhubungan dengan tujuan pembentukan provisi.  Membebankan pengeluaran untuk mengurangi provisi yang semula diakui untuk tujuan lain akan menghilangkan pengaruh dari dua peristiwa yang berbeda.
3.4    PENGUNGKAPAN
Untuk setiap jenis provisi, entitas mengungkapkan :
a.      Nilai tercatat pada awal dan akhir periode.
b.      Provisi tambahan yang dibuat dalam periode bersangkutan, termasuk peningkatan jumlah provisi yang ada.
c.       Jumlah yang digunakan, yaitu jumlah yang terjadi dan dibebankan pada provisi selama periode bersangkutan.
d.      Jumlah yang belum digunakan yang dibatalkan selama periode bersangkutan.
e.      Peningkatan, selama periode yang bersangkutan, dalam nilai kini yang timbul karena berlalunya waktu dan dampak dari setiap perubahan tingkat diskonto.
Jika kemungkinan besar terjadi arus masuk manfaat ekonomi, maka entitas mengungkapkan uraian singkat mengenai kharakteristik aset kontinjensi pada akhir periode pelaporan dan jika praktis, estimasi dampak keuangannya, diukur sesuai dengan prinsip yang berlaku bagi provisi.
Pada kasus yang sangat jarang terjadi, pengungkapan sebagian atau seluruh informasi yang diatur di paragraf 84 – 89 diperkirakan dapat menyulitkan entitas dalam perselisihan dengan pihak lain mengenai hal yang menjadi subjek provisi, liabilitas kontinjensi, atau aset kontinjensi. Dalam hal demikian, entitas tidak perlu mengungkapkan informasi tersebut, tetapi mengungkapkan uraian umum perselisihan, berikut fakta dan alasan bahwa informasi tersebut tidak diungkapkan.
Contoh :
1.      Pada saat penjualan, suatu produsen memberikan garansi atau jaminan kepada pembeli ketiga lini produknya. Berdasarkan garansi tersebut, produsen bersedia untuk memperbaiki atau mengganti produk – produk yang gagal menunjukkan kinerja yang memuaskan selama dua tahun terhitung sejak tanggal penjualan. Pada tanggal neraca, diakui provisi sebesar Rp 60.000.000. Provisi tersebut tidak didiskontokan (dihitung nilai kininya) karena dampak pendiskontoan tidak material. Entitas mengungkapkan informasi berikut ini :

Entitas mengakui provisi sebesar Rp. 60.000.000. Jumlah tersebut adalah jumlah yang diperkirakan akan dikeluarkan entitas bagi klaim atas garansi produk yang dijual selama tiga tahun buku terakhir. Diperkirakan sebagian besar pengeluaran tersebut akan terjadi dalam tahun buku mendatang, dan semua pengeluaran akan terjadi dalam dua tahun sejak akhir periode pelaporan.
2.      Entitas terlibat perselisihan dengan salah satu pesaingnya, yang menuduh entitas telah melanggar hak paten yang dimilikinya. Pesaing tersebut menuntut ganti rugi sebesar Rp 100.000.000.000. Entitas mengakui provisi sebesar estimasi terbaik atas kewajiban tersebut, namun entitas tidak mengungkapkan informasi yang disyaratkan dalam PSAK 57. Entitas mengungkapkan informasi berikut :

Entitas sedang menghadapi proses tuntutan hukum sehubungan dengan perselisihan dengan salah satu pesaing yang menuduh bahwa entitas telah melanggar hak patennya, dan menuntut ganti rugi sebesar Rp 100.000.000.000. Informasi yang biasanya disyaratkan dalam PSAK 57 tidak diungkapkan karena dapat menimbulkan prasangka yang mempengaruhi hasil tuntutan hukum. Dewan direksi berpandangan bahwa tuntutan tersebut akan dapat ditolak oleh entitas.


















BAB IV
PENUTUP

4.1  KESIMPULAN
a.      Jika sebagai akibat dari kejadian masa lampau, timbul kemungkinan entitas akan mengeluarkan sumber daya yang mengandung manfaat ekonomis dalam rangka menyelesaikan :
·         Kewajiban masa kini
·         Kemungkinan kewajiban yang keberadaannya akan menjadi pasti hanya dengan terjadinya atau tidak terjadinya satu atau lebih peristiwa yang belum pasti di masa depan, yang (peristiwa itu) tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas.
b.      Jika sebagai akibat dari kejadian masa lalu, terdapat kemungkinan timbul aset yang keberadaannya akan menjadi pasti hanya dengan terjadinya atau tidak terjadinya satu atau lebih peristiwa yang belum pasti di masa depan, yang (peristiwa itu) tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas.
c.       Sebagian atau seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu provisi diharapkan akan diganti atau ditanggung oleh pihak ketiga.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar